Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Selamat Datang di Istanbul

3 April 2022   23:40 Diperbarui: 3 April 2022   23:45 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terowongan Laut Marmaray. Foto: Dokumen Pribadi.

 

Buku adalah pesawat, juga kereta api, juga jalan. Mereka adalah tujuan, juga petualangan. Mereka adalah rumah. 

(Anna Quindlen)

Aku dan suamiku berencana melakukan tur ke Turki di usia pernikahan perak kami. Sambil menabung sekira satu atau dua tahun lagi. Namun, takdir Allah memajukannya di usia dua puluh dua tahun pernikahan. Pilihan kami ke Turki bukan karena tergila-gila oleh serial drama tivi "Elif". Kami pilih Turki karena Turki adalah Eurasia, perpaduan benua Eropa dan Asia. Pasti menyimpan banyak keunikan di sana. Dan, tentu saja karena biayanya terjangkau. Kami bergabung dengan salah satu travel di Bandung dan melakukan tur dari tanggal 17-26 April 2018 saat musim semi yang masih dingin. Satu rombongan ada sebelas orang termasuk pendamping wisata dari Indonesia. Tiga laki-laki dan delapan perempuan. 

Ada dua koper dan dua tas besar yang kubawa. Yang di tas besar berisi beberapa pasang sepatu dan baju-baju hangat: jaket, sweater, syal, thermal cloth, kaos kaki, dan kaos tangan. Thermal cloth terdiri dari atasan dan bawahan celana semacam legging, bagian dalamnya terbuat dari bahan wol yang bisa menahan panas. Banyak bawaannya. Ya, sekalian buat foto-foto alias ootd, outfit of the day.  

Kami terbang bersama Qatar Airways sekira 10 jam. Transit di Hamad International Airport, Doha, Qatar. Bandara ini menjadi salah satu hub penerbangan dunia. Dalam melakukan perjalanan dari benua Asia ke benua Eropa dengan menggunakan maskapai asal Timur Tengah seperti Qatar Airways, biasanya penumpang memang harus melakukan transit di bandara ini. Transit bisa dilakukan dalam waktu 6 jam, 9 jam, atau bahkan 24 jam. 

The Lamp Bear di Hamad International Airport, Doha, Qatar. Foto: Dokumen Pribadi.
The Lamp Bear di Hamad International Airport, Doha, Qatar. Foto: Dokumen Pribadi.

Bandara yang dibuka pada April 2014 ini menawarkan berbagai  fasilitas. Di antaranya, ada The Lamp Bear yang sangat fenomenal. The Lamp Bear berwarna kuning dan terbuat dari perunggu dengan berat dua puluh ton. Ada juga koneksi wifi gratis dan aksesnya sangat cepat. Charging area-nya juga banyak. Buru-buru aku isi baterai hapeku  supaya bisa on terus.  Ada juga tempat istirahat gratis. Di sana terdapat kamar-kamar yang tenang dengan pencahayaan redup serta bagian khusus untuk pria dan wanita.

Penerbangan dari Doha ke Istanbul ditempuh selama 4 jam. Kami mendarat di Bandar Udara Internasional Sabiha Gokcen. Sabiha Gokcen adalah nama pilot wanita pertama Turki sekaligus pilot pesawat tempur wanita pertama di dunia yang dicatat oleh The Guinness Book World Records. Sabiha adalah yatim piatu yang diangkat sebagai anak oleh Ataturk. 

Bandara Internasional Sabiha Gokcen, Istanbul.
Bandara Internasional Sabiha Gokcen, Istanbul.

Bandara ini berada di sisi Asia dari kota dua benua tersebut. Bandara ini dibangun karena Bandar Udara Internasional Ataturk di sisi Eropa tidak cukup untuk menampung ledakan penumpang domestik maupun internasional. Kapasitas terminal internasional ini tiga juta penumpang per tahun dan terminal domestik setengah juta per tahun. Di bandara, suamiku menukar uang dolar dengan uang lira.

Rombongan kami dijemput oleh pemandu wisata lokal. Seorang wanita peranakan Turki-Eropa berusia tiga puluh tahunan. Sebut saja namanya Elif. Hehehe. Komunikasi dilakukan dalam Bahasa Inggris karena pemandunya belum lancar berbahasa Indonesia.  Lalu apakah aku lancar berbahasa Inggris? Nggak juga. Ah, yang penting i know you know-lah! 

Oh ya, pemerintah Turki sangat antusias dalam mengembangkan sektor pariwisata. Tak heran, ada banyak destinasi wisata unggulan yang dikunjungi oleh wisatawan. Kota Istanbul menyimpan banyak peninggalan sejarah yang masih terlihat megah hingga saat ini. Hal itu wajar karena dahulu berdiri kerajaan besar Ottoman yang pernah berjaya di Turki.

Hari Pertama. Mobil wisata yang disopiri oleh Baba Yusuf membawa kami menyusuri jalanan kota Istanbul melewati Terowongan Laut Marmaray. Marmaray merupakan jalur kereta api sekaligus terowongan yang berada di Istanbul. Tempat ini memiliki terowongan kereta api yang berada di Selat Bosphorus. Panjang dari terowongan yang melewati bawah air sekira tiga belas kilometeran. 

Terowongan Laut Marmaray. Foto: Dokumen Pribadi.
Terowongan Laut Marmaray. Foto: Dokumen Pribadi.

Pembangunan dimulai pada tahun 2004 dengan melakukan penggalian dan juga pembuatan konstruksi jalur kereta. Pembangunan sempat tertunda karena saat penggalian ditemukan benda-benda peninggalan bersejarah. Nama Marmaray berasal dari penggabungan nama Laut Marmara dengan "Kara Ray" yang berarti rel.

Kami makan siang di restoran kebab. Di meja yang terdiri dari empat orang, disajikan nasi, tortila ukuran lebar bertabur wijen hitam, kebab daging domba, kuah saus, irisan jeruk sunkist, dan salad sayur. 

Sayurnya ada wortel, kol putih, kol ungu, dan selada. Tortila dibuat dari adonan terigu, garam, minyak sayur dan juga air hangat. Adonan dipanggang mirip kulit lumpia tapi lebih tebal. 

Kebab domba. Foto: Dokumen Pribadi.
Kebab domba. Foto: Dokumen Pribadi.

Kebabnya seperti steak, bentuk batang pipih, bukan irisan tipis-tipis. Kami makan kebabnya tidak digulung seperti layaknya kebab di Indonesia tetapi seperti makan nasi biasa dengan lauk kebab dan salad sayur. Jika mau makan tortila tinggal disobek saja lalu dicelup ke kuah saus. Sebagai penggemar daging domba, saat mengunyah kebab, aroma gurih dombanya cukup terasa.  

Kami lalu mengunjungi Masjid Biru (Blue Mosque) atau Masjid Sultan Ahmed. Kami melakukan salat jamak qashar Zuhur dan Asar. Sejarah di balik masjid ini adalah kekalahan Kekaisaran Ottoman saat berperang dengan Persia tahun 1603-1618. 

Untuk mengangkat kembali kekuasaan  Kekaisaran Ottoman, Sultan Ahmed I membangun Masjid Sultan Ahmed. Masjid megah dengan enam menara yang menjulang tinggi menjadi bangunan paling ikonik kota Istanbul. 

Blue Mosque (Masjid Biru). Foto: Dokumen Pribadi.
Blue Mosque (Masjid Biru). Foto: Dokumen Pribadi.

Mengapa dinamakan Masjid Biru? Karena interiornya dilapisi oleh 20.000 lebih ubin Iznik berwarna pirus dengan desain tulip merah. Selain itu, lantai dua masjid juga dicat biru dengan cahaya matahari yang masuk melalui lebih dari dua ratus jendela kaca patri. Selain untuk ibadah, Masjid Biru dibuka juga untuk kunjungan wisata di luar waktu salat wajib berjemaah lima waktu.

Setelah dari Masjid Biru kami beranjak ke Topkapi Palace melewati beberapa tugu tinggi yang disebut Hippodrome. Hippodrome dibangun oleh kaisar Romawi  bernama Septimus Severus pada tahun 203 SM. 

Pada masanya, Hippodrome digunakan sebagai pusat aktivitas olah raga, arena pacuan kereta kuda, acara seni, dan pertarungan gladiator saat itu. Penonton melihat atraksi dari tribun. Arena pertunjukannya mirip dengan lapangan sepak bola saat ini walaupun berbeda ukuran dan bentuknya. Sekarang tempat ini terlihat seperti taman biasa.

Hippodrome. Foto: Dokumen Pribadi.
Hippodrome. Foto: Dokumen Pribadi.

Topkapi Pallace atau Istana Topkapi adalah kediaman resmi Sultan Utsmaniyah (Sultan Ottoman) selama lebih dari enam ratus tahun. Istana ini dibangun pada tahun 1459 atas perintah Sultan Mehmed II. Setelah jatuhnya Utsmaniyah pada tahun 1921, istana ini dijadikan museum berdasarkan dekrit pemerintah tanggal 3 April 1924. Pintu gerbangnya mirip benteng Takeshi. 

Banyak bangunan kecil di dalamnya. Setiap bangunan bak diorama besar, menceritakan tentang masa kejayaan Kesultanan Utsmaniyah yang mengagumkan. Terbayang betapa enaknya tinggal di istana ini, dikelilingi taman-taman dengan bunga-bunganya yang cantik sambil menikmati pemandangan Laut Marmara dan Selat Bosphorus di kejauhan. 

Banyak koleksi benda peninggalan Kesultanan Ottoman ini. Termasuk peninggalan penting dari dunia Muslim yaitu pedang dan jubah Nabi Muhammad SAW. Ada peristiwa lucu saat Elif menjelaskan tentang sejarah Topkapi Pallace. Aku dan suamiku melipir pelan-pelan ke belakang lantas kabur memasuki area dalam istana. 

Topkapi Pallace (Istana Topkapi). Foto: Dokumen Pribadi.
Topkapi Pallace (Istana Topkapi). Foto: Dokumen Pribadi.

Sejarah tentang tempat wisata yang dikunjungi bisa didapat dari internet. Tetapi, durasi kunjungan cukup terbatas sehingga aku tidak mau kehilangan momen untuk foto-foto dengan latar belakang pemandangan istana. Karena lelah berjalan dengan sepatu berhak lima sentian dan hawa dingin yang merasuk ke dalam sepatu, kakiku mengalami kram. Atau, inikah hukuman karena kabur? Aku tidak peduli. Pada saatnya harus berkumpul di tempat yang telah ditentukan, peserta tur datang terlambat. Ini membuat Elif agak kesal.  

Kami menginap di Celik Palace Hotel Bursa. Hotel bintang lima ini menawarkan panorama Bursa dengan latar belakang Gunung Uludag yang terkenal dengan wisata saljunya. Masuk hotel disambut dengan makan malam. 

Menunya ada paha ayam goreng ukuran jumbo. Seporsi isi dua paha ayam. Saat terlelap tidur, tiba-tiba kakiku kram lagi. Sakit sekali. Spontan suamiku bangun memijat kakiku. 

Pemandangan pagi hari di depan jendela kamar hotel. Foto: Dokumen Pribadi.
Pemandangan pagi hari di depan jendela kamar hotel. Foto: Dokumen Pribadi.

Pagi hari saat membuka jendela kamar, aku benar-benar disuguhi pemandangan bukit dengan banyak rumah dan hotel di atasnya. Takjub. Restoran hotel ini menyajikan masakan internasional. 

Aku memilih tumis terong, paprika, tomat, salad sayur, buah-buahan, roti, selai, madu, dan aneka kacang-kacangan. Setelah berfoto dengan anggota rombongan yang lain, aku dan suamiku mencari udara segar di teras restoran. Bbrrhh. Masih dingin ternyata.

Pemandangan di bagian sisi lain hotel. Foto: Dokumen Pribadi.
Pemandangan di bagian sisi lain hotel. Foto: Dokumen Pribadi.

Hari Kedua. Bagi turis yang mengunjungi Turki dalam jumlah besar dan memakai jasa agen travel, biasanya akan dibawa ke salah satu toko oleh-oleh. Kata Winta, pemandu wisata dari Indonesia, ini adalah kerja sama antara agen travel dengan pemerintah Turki dalam mendukung bisnis wisata mereka. Pendapatan diperoleh dari para turis yang belanja di toko. Jika ada agen travel yang melanggar kerja sama ini bisa kena sanksi. 

Kami mampir ke Toko Munira yang menjual berbagai macam barang. Ada parfum, sabun, safron, cokelat, Turkish delight (dodol Turki), teh apel, kacang-kacangan, minyak zaitun, dll.

Pelayannya pandai sekali berpromosi pakai Bahasa Inggris disertai demo produk. Beberapa helai safron yang katanya asli, saat dicelupkan ke dalam gelas berisi air akan mengubah warna air menjadi kuning secara perlahan. 

Di toko oleh-oleh khas Turki. Foto: Dokumen Pribadi.
Di toko oleh-oleh khas Turki. Foto: Dokumen Pribadi.

Dia juga menjelaskan tentang minyak zaitun yang asli. Pengunjung pun seperti terhipnotis, manggut-manggut, lalu dipersilahkan mencicipi produknya. Aku tergoda juga membeli sebotol minyak zaitun dan sekilo dodol  Turki  dengan harga lebih dari setengah juta. Rada kaget gimana gitu. 

Foto: Dokumen Pribadi.
Foto: Dokumen Pribadi.

Setelah bayar di kasir, aku langsung keluar toko, pakai kaca mata kuda supaya tidak tengok kanan kiri lagi. Saat belanja harus fokus, jangan kalap. Beli satu item saja cukup sebagai tanda kita pernah datang ke toko ini. Jika beli barang yang ditimbang, perhatikan baik-baik angka kiloannya seperti yang kita inginkan. Sebab, kita harus bayar lebih jika timbangannya sengaja dilebihkan oleh pelayan. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun