Saya teringat dengan teori keseimbangan IQ, EQ, dan SQ yang pernah diajarakan oleh Ary Ginanajar seorang motivator ESQ. Selain itu, teman saya juga berkomentar hal serupa di facebook, menurutnya bunuh diri tersebut adalah bagian dari kekurang seimbangan antara kepintarannya itu dengan Emotional Quatient (EQ) dan Spritual Quotient (SQ).
Dan, saya justru teringat dengan buku yang pernah saya baca tentang kecerdasan lain yang dikenalkan oleh Paul Stoltz, menurutnya, ada kecerdasan lain selain, IQ, EQ, dan SQ, yaitu yang disebut dengan AQ (Adversity Quotient).Â
AQ adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesulitan hidup dan bertahan hidup, atau bisa juga disebut dengan ketahanan atau daya tahan seseorang ketika mengahadapi permasalahan.
Stoltz menuturkan ada 3 tipe orang dalam mengahadapi permaslahan:
1. Mudan Menyerah ( Quiter)
2. Banyak Perhitungan (Camper)
3. Ulet dan Menyelesaikan Masalah dengan Baik (Climber)
Memang sangat sulit mengukur keseimbangan dan kecerdasan anak tersebut dari segi EQ, SQ, ataupun AQ tetapi mungkin bisa dilatih sejak kecil dengan cara banyak diajak memikirkan kemungkinan-kemungkinan dan bagaimana iman mengatur segalanya.Â
Di sinilah bahasa sangat diperlukan dalam keluarga, bukan hanya di sekolah, yaitu dengan cara banyak diajak untuk berdiskusi ataupun berbincang santai namun berisi, sehingga anak merasa memiliki orang yang bisa untuk diajak berbagi dan tidak untuk dipendam sendiri.Â
Semoga, tidak ada kejadian lagi anak pintar bunuh diri, bangsa ini butuh orang yang bukan hanya berani, tetapi kuat secara iman, emosi, dan kecerdasan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H