Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dua Masjid Bersejarah di Bursa

5 April 2022   00:28 Diperbarui: 5 April 2022   00:36 1683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman samping Green Mosque yang rimbun dan sejuk. Foto: Dokumen Pribadi

Perjalanan dilanjutkan ke Green Mosque and Tomb Bursa (Masjid Hijau dan Makam Bursa). Penamaan Green Mosque, Masjid Hijau, atau Yesil Camii ini karena warna interior masjid yang sebagian didominasi warna hijau dan toska. Masjid ini berdiri di atas sebuah bukit di Kota Bursa, dikenal juga dengan kawasan Yesil atau kawasan Hijau. Taman di samping masjid memang hijau dipandang. Pepohonan rimbunnya menyegarkan udara sekitar, membuat nyaman beribadah atau sekedar melepas penat dengan duduk-duduk di bangku taman. Tidak kulewatkan untuk berfoto ria dengan suamiku. 

Halaman samping Green Mosque yang rimbun dan sejuk. Foto: Dokumen Pribadi
Halaman samping Green Mosque yang rimbun dan sejuk. Foto: Dokumen Pribadi

Masjid Hijau dibangun antara tahun 1419-1421 oleh Sultan Celebi Mehmet. Perancangnya adalah Haci Ivaz Pasha dengan gaya arsitektur Islam dan Utsmaniyah berupa kubah dan menara. Di depan pintu masuk masjid terdapat bangunan mirip gazebo untuk berwudu. Setelah melihat-lihat sebentar bagian dalam masjid, aku dan suami hendak meninggalkan masjid tetapi dicegat oleh seorang lelaki paruh baya. Sepertinya pengurus masjid. Beliau menawarkan diri dengan sopan untuk memberi penjelasan tentang sejarah Masjid Hijau. Namun, kami tidak bisa dan minta maaf karena harus segera bergabung dengan rombongan. 

Tempat wudu mirip gazebo di halaman depan Green Mosque. Foto: Dokumen Pribadi
Tempat wudu mirip gazebo di halaman depan Green Mosque. Foto: Dokumen Pribadi

Keluar dari masjid, kami bertemu seorang nenek menjajakan gasing. Cara memainkannya dengan melilitkan tali di permukaan gasing lalu gasing dijatuhkan dengan tetap memegang talinya. Gasing berputar-putar cukup lama. Gampang ternyata. Kubeli dua gasing untuk keponakan dan untuk murid-muridku. Sayang, nenek penjual tidak memberikan uang kembalian. Dia berbicara bahasa Turki. Aku tidak paham. Meskipun rada kesel, akhirnya kurelakan nenek penjual menyimpan kembalianku. Semoga jadi uang tambahan baginya.      

Di seberang jalan masjid terdapat komplek makam Sultan-Sultan Celebi Mehmet dan keluarganya. Letaknya di atas bukit juga. Kami tidak masuk ke dalam komplek makam, hanya melihat dari bagian depannya saja. 

Silk House atau Rumah Sutra. Foto: Dokumen Pribadi
Silk House atau Rumah Sutra. Foto: Dokumen Pribadi

Tidak jauh dari Green Mosque terdapat Silk House. Deretan rumah bertingkat tiga dengan warna merah, hijau, dan kuning.  Rumah ini menawarkan aneka sutra, kaus,  lampu warna-warni khas Turki, dan aneka suvenir lainnya. Kerudung suteranya halus sekali. Wajar harganya mahal. Tetapi, harga barang-barang yang lain ternyata juga mahal. Kami tidak membeli apapun di sini. Puas berkeliling ke semua lantai, kami turun melewati tangga kayu dan melanjutkan kunjungan ke Grand Mosque.

Menara Grand Mosque. Foto: Dokumen Pribadi
Menara Grand Mosque. Foto: Dokumen Pribadi

Grand Mosque, Ulu Camii, atau Masjid Agung Bursa merupakan masjid terbesar di Bursa. Masjid satu lantai ini dibangun pada awal masa Kesultanan Utsmaniyah. Badan dunia UNESCO telah memasukkan Masjid Agung Bursa ke dalam daftar warisan budaya dunia di tahun 2014 dengan menyebut Masjid Agung Bursa sebagai salah satu masjid terpenting dalam sejarah Islam. 

Grand Mosque masuk dalam daftar warisan dunia yang diakui UNESCO. Foto: Dokumen Pribadi
Grand Mosque masuk dalam daftar warisan dunia yang diakui UNESCO. Foto: Dokumen Pribadi

Selain dua puluh kubah besar, masjid ini juga dilengkapi dengan dua menara. Pelatarannya luas dan memiliki deretan tempat wudu yang dinaungi pepohonan tinggi berusia sangat tua. Para pengunjung membuka sepatu di depan pintu dan meletakkannya di dalam rak-rak sepatu yang tersebar di bagian dalam masjid. Di bagian tengah masjid ada tempat wudu dengan kolam dan air mancur di tengah. Air tumpah ke dasar kolam yang berwarna biru muda. Karena letaknya yang terbuka, hanya para pria yang wudu di sini. 

Selain di luar masjid, ada juga tempat wudu di bagian tengah masjid. Unik, ya! Foto: Dokumen Pribadi
Selain di luar masjid, ada juga tempat wudu di bagian tengah masjid. Unik, ya! Foto: Dokumen Pribadi

Kubah masjid memasukkan cahaya matahari ke dalam ruangan masjid seluas lima ribu meter persegi ini. Udara yang masuk dan air kolam menyejukkan suasana di dalam. Namun, karpet tebal berwarna dominan merah mampu menghangatkan kaki yang kedinginan. Di sekitar Ulu Camii terdapat pusat perbelanjaan.

Dalam perjalanan menuju kota Izmir, rombongan singgah di rest area untuk makan siang. Menunya hampir sama dengan menu kebab hari pertama. Bedanya yang ini kebab sapi. 

Kebab sapi. Foto: Dokumen Pribadi
Kebab sapi. Foto: Dokumen Pribadi

Saat menikmati makan siang, aku tidak sengaja melihat Elif sedang berpelukan dan berciuman dengan pria pemandu lokal dari agen travel sebelah. Seolah-olah mengucapkan selamat tinggal. Aroma hidup bebas mulai terasa melihat kejadian itu. Tentu saja ini pemandangan tidak biasa yang membuatku risih. Sangat disayangkan, rombongan yang hampir semuanya berjilbab mendapat pemandu lokal yang tidak seirama.  Sepanjang jalan aku kepikiran. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun