Mohon tunggu...
Istiqomah
Istiqomah Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Istri dan Ibu

Menulis harus fokus setajam sorot lensa📸 menulis bagiku meruncingkan ujung pena🖋menulis itu menebarkan kebaikan🧕🏻Menulis itu meningkatkan keimanan📖

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Betah Melajang Karena Menikah Kesepian dan Pasang Surutnya Dinamika Sosial Manusia

13 November 2024   13:36 Diperbarui: 13 November 2024   13:39 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.pickpik.com/

Gelombang waithood kiat tak terbendung. Membaca artikel the conversation yang memuat data BPS per tahun 2022 membuktikan Indonesia menjadi bagian resesi seksual. Saya telah menulis data lengkapnya di tulisan saya yang bertajuk Persepsi Soal Menikah, Mapan dulu atau Mental dulu?", Alasan yang mulai mencuat dari ketimpangan ekonomi membayangi pernikahan menjadi faktornya.

Kurun dalam waktu 10 tahun terakhir angka  perkawinan turun di Indonesia  secara tajam, saat tahun 2022 saja hanya 1,7 juta pernikahan padahal tahun sebelumnya mencapai 1,79  juta pernikahan.

Untuk menghidupi satu orang individu membutuhkan dua sampai tiga orang yang bekerja. Tentu tidak bisa dinafikkan jika alasan tersebut dinormalisasikan sebagai faktor pendorong banyak orang untuk tidak menikah. Ekonomi global yang semakin menyusut, lingkungan yang kian tidak lestari menjadi keenganan orang untuk menikah. Segala keputus asaan ini tentu hal yang tidak bisa dituntaskan oleh individu. Regulasi yang sangat kompleks membangun keturunan sekaligus mencegah bencana dari kerusakan masih penuh tanda tanya.

Arus pergeseran makna tentang peran perempuan untuk menjadi pelaku di ranah domestik, kosmopolitan atau menjalani peran keduanya akhirnya harus terlibat. Sudah beberapa kurun perempuan telah membuka cara pandang untuk tampil mandiri berdikari menompang hidup. Tindakan itu tentu bukan kebetulan dan tiba-tiba.

Latar belakang yang paling memungkinkan ialah tidak sejahtera. Lalu lapangan pekerjaan yang tersedia untuk perempuan juga lebih banyak ketimbang laki-laki. Laporan CNBC tentang jumlah lowongan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin mencatat tahun 2021 lowongan pekerjaan laki-laki lebih rendah 4% dari perempuan.

Inilah menjadi bagian yang mengakibatkan persoalan beruntun dan butuh penyelesaian yang tuntas. Ketika tanggung jawab mencari nafkah berganti peran maka persoalan lain untuk mengasuh dan mendidik terbengkalai. Peran suami dan istri harus tepat pada koridornya. Karena kondisi eksternal seperti ini butuh fasilitas negara, maka negara wajib memenuhi jaminan ekonomi yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.

Persoalan ekonomi merupakan kebutuhan hidup orang banyak, jika mengalami penyusutan maka kebutuhan premier akan berdampak. Solusinya negara harus turut hadir berpihak untuk membenahi masalah ini. Sibuk dengan pemenuhan hidup menjadikan manusia lupa pada jati dirinya, kejadian inipun memicu untuk bersikap ego dan kesepian. Larut dalam emosi dan juga depresi

Karena jika tidak, jumlah orang-orang dewasa melajang terus melonjak. Apakah ini masalah? Ini jadi masalah jika jumlah usia produktif lebih sedikit di banding usia tidak produktif. Untuk itulah angka kelahiran harus seimbang dalam kehidupan. Maka pernikahan adalah sebagai langkah untuk menyeimbangkannya.

Menikah adalah jalan untuk memuliakan kehormatan serta menggenapkan separuh agama. Perjanjian agung yang jika dilanggar akan mendapatkan balasan yang amat berat di dunia dan di akhirat. Peran agama yang harus dijalankan secara penuh sangat berkonstribusi besar dalam menyelaraskan hubungan ini. Namun, selama ini kehidupan berpasangan tidak identik dengan penerapan sistem hidup yang bersumber dari Al-Qur'an.

Ketakutan dan kengerian jika berpasangan justru hadir bukan dari Al-Qur'an. Menikah sudah di janjikan sebagai hubungan persahabatan antara suami dan istri yang akan dilimpahkan rezeki. Kabar gembira itu justru bertentangan dengan realitas yang ada. Realitas yang ada mengkondisikan kesengsaraan dan kemiskinan, pertentangan ini tergambar karena menggunakan cara pandang manusia semata dan hukum-hukum Al-Qur'an tidak satupun terselenggarakan dengan sempurna.

Kalaupun pemikiran tentang keyakinan menikah menjamin kehidupan selanjutnya, itu muncul di individu hanya berdasarkan kesadarannya sendiri. Untuk hukum-hukum yang berlaku umum seperti kesejahteraan sosial yang dijelaskan Al-Qur'an misalnya hanya bisa diwujudkan dalam implementasi hukum yang diadopsi.

Jika mungkin kita betah melajang karena khawatir dengan segala hal diluar kendali kita sah-sah saja. Daripada bertemu orang yang tidak bertanggung jawab mengamalkan isi Al-Qur'an sebagai pedoman untuk menuntun pernikahan yang diberkahi tentunya. Segala persiapan matang tetap harus dijalani dengan optimal, bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi yang harmonis dalam meneruskan keturunannya.

Tantangan yang bertolak belakang dari perintah agama menjadi pembuktian untuk menjadi lebih baik dalam pernikahan perlu ilmu mental tingkat tinggi. Mendidik, mencari nafkah halal, mengasuh dengan ajaran yang mulia pasti kesulitan dan kepayahan menjadi batu sandungannya.

Namun begitulah karakter muslim sesungguhnya, bagaimanapun hidup yang karam akan senantiasa diperjuangkan hingga meraih hasil yang terbaik. Sehingga bukan keputus asaan yang hadir melainkan pembuktian yang terbaik dalam hidup untuk dipersembahkan. Semoga kita semua bisa menghdapi masalah kesiapan pernikahan dengan keberkahan nantinya. Pasangan yang hadir menjadi penyejuk jiwa, serta anak-anak yang lahir menjadi anugerah terindah yang pernah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun