Mohon tunggu...
Istanti Fatkhul Janah
Istanti Fatkhul Janah Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Seorang Ibu dari satu anak yang mengabdikan diri sebagai pembelajar, pembaca manuskrip, pengagum kearifan lokal, pengeja prasasti, penulis kisah, penyuka budaya, penikmat senja, menjalani gaya hidup 'meaning full'~

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merayakan Hari Guru dengan Tetap Menjadi Murid

27 November 2022   15:09 Diperbarui: 27 November 2022   15:14 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 25 November 2022 diperingati sebagai hari guru. Berbagai platform media sosial kebanyakan konten tentang perayaan ini. Para siswa memberikan berbagai hadiah sebagai bentuk apresiasi kepada  guru-gurunya. 

Anggota OSIS juga membuat semacam event mulai dari yang sederhana sampai dengan heboh untuk peringatan ini. Rangkaian bunga, coklat, kue tart, bucket snack, dan lain menjadi objek ungkapan ucapan terima kasih untuk para guru dari siswanya. 

Kartu ucapan dengan rangkaian bahasa yang indah menjadi wakil dari lisan para siswa yang mungkin belum mampu mengungkapkannya secara langsung. Tak lupa mereka mengabadikan setiap momen tersebut lalu membagikannya di media sosial mereka. Begitu juga para teman sejawat yang berprofesi guru. 

Beliau juga membagikan moment kemarin di akun-akunya. Memang begitulah hidup dizaman konten, segala sesuatu moment dalam hidup belum afdol rasanya tanpa upload dan share.

Hari guru diperingati sebagai bentuk apresiasi pada guru yang dianggap tugas mulia yaitu mencerdaskan anak bangsa. Memang profesi ini dianggap sebagai sesuatu yang penting meskipun pada kenyataannya antara efort kurang sebanding dengan reward. 

Padahal pekerjaan guru bukan sebuah pekerjaan yang mudah. Dalam konsepsi Jawa, syarat jadi guru ini secara tersirat dan tersurat dalam tembang Dhandanggula pada Serat Wulangreh:

"Lamun sira angguguru kaki/ amiliha manungsa kang nyata/ ingkang becik martabate/ sarta wruh ing ukum/ kang ngibadah lan kang wirangi/ sokur oleh wong kang tapa/ ingkang wus amungkul/ tan mikir paweweh ing liyan/ iku pantes sira guranana kaki/ sarta kawruhana// 

Artinya:

"Apabila kamu berguru/ pilihlah manusia nyata/ yang baik martabatnya/ serta tahu aturan/ yang beribadah dan sederhana/ syukur dapat pertapa/ yang sudah patuh/ tidak memikirkan yang diberikan ke orang lain/ itu pantas kamu berguru/ serta ketahuilah // (SIKS Bakubuwono IV, Serat Wulangreh)

Kutipan tersebut jika diterjemahkan secara umum seorang guru yang baik dalam khazanah Jawa harus memiliki kualifikasi ganda. Pertama, harus cerdas secara spiritual. 

Hubungan dengan sang pencipta harus baik, artinya menjadi hamba yang taat beragama, rajin beribadah, serta melaksanakan segala perintah Tuhan dan menjahui larangan-Nya. Kedua, cerdas secara emosional yaitu bisa bergaul dengan sesama manusia, menjadi suri teladan bagi muridnya, serta memiliki kecakapan sosial yang baik. 

Selanjutnya, cerdas intelektual di mana seorang guru harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik. Kompetensi profesional sesuai bidang yang digeluti, sedangkan pedagogik adalah kemampuan menjadi seorang guru mulai dari mengajar secara klasikal, mengupayakan bagaimana materi yang disampaikan bisa diterima oleh siswa secara maksimal, teknik mengelola kelas, teknik menghadapi siswa dengan berbagai karakter juga latar belakang, dan masih banyak lagi. 

Ketiga komponen tersebut semua memiliki peran yang sangat penting dan saling berkorelasi satu sama lain. Hal ini sejalan dengan kompetensi guru yang disampaikan oleh SIKS Pabunuwono IV pada Serat Wulangreh.

Dalam era 4.0 saat ini, jika direlevansikan kompetensi guru pada Tembang Dhandanggula dalam Serat Wulangreh tentu saja masih sangat relevansi. Namun apabila mencoba introspeksi khusunya saya pribadi masih sangat jauh bahkan sangat jauh sekali. 

Rasanya belum pantas disebut seotang guru yang bisa digugu lan ditiru. Stereotip ini memberikan tuntutan yang menurut saya sangat berat untuk seorang guru yang segala sesuatunya dituntut untuk sempurna. Padahal guru juga sama-sama manusia yang tentu saja masih banyak kekurangan yang terkadang juga khilaf. Saya kurang setuju dengan stereotip ini. 

Seharunya sekarang sudah banyak yang lebih open minded dengan cara mengambil sesuatu yang sekiranya baik dan bisa diterima oleh individu sebagai murid sehingga kesannya. Inilah kadang yang membuat pekerjaan ini lebih terasa berat disamping satu sisi juga sadar diri akan kompetensi yang kurang memadahi.

Di hari Guru ini, saya memilih merayakannya untuk tetap menjadi murid. Lebih tetapnya ketika menjadi 'murid' maka kita akan selalu belajar dan belajar, karena siapa pun itu dan setinggi posisinya saat ini tentu saja harus selalu belajar. Belajar membuat kita akan menjadi orang yang lebih tahu dan berpengalaman. Seperti kutipan dari Ki Hajar Dewantara bahwa setiap orang adalah guru dan setiap  tempat adalah sekolah. 

Belajar tidak hanya dimaknai secara tekstual ketika terikan dengan sebuah lembaga, tetapi secara konteks bahwa dalam perjalanan hidup ini semua harus selalu menambah pengetahuan untuk hidup yang lebih baik lagi. 

Agama juga selalu menekankan setiap insan untuk menjadi orang yang berilmu. Siapa pun yang ada di dunia ini pasti akan ada pelajaran yang bisa kita petik serta di mana pun tempatnya akan menjadi sebuah pengalaman baru. Waktu terus berjalan jika tidak mau belajar maka dengan sendirinya akan terseleksi oleh semesta.

Di hari guru ini, saya juga berjanji pada diri sendiri untuk selalu dana terus belajar apa pun itu. Lebih memantaskan diri menjadi seorang pentransfer ilmu terlepas dengan tidak sejalannya dengan stereotip digugu lan ditiru. Di manapun saya, nanti ataupun sekarang akan tetap belajar dan belajar. Entah besok menjadi guru PNS, guru PPPK, guru honorer dan guru apa pun pada dasarnya semua memiliki tanggung jawab yang sama. 

Tak lupa saya haturkan salam hormat saya untuk para guru sejati dalam 'perjalanan' ini yang sudah memberikan banyak pencerahan sampai dititik ini. Sungguh jasamu abadi. Terakhir untuk semua teman sejawat, mari terus belajar untuk bisa memaksimalkan kompetensi diri dan memperbaiki diri supaya bisa memberikan yang terbaik untuk para murid dalam menggapai asa pasti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun