Mohon tunggu...
Isthifa Kemal
Isthifa Kemal Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Pendidikan dan pengajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refkleksi Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah Ke -48: Muhammadiyah, Lahir di Kauman Besar di Minangkabau

24 Oktober 2022   10:59 Diperbarui: 24 Oktober 2022   11:37 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Besar di Minangkabau

Bermula dari lawatan Haji Abdul Karim Amrullah, dikenal juga dengan Haji Rasul,  ke tanah Jawa, beliau bertemu dengan sejumlah tokoh di Jawa, diantaranya K.H Ahmad Dahlan. Meskipun belum pernah bertemu sebelumnya, hubungan antara kedua tokoh ini terjalin secara emosional dengan sangat baik melalui kesamaan pandangan soal Islam dan pendidikan. K.H. Ahmad Dahlan. Kiai Dahlan mengenal Haji Rasul lewat tulisan-tulisannya di majalah Al-Munir. Buya Hamka mengisahkan dalam bukunya Ayahku,K.H. Ahmad Dahlan menjemput langsung kedangan Haji Rasul di Stasiun Tugu Yogyakarta. Ia menjadi tamu Kiai Dahlan dan banyak bertukar pikiran dengan pendiri Muhammadiyah selama di Yogyakarta.

K.H. Abdul Karim Amrullah yang di juluki Haji Rasul, mengajarkan Muhammadiyah di Minang, yang langsung membuka cabang di Sungai Batang daerah Agam. Pada Tahun 1925, Cabang Muhammadiyah mulai didirikan di Minangkabau. Haji Rasul mengembangkan dan membesarkan Muhammadiyah di tanah Minang. Kepiawaiannya berdakwah membuatnya mudah di terima oleh masyarakat.

Persentuhan pertama antara Muhammadiyah dan orang Minang adalah melalui A.R. Soetan Mansur, tokoh yang kemudian menjadi PB Muhammadiyah 2 periode (1953-1956 dan 1956-1959), lahir di Maninjau, 15 Desember 1895. Buya Mansur merupakan anak ulama kenamaan Maninjau yang bernama Abdul Somad Al-Kusaij. Buya Mansur ini merupakan murid dan kemudian menjadi menantu dari Haji Rasul.

Sebelum Muhammadiyah masuk ke ranah Minang, Buya Mansur telah jadi pengurus Muhammadiyah di Pekalongan dan bertemu langsung dengan Kiai Dahlan. Sebagai perantau, Buya Mansur selain aktif dalam memimpin Muhammadiyah di Pekalongan juga menjadi pedangang kain batik. Buya Mansur mendirikan perkumpulan padagang batik para perantau Minang untuk mengkaji Islam yang di beri nama "Nurul Islam".

Sebagaimana tokoh lainnya, Buya Mansur gemar menelurkan pikirannya lewat tulisan. Beberapa buku berkaitan dengan Muhammadiyah berhasil di tulis oleh Buya Mansur, diantaranya: Pokok-Pokok Pergerakan Muhammadiyah, dan Penerangan Asas Muhammadiyah; Hidup di Tengah Kawan dan Lawan; Tauhid Membentuk Pribadi Muslim; Rush Islam; Jihad dan lain-lain.

Selain Haji Rasul dan Buya Mansur, Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang di kenal dengan Buya Hamka, juga memiliki peran besar dalam membesarkan dan menyebarkan Muhammadiyah di ranah Minang. Tokoh kharismatik ini turut andil dalam mengukir sejarah Muhammadiyah. Mula-mula Muhammadiyah hadir di ranah Minang, Buya Hamka mendampingi Buya Mansur mendirikan cabang Muhammadiyah ke berbagai daerah.

Pada tahun 1928, Buya Hamka diangkat menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Padang Panjang. Ketika itu, usianya bari 21 tahun. Tahun 1931, ia kemudian di tunjuk menjadi Mubaligh Muhammadiyah di Makassar, lalu ditunjuk sebagai Anggota Majelis Konsul Muhammadiyah Sumatera Tengah. Dalam perjalanannya, Buya Hamka pernah menjadi Ketua MUI yang pertama (1975-1981).

Etnik Minang bisa ditemukan dengan mudah di pusat-pusat perdagangan dalam wilayah Indonesia, bahkan mancanegara. Tradisi merantau inilah yanag memudahkan penyebaran Muhammadiyah ke seluruh wilayah Sumatera bahkan di luar Sumatera. Bagi masyarakat Minang, adat dan agama tidak bisa dipisahkan. Orang Minang tidak ingin dikatakan sebagai orang yang tidak beradat dan beragama (Islam). Orang Minang dan kebiasaannya menyebabkan mereka lebih cepat dalam menimba ajaran-ajaran baru dalam dunia Islam. Berkaitan dengan Muhammadiyah, justru bukan hanya menjadi suatu organisasi baru yang menyebar dengan cepat di wilayah Minangkabau, namun mereka membawanya keluar dengan mendirikan Muhammadiyah di daerah rantau masing-masing.

Para pedagang dari Minang membantu penyebaran Muhammadiyah. Saat ini dengan 60 juta anggota, Muhammadiyah merupak organisasi Muslim terbesar di Indonesia. Muhammadiyah juga memiliki organisasi otonom.

Munculnya Muhammadiyah di ranah Minang menjadi titik episentrum baru penyebaran Muhammadiyah di seluruh Indonesia melalui jaringan kekeluargaan, guru dan murid hingga jaringan perdagangan. Etnik Minang selain di kenal sebagai etnik perantau, mereka di kenal juga ahli perdagangan. Orang Minang membawa Muhammadiyah ke daerah rantau mereka masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun