Sederhana adalah karakter untuk hidup efektif. Kesederhanaan adalah kemampuan memelihara ketulusan, melihat inti dan memisahkannya dari pernik, memilah mana pokok dan mana cabang, dan fokus dalam menemukan hakikat. Sederhana juga berarti tidak mengada-ada, memudahkan bukan menyulitkan, dan selaras dengan hukum alam.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap sederhana selalu memukau banyak orang dari zaman ke zaman. Betapa efektifnya hidup dalam kesederhanaan, tetapi tidak demikian dalam praktiknya.
Saya sering menganggap kesederhanaan itu dengan hal remeh. Senyum anak ketika berhasil menyiapkan hidangan berbuka puasa, saya sepelekan. Kesabaran anak mengelola amarah saat saya kritik berlebihan, saya anggap biasa-biasa saja. Mungkin saya baru mengacungkan jempol ketika anak mendapat nilai 9 atau 10. Saya lupa bahwa yang sederhana itu bisa jadi sebuah hakikat.Â
Sederhana dalam puasa juga termasuk dalam hal tidak makan berlebihan saat sahur atau buka. Secukupnya saja sekadar mendapat energi untuk melakukan ibadah-badah Ramadhan lainnya. Sebab, jika makan berlebihan yang terjadi malah terasa mual atau ngantuk, sehingga menghambat ibadah-ibadah berikutnya.
3. Sabar
Sabar adalah karakter untuk sukses. Padahal, manusia punya kecenderungan untuk tidak sabar. Manusia ingin segala sesuatu berjalan sesuai rencananya. Melalui proses pendewasaanlah manusia belajar sabar dan harus punya kesabaran yang berlimpah dahulu untuk belajar sabar.
Bulan Ramadhan mendidik umat Islam melalui pemahaman yang mendalam tentang potensi dan kendala internal dan eksternal, sehingga bisa menyiapkan, menjalankan, memberikan, dan mendapatkan hasil Ramadhan terbaik dari tahun ke tahun. Lebih dari itu, kesabaran akan mengantarkan siapa saja menuju kesuksesan.
Kebayang jika saya tidak sabar menunggu waktu buka sekira 3 jam lagi, pasti saya sudah tidak sukses menjalankan puasa Ramadhan di hari pertama. Sore hari itu saat tilawah Alquran bersama keluarga, tiba-tiba rasa mual yang terasa sejak siang hari muncul kembali. Ditambah kepala kliyengan. Saya sudah bilang mau buka saja sebelum muntah. Namun, anak-anak dan suami minta saya bertahan dan rebahan saja sambil menunggu azan Maghrib. Alhamdulillaah, mual dan kliyengan mereda. Saya pun  bisa berbuka.
Kualitas soft skill saya bisa jadi berbeda dengan orang lain. Tidak masalah. Yang penting berniat dan berdoa agar kualitasnya bisa di-upgrade dari Ramadhan ke Ramadhan, sehingga Ramadhan bisa diakhiri dengan kesuksesan yaitu menjadi manusia yang bertaqwa.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H