Mohon tunggu...
Istianna Miftakhurrohmah
Istianna Miftakhurrohmah Mohon Tunggu... -

Urban Planner, Sebelas Maret

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aqtulunii

13 Juli 2014   21:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14052358921868508628

Sebuah fiksi dari kesaksian kehidupan enam bulan di Suriah dilihat dari sudut pandang seorang gadis mediterania. Diadaptasi dari sajak lama "Souless Children". Sajak ini sekarang sudah tidak dapat lagi diakses, tapi sangat bagus dan layak untuk ditulis kembali :) .


Never being, only there.
With no one to love or care.

Gadis itu kini sudah terbiasa dengan atmosfir Suriah yang terasa semakin terik namun disisi lain lembab, kotor, dan dingin. Terik akan ditumbangnya semua pohon sebagai ganti bahan bakar karena blokade, akan ratusan—bukan, bahkan ribuan misil yang berterbangan, berpendar dan meledak hebat.

Dan ketika di sini saya tulis “hebat”, itu benar-benar hebat, kau tahu.


Ledakannya meratakan semua bangunan disini dengan tanah. Ironis. Bahkan sang entitas yang sangat gadis itu sayangi, pun menanggalkan luka yang dalam, jauh ke dalam relung hatinya, mematikan seluruh mental yang ia miliki. Lembab akan cairan kental dari tubuh-tubuh yang tidak lagi dapat dikenal, yang tidak berdaya, yang antar bagiannya terpisah satu sama lain. Kotor, akan pisau, peluru, maupun misil yang menebas tubuh dan meruntuhkan kota. Dingin, akan tidak ada lagi sosok-sosok hangat yang akan memeluknya, yang akan melelehkan hatinya yang sudah membeku. Tak ada lagi cinta, tak ada lagi harapan.Dan ya, anak kecil itu sudah terbiasa.

As the darkness begins to creep.
No need nor want for sleep.

Tubuhya tak dapat berhenti bergetar. Napasnya tak mudah lagi ia kendalikan, setiap kali kegelapan datang. Karena pada saat itu, Imaji suram terlintas dipikirannya, agen pembawa kematian akan datang. Kami menyebutnya boogey man.Mungkin di belahan dunia lain, boogey man adalah legenda. mistis. Tapi disini, boogey man adalah as real as it can be. Meskipun monster itu memang tidak ada. Yang ada hanya manusia biasa yang membawa pisau dan menyayat nadi setiap orang semudah mengoles mentega.Ya,Ketakutan itu nyata adanya. Jangan lengah, jangan tertidur.

Being programed for a task.
Never stop, never ask.

Ada saatnya gadis itu bertanya, tentang pedagogi kehidupan yang pernah diperolehnya. Mengapa hidupnya seperti ini? Mengapa dia hidup di negara ini? Mengapa dia hidup? Bukankah sesuatu yang hampa nantinya akan meledak dan kemudian akan muncul partikel kehidupan baru, kemudian mengakhiri kehampaan, seperti yang terjadi pada planet ini tiga belas juta milyar tahun yang lalu? Ya. dan tidak. Ada proses dimana ledakan itu akan meninggalkan lubang hitam yang menganga besar, dan kematian sebelum kehidupan. Tidak ada alasan bagi gadis itu untuk berlari. Inilah takdirnya. Hidup di negara dengan penuh serangan yang bereskalasi, tanpa menghargai seruan yang sudah dilakukan untuk mengakhiri semua banalitas yang ada.

Always doing, always trying.
Never living only dying.

Ingin sekali rasanya percaya bahwa Tuhan akan memberikan hal-hal baik. Sudah beberapa kali gadis itu mencoba bangkit, menelan air mata, menelan darah. Selama enam tahun. Tapi sepertinya gadis itu ditakditarkan hidup dengan ketakutan dan kematian yang tidak akan berhenti membayanginya.

These poor children without souls.
Existing only to complete one man’s goals.

Dari camp yang dingin itu, kabar buruk dunia tersiar. Tentang bagaimana nasib anak-anak sebayanya. Anak-anak di Asia telah dijadikan korban pelecehan seks. Di Nigeria, dimana anak-anak menjadi korban penculikan. Dan disini, kau tahu sendiri, jantung, kepala kami dihujam, nyawa melayang secara masif. Dewasa maupun anak-anak, tiada ampun, tanpa mengasihi, tiada henti.

Jika satu-satunya cahaya di negeri ini adalah peluru berpandu, maka hanya dalam kegelapan malam lah gadis itu merasa nyaman dan dapat melanjutkan hidup. Nyctophillia? Dia tidak peduli. Gadis itu tenang, diam dan sopan, namun di dalam pikirannya, penuh dengan trauma, jaritan, kematian, ketakutan, cinta, benci, yang dikuncinya dengan sangat rapi dan teratur, dengan sebuah senyuman -yang bahkan masih sangat jelas terbaca seperti..

"Aqtulunii"


"Bunuh saja aku"

Karena ia yakin hidupnya di atas sana akan menjadi lebih baik, seperti yang Dia janjikan, Jannah.

dari Surakarta untuk Suriah

13 Juli 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun