Mohon tunggu...
Isti Fathmala Yakhmadi
Isti Fathmala Yakhmadi Mohon Tunggu... -

Santri Pondok Pesantren As-Sunnah Cirebon | Pimpinan redaksi Mikrosop As-Sunnah | Sie. Kebersihan Asrama 2 | Hafizhah soon to be =)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cangkul, Cangkul, Cangkul yang Dalam

24 September 2012   16:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menggali kayaknya suatu pekerjaan yang mudah-mudah gampang. Tinggal menggerakkan pacul ke sasaran, ya kan? Tapi yang susah adalah jika kita disuruh menggali yang dalam. Mungkin enak kalau cuma 5-10 meter. Kalau 100 meter lebih? Dengan pacul pula.

Kehidupan juga begitu. Kita disuruh menggali apa yang sebenarnya ada di dalam diri kita. Kedalamannya? Setiap orang berbeda-beda. Ada yang sebentar sudah dapat sesuatu, ada yang sampai mati belum dapat apa-apa. Itu yang kita bilang "manusia, sia-sia".

Allah memberi waktu menggali seumur hidup kita. Dan yang lebih baik lagi, mungkin kalian nggak tahu, kalau sebenernya setiap detik itu kita menggali.

Menggali apa?

Tujuan hidup kita. Dengan 'kerikil' masalah dan problem yang menjadi penghalang. Tapi tenang, nggak semua yang ada di dalamnya kerikil bukan? Keep digging, okay?

Dan yang terpenting: pastikan saat menggali kalian mau dapat apa. Jangan cuma menggali tak sengaja. Pastikan kalian mau dapet tujuan hidup setiap kalian menggali. Istilahya niat.

Menurut saya, yang terpenting di dunia adalah tahu tujuan hidup. Masuk surga juga tujuan hidup, itu yang tiap agama ajarkan kan? Tapi bagaimana menemukan tujuan hidup yang kalian buat dan kalian tetapkan sendiri, tanpa interfensi dari luar untuk hidup lebih yang baik? Itu yang susah.

seperti lirik chorus "Dig"- Incubus :

"If I turn into another

Dig me up from under what is covering

The better part of me"
(tidak sambil dinyanyikan kok, tenang saja)

Menurut saya, banyak hal yang menyebabkan bagian terbaik dalam hidup kita diselubungi kabut buram kelam. Masa lalu, atau mungkin sikap kita seperti sapi gendut yang hanya selalu makan di padang savana tanpa tahu bahwa kita akan dimangsa segerombolan singa, dan akhirnya pasrah karena sudah tidak kuat berlari. Terlalu nyaman hidup kita. Terlelap tanpa masa depan. Apatis.

Tapi ini cuma pikiranku yang prematur. Semoga bisa menginspirasi :)

Ayo, cangkul cangkul cangkul yang dalam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun