Mohon tunggu...
Istiqomah
Istiqomah Mohon Tunggu... Guru - Fokus Setajam Sorot Lensa

Penulis merupakan aktivis muslimah pegiat literasi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Narasi Media Bicara Konflik Laut Cina Selatan

21 Juni 2021   04:49 Diperbarui: 21 Juni 2021   06:49 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dengan keragaman hayati dan luas pulaunya terbantang dari timur hingga barat  menjadi destinasi perhatian dunia. Pariwisata serta bangunan dengan menara-menara menjulang bertebaran menjadi saksi. Wilayah perairannya yang begitu luas serta pesona alamnya bagai surga-surga tersembunyi, bebatuan dan pasir putih menyelimuti gugusan pulau-pulau yang berada disekitarnya.

Cekungan Natuna misalnya, letak geografi yang di sisi utaranya bersebrangan dengan negara tetangga, Laut China Selatan yang menyimpan kekayaan. Seteru dan konflik di semenanjung ini menjadi perhatian banyak negara. Narasi media juga tak ketinggalan mengemas informasi menyingkap kekayaan yang ada di sana.

Tersimpan sebanyak 49,87 TCF cadangan gas terbesar di Indonesia atau istilah lainnya dikenal sebagai Blok East Natuna. Proyek kontrak kerja sama (KKS) yang telah dilakukan sejak 8 Januari 1980, melibatkan pihak lain dalam mengurusi kekayaan besar disana sebut saja ExxonMobil.

Pemegang participacing interest (PI)  KKS adalah Pertamina 50% dan Esso Natuna 50%. Kemudian pada tahun 1996 PI Pertamina sebesar 26% dialihkan kepada Mobil Natuna. Sehingga PI pada blok Natuna D-Alpha adalah sebesar 24% dan ExxonMobil 76%. 1

Sumber-sumber lain juga mengatakan bahwa blok East Natuna baru bisa memproduksi gas sekitar tahun 2027, kemudian tantangannya ialah fakta bahwa terdapat kandungan CO2 terbesar sehingga diperlukan teknologi yang mahal. 2

Peluang ini sudah pasti akan membuat pihak korporasi besar turut andil menyediakan teknologi khusus itu, dan lagi keterlibatan asing akan mencengkram kedaulatan dengan hutang luar negeri yang belum tuntas di lunasi.

Pakar Universitas of Mealborne, Ali Moore menyebut operasi kebebasan navigasi Amerika berlayar di kawasan 12 mil dari fitur yang disengketakan.  Kemudian, hal itu sebagai klaim “China yang berlebihan” memicu reaksi China sebagai pelanggaran hukum laut Internasional dan mengganggu keamanan China. 3

China mengklaim bahwa kawasan perairan Natuna masuk nine dash line atau sembilan garis putus-putus. Akibatnya kapal-kapal nelayan asal negara Tiongkok itu bebas masuk ke perairan Indonesia, tepat disisi bagian utara Kepulauan Riau. China menganggap bahwa apa yang menjadi seteru ini  sudah sesuai dengan peraturan Internasional dan konvensi hukum laut (UNCLOS). Lalu bagaimana  Indonesia untuk bersikap? Disatu sisi Indonesia memiliki diplomasi vaksin dengan China guna memberantas penyebaran covid.

Dibalik perseteruan yang tak kunjung reda ada hal yang lebih menarik dari hanya sekedar ikan-ikan yang dicuri. Laut China Selatan terdapat 11 milyar barel kubik minyak dan gas 190 kubik kaki belum di eksploitasi.  Kekayaan alam, yang ada disanalah menjadi faktor yang mungkin mendasari sikap bersaing dan saling menuntut.

Singkat kata, persoalan kedaulatan laut memanglah harus dijaga dengan ketat. Narasi media akan berpengaruh besar untuk mendapatkan kepercayaan publik dalam hal persiapan armada laut yang menjaga situasi keamanan. Disamping itu, dengan potensi yang sedemikian besar pendistribusiannya harus jelas diperuntukkan kepada siapa. Mengingat saat ini jejaring ambisi Kapitalis juga kian mencengkram.

Terlebih pihak-pihak luar juga turut menyoroti konflik ini, pasalnya China dengan ambisi besar itu tidak main-main dan sulit untuk menekuk lututkannya begitu saja. Selama ini China telah mengusik wilayah strategis kedaulatan poros maritim dengan berbagai macam cara. Melihat peta perjalanan yang telah dilakukannya itu, China memang  tak segan-segan memukul mundur lawan-lawannya.

Selain di Indonesia, pada awal April lalu terjadi ketegangan China terhadap Vietnam. China menenggelamkan kapal  di perairan Kepulauan Paracel yang disengketakan oleh kedua negara. Akibatnya, nyaris 8 awak kapal nelayan tenggelam dari insiden itu.

Kemudian dua minggu setelahnya, Kapal Haiyang Dizhi menyambangi dan mengusik kegiatan eksplorasi migas West Capella yang dioperasikan oleh Petronas. Lokasi ini terletak 200 mil pada kawasan zona ekonomi eksklusif Malaysia dari Sarawak. China juga mengklaim  wilayah itu terkategori wilayahnya. 4

Lawatan Mike Pompeo beberapa waktu  lalu meyakinkan Indonesia untuk menjalin kerjasama terkait dengan keamanan maritim di jalur laut China selatan.  Dalam kesempatan lain pihak Indonesia mengajak  Amerika untuk berinvestasi di pulau terluar termasuk Natuna, namun tidak bersedia untuk mendaratkan persawatnya.

Dalam posisi ini Indonesia berada dipersimpangan jalan menjalin kepada siapa untuk berdiplomasi. Memang harus diakui situsi saat ini sungguh tidaklah mudah mengambil keputusan perihal kondisi ekonomi yang semakin melemah, akan tetapi bagaimanapun juga mengambil sikap tegas sudah seharusnya.

Campur tangan asing dan aseng untuk mengambil simpati Indonesia  memperlihatkan keberpengaruhannya. Sebagai negara besar langkah yang tepat ialah mengambil sikap tegas, karenanya akan tampak bahwa Indonesia adalah negara yang independen. Menjalankan kekuatan ekonomi secara mandiri tanpa alasan tanpa tapi.

Tujuan kedua negara itu tidak lain adalah pengaruh politik luar negeri, keberpihakan Indonesia akan menjembatani kekuasaan kawasan Laut China Selatan  dalam perspektif Industri. Selama investasi menjadi angin segar untuk “berdiplomasi” maka akan terlihat siapa yang diuntungkan. Sebab, jika salah langkah saja maka kedaulatan dan kekayaan alam yang ada di sana tak akan dinikmati seutuhnya. Rakyat sangat berharap kekayaan negeri ini dapat dirasakan dan dijangkau keberbagai penjuru. Arus informasi yang menggambarkan ketegangan ini mengacu pada mindset dipihak mana media menyadarkan masyarakat.

Kemandirian ekonomi sangatlah penting untuk sebuah harga kedaulatan, kemampuan yang ada saat ini harus mengalami peningkatan  yang berarti. Apatah lagi, tekanan-tekanan ambisi negara adidaya dengan mudahnya menyurutkan nyali. Jelas ini tantangan besar   untuk  sungguh-sungguh menseriusi kedaulatan poros maritim dunia. Visi dan misi yang kuat dalam menjaganya harus melibatkan aturan yang sebanding, karena dengan cara seperti itulah tidak akan ada yang menganggap remeh negara yang menjadi jalur maritim tersibuk di dunia.

Itulah sebabnya, dengan kondisi geostrategis wilayah kita dan populasi muslim terbesar dunia menjaga kekaayaan negeri dengan kepemimpinanIslam kaffah sudah seharusnya. Dengannya tidak akan ada sejengkal pun tanah kekayaan yang bisa disekat jika bergantung pada aturan-Nya. Terlindungi dengan sebaik-baiknya pelindung sebagaimana kutipan hadis riyawat muslim di bawah ini:

“Ribath (Menjaga perbtasan wilayah Islam dari serangan musuh-musuh islam) sehari semalam lebih baik dari pada puasa sunnah dan shalat sunnah sebulan penuh,dan jika seorang murabith mati di tengah ia melakukan ribath, maka amal perbuatannya itu akan terus berpahala, dan ia diberikan rizqinya di surga kelak, serta tidak ditanya di dalam kubur (oleh malaikat munkar dan nakir)”  (HR. Muslim)

***

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun