Mohon tunggu...
Isthifa Kemal
Isthifa Kemal Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Pendidikan dan pengajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refkleksi Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah Ke -48: Muhammadiyah, Lahir di Kauman Besar di Minangkabau

24 Oktober 2022   10:59 Diperbarui: 24 Oktober 2022   11:37 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa yang saat ini tidak mengenal dengan organisasi Muhammadiyah. Ya, organisasi besar di Indonesia yang di dirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah bahkan saat ini sudah mempunyai cabang-cabang istimewa di luar negeri.

Kampung Kauman yang berada di Yogyakarta merupakan saksi lahirnya organisasi ini pada 18 November 1912. Dalam Statuten Muhammadiyah (Anggaran Dasar Muhammadiyah)  yang di kirim oleh Kiai Dahlan yang disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914, tertera bahwa perhimpunan ini ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Adapun tujuan pendiriannya adalah untuk "menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallahu 'Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta dan memajukan hal Igama kepada anggauta-anggutanya."

Awalnya ajaran ini di tolak, namun berkat ketekunan dan kesebaran Kiai Dahlan, akhirnya mendapat dukungan dan sambutan dari keluarga dan kerabatnya di kampung Kauman. Profesi Kiai Dahlan sebagai pedagang sangat mendukung, sehingga dalam waktu dekat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa.

Kampung Kauman di Yogyakarta menjadi saksi lahirnya organisasi ini. Letaknya berada di sebelah barat alun-alun Keraton Kesultanan Yogyakarta, tidak jauh dari Mesjid Agung. Kampung Kauman dikenal sebagai tempat tinggal komunitas masyarakat muslim yang menjadi abdi dalem keraton. Disanalah Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dilahirkan pada tahun 1868.

Mengutip buku K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) oleh Nur Khozin dan Isnudi, asal-usul kampung Kauman memiliki keterkaitan dengan sejarah Kesultanan Yogyakarta yang di dirikan berdasarkan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian yang ditandatangani Gubernur Nicollas Hartigh itu menjadi salah satu bentuk politik pecah belah pemerintah kolonial Belanda. Tujuannya untuk melemahkan pengaruh dan wewenang pemimpin lokal.

Ayah Ahmad Dahlan, Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman, merupakan abdi dalem Kesultanan Yogyakarta. Dia menjabat sebagai Khatib di Masjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat yang bertugas memberikan Khotbah Salat Jumatsecara bergiliran dengan khatib lainnya. Ahmad Dahlan  kecil, yang kala itu masih Bernama Muhammad Darwis, di didik langsung oleh orangtuanya dalam lingkungan keluarga di kampung Kauman ini. Muhammad Darwis mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan menjelang pulang usai menjalankan ibadah Haji dan menuntu ilmu selama 5 tahun di Mekkah.

Di kampung Kauman, Kiai Dahlan pelajaran dan pengetahuan kepada laki-laki, beliau juga memberikan pelajaran kepada kaum ibu muda dalam forum pengajian yang di sebut "Sidratul Muntaha". Dimana pada siang harinya pelajaran untuk anak laki-laki dan perempuan, dan pada malam hari untuk anak laki-laki yang sudah dewasa.

Dari kampung Kauman ini juga, Muhammadiyah mendirikan 5 sekolah dasar dari  tahun 1913-1918.  Tahun 1919, Muhammadiyah mendirikan Hooge School Muhammadiyah yang merupakan sekolah lanjutan. Pada tahun 1923 diganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah, Tahun 1923 dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri dan perempuan sendiri. Akhirnya  pada tahun 1930 nama nya dirubah menjadi Mu'allimin dan Mu'allimat yang kita kenal sekarang. Keduanya kini menjadi sekolah kader Muhammadiyah yang dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pada 7 Mei 1921, Kiai Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemeintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Akhirnya permohonan itu mendapat persetujuan Pemerintah Hindia Belanda pada 2 September 1921. Dengan di terimanya permohonan ini, maka ruang gerak Muhammadiyah semakin luas. Dakwah Muhammadiyah pun semakin mantap, terutama bidang pendidikan dengan membentuk badan khusus, guna meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Badan khusus ini Bernama Majelis Pimpinan Pengajaran Muhammadiyah yang dibentuk pada 14 Juli 1923 dan di ketuai Mas Ngabehi Joyosugito. Pengaruh Muhammadiyah pada masa itu masih terbatas pada beberapa wilayah. Wilayah tersebut yaitu Surakarta, Yogyakarta, Pekalongan dan Pekajangan. Cabang-cabang Muhammadiyah ini mulai berdiri pada tahun 1922.

Kabar duka muncul, pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, meninggal dunia pada 23 Februari 1923. Perjuangan Muhammadiyah tidak pernah berhenti. Perjuangan Muhammadiyah dilanjutkan Oleh K.H. Ibrahim. Dua tahun setelah meninggal Kiai Dahlan, jumlah anggota Muhammadiyah berjumlah 4.000 anggota. Dititik ini, Muhammadiyah sudah membangun dua klinik di Surabaya dan Yogyakarta dan 55 sekolah.

Kampung Kauman telah melahirkan sosok yang sangat penting bagi bangsa. Sosok yang merubah nilai-nilai dan memberikan sebuah peradaban baru bagi negeri. Perubahannya saat ini bahkan di rasakan sampai ke luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun