Ibu saya sering juga meminjamkan uang kepada kawan kerabat yang membutuhkan. Ada yang disiplin mengembalikan amanah hutang. Ada juga yang ngemplang. Padahal tanpa embel-embel bunga atau semacamnya. Uang kembali utuh saja sudah bagus. Kadang ibu jengkel menghadapi situasi ini, tetapi tetap tak berdaya jika ada yang memelas pinjam uang lagi. Jika ini yang terjadi, anak-anaknya deh yang gemes.
Saya sangat termotivasi dengan karakter senang berbagi yang dimiliki ibu saya. Saya berharap karakter ini menjadi gen yang bisa diwariskan kepada keturunan-keturunannya. Gen yang mendarah daging. Gen yang menghasilkan rasa bahagia karena membahagiakan orang lain. Bukankah rezeki kita sejatinya ada di kemuliaan dan kebahagiaan orang lain?
4. Memasak
Ibu saya adalah koki terbaik di dunia. Makanannya selalu enak karena dimasak dengan penuh renjana, rasa cinta yang kuat pada keluarga. Apapun masakannya selalu menggugah selera. Dikombinasikan dengan rasa lapar jadi ingin nambah dan nambah. Sayur kelor, tempe penyet, dan ikan asin adalah favorit keluarga kami. Sederhana tapi penuh makna.
Ibu saya sampai sengaja menanam pohon kelor di halaman depan dan belakang rumah. Ada juga pohon pisang, belimbing wuluh, jeruk purut, kunyit, jahe, kencur, kunci, kemangi, dll. Sewaktu-waktu perlu tinggal dipetik langsung. Ada juga kolam ikan lele. Lelenya beli di pasar kemudian dipelihara di kolam. Sewaktu-waktu perlu tinggal diambil dan diolah.
Ibu saya kalau masak suka banyak porsinya. Bikin sayur brongkos bisa sepanci gede. Alasannya biar bisa berbagi dengan yang lain. Dan benar saja. Tetangga dari ujung kanan sampai ujung kiri gang kebagian semua. Jika anak-anaknya balik dari mudik lebaran pasti dibekali bumbu pecel dan kering tempe bikinan sendiri. Nendang banget rasanya. Jadi kangen pulang kampung.
5. Olahraga
Olahraga mempertemukan ibu dan bapak saya sampai ke  pelaminan. Semasa mudanya dulu, mereka berdua adalah pemain voli. Ceritanya, ibu saya mengalami kekalahan dalam sebuah turnamen. Rasa kecewa yang menganga membuat ibu saya termehek-mehek di tengah lapangan. Bapak mendekati ibu untuk menghiburnya. Gayung bersambut dan mulailah tumbuh benih-benih kasih. Witing trisno jalaran soko kulino (awal cinta karena terbiasa). Mereka lalu menikah pada tahun 1971 lalu lahirlah kami berlima. Saya adalah anak tertua.
Setelah berumah tangga, ibu menekuni olahraga tenis lapangan bersama istri-istri karyawan pabrik gula tempat bapak bekerja. Gerakan ibu saya lincah, pergaulannya luas, dan dapat bonus sehat. Saya dan anak-anak karyawan lainnya juga dilatih bermain tenis oleh pelatih profesional. Pabrik yang memfasilitasinya.
Ibu saya aktif melakukan senam jantung sehat saat ini. Hampir tiap pagi ibu senam bersama teman-teman sekomunitas di GOR Wirabakti dekat rumah. Bermandikan cahaya matahari pagi, berhembuskan angin sepoi-sepoi. Meskipun setelah senam dilanjut dengan kulineran ini itu, yang penting hepi. Kadang-kadang dilanjut menengok temannya yang sedang berduka atau sakit. Bersosialisasi seperti ini pun membuat ibu saya bunga hati.
6. Rekreasi
Usia lansia tidak menghalangi ibu saya untuk jalan-jalan, rekreasi, dan relaksasi. Bersama keluarga, geng RT/RW, kelompok pengajian masjid, grup arisan, atau perkumpulan senam, ibu saya sudah mengunjungi tempat-tempat wisata seperti Borobudur, Watu Ulo, Pantai Kuta, Pesantren Darut Tauhid Bandung, Lembang, Batu Malang, Bromo, Pasir Putih, wisata Wali Songo, Kuala Lumpur, Thoif, dll.
Permintaan ibu saya terkadang cukup sederhana. Hanya ingin diantar adik saya berkeliling kota Lumajang, kota antimacet. Makanya, mau keliling berkali-kali juga tidak perlu waktu berjam-jam. Sebentar saja sudah balik lagi ke rumah. Gini saja sudah bikin ibu saya bahagia. Apa-apa yang membahagiakan ibu, saya pun turut bahagia.