Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Keimanan adalah Titik Pertama Self-Healing

7 April 2022   11:01 Diperbarui: 7 April 2022   11:05 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keimanan adalah titik pertama self healing. Foto: PXhere

"Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS Ar-Ra'du (13) ayat 28)

Akhir-akhir ini kosa kata self healing berseliweran di dunia maya maupun di dunia nyata. Sering dibahas sejak kita makin sadar dan peduli dengan kesehatan mental. 

Self healing adalah sebuah perjalanan yang personal bagi setiap individu. Bertujuan untuk menenangkan dan menenteramkan hati. Pulih dimulai dari membuka hati atas pilihan yang dimiliki.

Penyakit mental saat ini sedang banyak disorot, menyusul kasus seorang ibu depresi yang tega menggorok tiga putranya. Na'uudzubillaahi mindzaalik. Mengapa mental yang depresi menimbulkan rasa gelisah, galau, dan cemas? Karena tidak yakin dengan jaminan Allah. Jangan-jangan hatinya tertutup dari ajaran Allah.

Hadirkan ayat-ayat Allah tentang jaminan Allah, maka ini akan menjadi obat. Parameter pertama adalah senang terhadap ajaran Allah. Hati pun menjadi tenang. Syarat pertama hati terbuka menerima ayat-ayat Allah adalah keimanan.*

Bulan Ramadan adalah bulan istimewa. Begitu istimewanya bulan ini sehingga dalam QS Al-Baqarah (2) ayat 183 tentang puasa dibuka dengan kalimat,"Yaa ayyuhalladziina aamanuu," Menurut Ibnu Mas'ud,  bila ada ayat yang dimulai dengan kalimat ini biasanya akan ada informasi yang penting, baik perintah atau larangan. Maka, dengarkan dan siapkan hati kita untuk menerimanya.

Kadar iman itu bisa naik turun. Iman bisa bertambah dengan kenikmatan. Iman juga bisa berkurang dengan kemaksiatan. Bagaimana cara menakar barometer keimanan? Bila ada amal kebaikan maka hatinya bahagia dan berusaha untuk melakukannya. Bila ada peluang berbuat buruk maka tumbuh rasa tidak suka sehingga ia memalingkan keburukannya.

Orang yang beriman pada Allah akan sadar siapa pencipta dirinya. Hadir ke dunia dengan izin Allah. Jika ada masalah, dia akan menyerahkan urusannya pada Allah. Jika dia depresi dengan masalah sehingga bertindak di luar kontrol, maka cek lagi hubungannya dengan Allah, keimanannya pada Allah. Keimanan inilah titik pertama self healing.

Jika ada masalah dia berkata sami'na wa atho'na. Aku dengar dan aku taat. Menyerahkan penyelesaian berdasarkan petunjuk Allah. Maka Allah akan menjamin kebahagiaannya.

Memang jaminan kebahagiaan ini belum terlihat. Baru berupa cerita yang disebutkan dalam Alquran. Namun saat sakaratul maut nanti, Allah menampakkan perbuatan baik atau perbuatan buruknya. Ditampakkan pula kelak di mana tempatnya berada.

Orang yang beriman tempatnya di surga sehingga ia ingin disegerakan hisabnya di akhirat. Sebaliknya, orang yang ingkar ditempatkan di neraka sehingga ia ingin dikembalikan ke dunia untuk melakukan amal baik yang selama ini ditinggalkan. Terlambat sudah.

Allah berjanji akan mengumpulkan orang-orang yang beriman dengan para nabi, dengan orang-orang salih, dan dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.

Target dari QS Al-Baqarah (2) ayat 183 adalah menjadi orang-orang yang bertakwa. Allah menjamin orang yang bertaqwa dengan memberi jalan keluar atas masalahnya dari arah yang tidak disangka-sangka, diberi rezeki berlimpah, dan dihapuskan segala dosa.

Apa ciri-ciri iman bertambah? Mudah mengingat Allah, banyak beramal saleh, dan banyak berdoa. Ciri amal diterima yaitu Allah akan memudahkan seseorang terus-menerus beramal saleh lainnya. Dia tidak merasa jumawa dengan amalnya. Justru merasa was-was apakah amalnya akan diterima Allah. Oleh karena itu, ia akan berusaha terus menerus berbuat baik.

Ciri-ciri iman berkurang adalah sebaliknya. Susah mengingat Allah, kurang beramal saleh, dan tidak banyak berdoa. Peluang-peluang kebaikan diabaikan begitu saja sehingga masuk bibit-bibit kejahatan. Inilah pangkal terjadinya berbagai masalah.

Manusia adalah makhluk hauqalah. Makhluk yang tiada daya dan upaya kecuali atas kekuatan Allah yang Mahatinggi lagi Mahaagung.

Ingatlah! Saat kita lahir tidak membawa apa-apa, namun Allah yang mencukupi. Ingatlah! Saat kita ditimpa banyak masalah, Allah yang memberi solusi. Maka, serahkan hanya kepada-Nya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun