Istiqomah, Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ
Manusia ditakdirkan sebagai mahkluk sosial yang tidak mampu hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain. Dalam kehidupannya, masyarakat dikatakan sebagai suatu sistem yang saling berhubungan antara komponen satu dengan komponen yang lain. Jalinan di dalam masyarakat inilah pada prosesnya terdapat yang mempengaruhi serta dipengaruhi, sehingga terbentuklah jaringan yang koheren antara individu, kelompok, maupun institusi yang tergabung dalam sistem sosial. Sisem sosial ini bekerja secara berkesinambungan antara bagian- bagian yang terdapat didalamnya sesuai dengan fungsi serta peranannya masing-masing. Dalam melaksanakan kedudukan serta fungsi masyarakat yang saling berkesinambungan serta tergabung dalam sebuah sistem sosial, tentu saja membutuhkan dukungan antara satu sistem dengan sistem yang lain agar tercapai titik equilibrium atau keseimbangan.
Melihat situasi dan kondisi saat ini, ditengah merebaknya penyebaran virus corona, pasti ada sistem-sistem yang terganggu dan tidak dapat berjalan beriringan seperti sedia kala. Mengingat tingkat penyebarannya yang begitu cepat serta belum dapat dikendalikan, berbagai upaya dilakukan pemerintah, mulai dari mengkampanyekan seruan 3M( menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), tidak hanya itu ada pula kebijakan work from home, pembatasan sosial bersakala besar, dan lain sebagainya. Langkah- langkah tersebut di ambil pemerintah semata mata untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona yang sudah mewabah di Indonesia sejak maret 2020 lalu. Dengan berbagai aturan-aturan yang diterapkan pemerintah, pastinya mempunyai dampak dalam keberlangsungan sistem-sistem yang terdapat di masyarakat, sebab pemikirannya yang berbeda-beda dalam memandang pandemic covid- 19. Dengan melihat situasi saat ini, dapat dikaji lebih lanjut dengan menggunakan teori structural fungsional Talcott Pason.
Talcott Parsons lahir di Colorado Spring pada 1902. Dia berasal dari keluarga yang religious serta intelktual, bapak nya seseorang pendeta, professor, dan juga rektor. Pada 1924, dia sukses menuntaskan riset S1 nya di Universitas Amherts serta mempersiapkan desertasinya di London School Of Economics. Setelah itu, dia mengajar di Heidelberg serta Harvard pada 1927. Setelah itu dia menerbitkan novel The Structure Of Social Action serta menjadi kajur sosiologi di Universitas Harvard pada 1937. Di tahun 1942 dia sukses mendirikan kementerian ikatan sosial serta kembali menerbitkan novel yang bertajuk The Social System pada 1951. Saat itu ia dikenal sebagai tokoh yang dominan dari sosiologi Amerika. Tetapi, pada 1960, Parsons mendapatkan serangan dari kalangan sayap kiri radikal karena dianggap sangat konservatif serta teri-teori nya susah dimengerti. Kemudian Parsons meninggal pada 1979. Tetapi yang terjadi setelahnya adalah teori teori nya kembali dominan di berbagai negara.
Pemikiran fungsionalisme structural Talcot Parsons mempunyai asusmsi dasar, bahwasanya masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan yang memiliki kemampuan mengatasi perbedaan. Sehingga secara fungsional, warga terintegrasi dalam sebuah keseimbangan. Untuk dapat mencapai titik equilibrium, tentu saja memerlukan kerja sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain sesuai dengan fungsi serta kedudukannya masing- masing. Dimasa sebelum pandemic, warga saling bergotong royong, bermusyawarah, beinteraksi, serta bekerja sama. karena individu yang telah tergabung serta diterima di masyarakat, pasti sudah melewati proses internalisasi serta sosialisasi. Jadi, setiap kegiatan yang dilakukan oleh individu tentu terdapat kebebasan didalamnya,  tetapi terdapat nilai serta norma yang akan mengendalikannya. Sehingga setiap kegiatan yang  akan dilakukan oleh setiap individu semata mata untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Namun yang terjadi saat ini adalah, masyarakat semakin terpolarisasi dengan adanya pandemic covid-19 ini. Polarisasi adalah sebuah system penggolongan atau pengkotak-kotakan masyarakat berdasarkan kategori tertentu. Dalam hal ini, masyarakat terpolarisasi antara pihak yang percaya akan adanya penyakit covid-19 dan yang tidak. Masyarakat-masyarakat yang percaya akan adanya virus ini cenderung patuh akan kebiajakan-kebijakan atau aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh pemerintah. Mereka memeliki ketakutan yang berlebih dengan adanya pandemic ini. Lain hal dengan msyarakat-masyarakat yang menganggap virus ini hanya sebagai konspirasi. Mereka cenderung mengabaikan aturan-aturan atau kebijakan-kebijakan yang telah di buat oleh pemerintah. Akibatnya, kedua belah pihak akan bersitegang, sehingga akan menyebabkan disfungsi diantaranya, karena ketidaksamaan pandangan satu sama lain.
Teori Struktural Fungsional Talcott Parson memiliki asumsi dasar dengan menganalogikan sebuah anatomi tubuh manusia. Masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan antar anggotanya yang memiliki kemampuan mengatasi perbedaan sehingga masyarakat berada dalam sebuah sistem yang secara fungsional berada dalam kesimbangan. Sehingga menurut Parson, bahwasanya masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosal yang memiliki keterhubungan dan ketergantungan. Jika dikaitkan dengan permasalahan polarisasi masyarakat di masa pandemic, perbedaan-perbedaan ini tentu saja dapat menjadi pemicu terjadi nya disfungsional. Ketika pihak yang percaya akan ada nya virus ini, maka ia akan menjalankan kehidupan nya lain dari pada saat situasi normal. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi mengumpulkan kerumunan pasti akan di hindarkan, selain itu juga tingkat kepatuahn terhadap protocol kesehatan pun sangat tinggi. Bahkan ada juga yang trauma dengan virus ini, karena banyak nya berita-berita beredar mengenai bahayanya penyakit ini.
Lain hal dengan pihak yang menganggap virus ini hanyalah konspirasi yang menguntungkan pihak tertentu, mereka menganggap bahwasanya penyakit ini bukanlah penyakit yang cukup membahayakan. Hanya saja penyampaian berita-berita di media sosial saja yang terlalu berlebihan. Terlebih lagi, ketika banyak nya berita yang beredar dimasyarakat bahwasanya pasien yang meninggal di rumah sakit dan tidak terdeteksi pasien covid-19 terpaksa di jadikan pasien covid, keluarga harus menandatangin surat yang dikeluarkan oleh rumah sakit bahwa jenazah tersebut adalah pasien covid-19 karena tidak sanggup memenuhi administrasi rumah sakit. Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan masih ada masyarakat yang tidak percaya akan jumlah pasien covid-19 yang meninggal dunia. Karena ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan ini demi sebuah keuntungan yang besar.
Dengan adanya perbedaan keyakinan didalam anggota masyarakat tentunya berdampak pada interaksi kedua pihak yang bersitegang dengan perbedaan pendapat. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi, karena jika di analogikan sebagai tubuh manusia, ketika ada salah satu bagian atau organ yang sakit, maka bagian atau orga lainnya pun merasa sakit. Begitupun dengan sistem sosial yag ada di masyarakat yang saling berkesinambungan satu sama lain jika terdapat salah satu yg tidak dapat melaksanakan peran dan fungsinya maka akan menyebabkan disfungsi juga.
