Pornografi anak sudah menembus 5 juta konten dalam empat tahun terakhir. Disinyalir kekerasan di sekolah juga terjadi karena di latar belakangi oleh pornografi.
Sedangkan kasus yang ditangani Polri mencapai 1670 perkara. Sampai berita ini dirilis, tontonan pornografi sudah banyak dikonsumsi oleh anak-anak di tingkat PAUD, SD, SMP dan SMA.
Faktor-faktor yang menyebabkan maraknya konten seksual adalah media massa. Terutama akses yang diindikasi dari film, games dan konten senada yang mengarah pada konteks sensual.
Baik secara gratisan ataupun berbayar, konten vulgar amat banyak difasilitasi dari dunia digital. Akibatnya, tidak sedikit yang mengalami gangguan hormonal akibat menikmati tayangan tersebut.
Fungsi media yang menjadi pelopor akan berpengaruh pada aktivitas kita. Belum lagi wacana kontrasepsi yang kabarnya akan dibagikan. Bisa menjadi pemicu kekerasan seksual di generasi ini.
Berita semacam inilah akan membentuk opini lain yang berkembang terutama pada aktivitas libido.
Oleh karena itu, pencegahan pornografi tidak dapat dilakukan secara individu. Saat ini media harus bekerjasama bersatu padu menyiapkan informasi baik sesuai fakta dan meminimalisir informasi buruk sesuai fakta.
Mengapa? Karena pada dasarnya mengungkap fakta buruk justru menguliknya untuk terinspirasi berbuat kekejian serupa. Walaupun membuka tabir kejahatan memiliki efek psikologis ketakutan atau trauma.
Mungkin bisa bagi segilintir individu, namun tidak bagi segilintir lainnya yang tidak mampu melawan hasrat bejatnya.
Bisa dilatar belakangi oleh pendidikan ataupun tingkat pengangguran. Tentu, penikmat konten ini adalah kalangan yang produktif berselancar di dunia maya.