Pemikiran structural fungsional tidak terlepas dari yang namanya aktor dan sistem sosial. Syarat terpilihnya pola nilai dan sistem sosial ialah adanya proses internalisasi dan sosialisasi. Dalam proses sosialisasi, individu akan ditanamkan pola, nilai, yang ada di masyarakat. Saat ini, dengan situasi dan kondisi yang berbeda dari biasanya, tentu saja proses sosialisasi dan internalisasi sangat lah dibutuhkan untuk menjaga pola nilai dan sistem sosial yang ada dimasyarakat. Dengan ada nya sosialisasi, perbedaan-perbedaan pemahaman yang ada di kedua belah pihak yang berbeda pendapat maka akan lebih mudah diatasi. Pihak yang percaya atau yakin dengan bahaya yang ditimbulkan dengan ada nya virus dengan pihak yang tidak meyakini namun hanya tahu bahwa virus itu ada tetapi dengan jumlah pasien meninggal yang jumlah nya tidak sebanyak dari yang diberitakan dapat diluruskan.
Proses sosialisasi ini memberikan pemahaman akan permasalahan ini yaitu pandemic dengan tidak menjustifikasi pihak manapun. Dengan menanamkan nilai-nilai dan norma yang berkebang pada masyarakat setempat. Sehingga, kedua belah pihak dan menerima dengan lapang dada bahwasanya perbedaan pandangan itu sudah biasa. Karena didalam masyarakat dengan jumlah yang banyak dan dengan sifat dan kepribadian yang berbeda tentu saja memiliki pemikiran yang berbeda-beda pula. Salah satu pihak tidak boleh mengatakan bahwa dirinya lah yang paling kuat, merasa dirinyalah yang paling benar. Hal tersebut tidak bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat berasatu dengan kemajemukannya tentu saja bisa menjadi tali yang mengeratkan satu sama lain.
Selain itu, diperlukannya pemikiran yang terbuka dengan realitas yang ada, meskipun demikian tentu saja berbagai berita berita yang beredar di masyarakat tidak sepenuhnya diterima. Melainkan diharuskan untuk memfilter nya, membaca dahulu dengan teliti, jangan percaya hanya dengan judul berita. Jadinya masyarakat yang bijak dalam menerima informasi. Bukan menutup segala informasi dari luar dengan hanya yakin dengan berita yang ia ketahui sendiri. Seperti dalam berita  Dalam berita detikcom dan detiknews, pemerintah memberikan klarifikasi terkait alasan jenazah non-corona di makamkan sesuai protocol covid-19. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen Doni Monardo menjelaskan terkait keterbukaan informasi yang berkaitan dengan data tentang kejadian yang ada di seluruh daerah agar disampaikan kepada public apa adanya, dan tidak ad yang perlu disembunyikan. Berkaitan dengan pemakaman pasien yang meninggal covid maupun non covid, pemerintah mengambil sikap untuk memakamkan pasien meninggal dunia diperlakukan sebagai pasien covid, untuk menghindari salah analisa dan salah mengambil keputusan. Setelah ada hasil pemeriksaan, kemenkes baru bisa memutuskan pasien positif ataupun negative. Setelah itu keluarga dapat mengambil jenazah tersebut. sikap.https://news.detik.com/berita/d-4983755/pemerintah-ungkap-alasan-jenazah-non-corona-dimakamkan-sesuai-protap-covid/1
Dengan membaca lebih teliti dan terbuka atas informasi yang beredar tentu dapat membuka pemikiran setiap anggota masyarakat agar tidak lagi bersitegang yang tentunya bakal berdampak pada sistem sosial yang ada di wilayah setempat. Dengan saling menghargai perbedaan, mematuhi nilai dan norma sosial yang ada dapat mendorong masyarakat untuk bisa hidup rukun, tertib, dan harmonis tanpa adanya kesalahpahaman, sehingga, fungsi dan peranan anggota msyarakat dapat berjalan beriringan dan saling berkesinambungan dan tidak terjadi disfungsi antara satu sistem dengan sistem lainnya, dalam hal ini anatomi tubuh akan befungsi sebagaimana mestinya.
Sumber Referensi :
- Podcast Sosiologi Kopi : Selayang pandang pemikiran Talcott Parsons : Fungsionalisme Struktural https://open.spotify.com/episode/4SjRjrMwwZVE1kKI8WXdWF?si=Jg_pLCtrSt-jaY7KceT0EQ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H