Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Catatan Ramadan Selama Pandemi Covid-19: Taman Surga

2 April 2022   14:49 Diperbarui: 2 April 2022   15:02 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  

Sejak pandemi covid-19 melanda seluruh penduduk bumi termasuk di tanah pertiwi pada awal tahun 2020 lalu, ada banyak perubahan yang terjadi dalam hidup. Tidak terkecuali dalam hal ibadah. Biasanya masjid dipenuhi jemaah salat yang terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, dan juga anak-anak. Saat pandemi, jemaah dipastikan berkurang bahkan ada yang menutup masjid sebagai ikhtiar menyetop penyebaran virus berbentuk mahkota (crown) ini.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa agar umat beribadah di rumah. Beberapa ulama yang kami ikuti ceramah-ceramahnya juga menyerukan ibadah di rumah saja. Aa Gym, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Adi Hidayat, dan Ustadz Bachtiar Nasir. Fatwa dan saran beliau-beliau ini tentu dilandasi keilmuan yang diambil dari Alquran dan As-Sunnah Rasulullaah SAW. Ditambah landasan dari sisi kesehatan. Aa Gym malah dari awal sudah menutup Masjid Daarut Tauhid. Beliau juga gencar halo-halo mengingatkan warga untuk tetap di rumah demi menghindari bahaya covid ini.

Menurut Ustadz Abdul Somad, dengan beribadah di rumah bukan berarti kita sedang meninggalkan masjid. Kita sedang berpindah dari satu sunnah ke sunnah yang lain. Dalam kondisi aman tanpa wabah, memakmurkan masjid adalah sunnah. Namun di saat ada wabah penyakit seperti sekarang ini, sunnahnya adalah memilih keselamatan dengan ibadah di rumah. Sebagaimana Rasulullaah SAW berkata,"Larilah dari orang yang kena wabah penyakit sebagaimana engkau lari dari singa." 

Kita tidak tahu siapa yang membawa penyakit. Bisa orang lain bisa juga kita. Bagaimana jika sudah berusaha tapi tetap kena penyakit juga? Harus meyakini rukun iman yang keenam, yaitu iman pada takdir baik maupun takdir buruk. Tawakal 'alallah. Berserah diri kepada Allah.

Aku dan keluarga mantap memilih beribadah di rumah sejak akhir Maret 2020, walaupun masjid di RW kami tetap dibuka untuk salat berjemaah. Selain mengikuti fatwa dan saran para ulama, pertimbangan lainnya adalah kami baru balik dari kampung halaman setelah wafatnya bapak rahimahullah. 

Kami melakukan perjalanan udara dari Surabaya ke Jakarta. Berlabuh di Bandung. Dilanjut isolasi mandiri di rumah selama minimal 14 hari sebagai ikhtiar melindungi diri sendiri dan orang lain dari terkena wabah. Sebab, virus ini memang tidak kelihatan dan tidak membeda-bedakan. Bisa jadi kita dan mereka yang di luar sana adalah bagian dari OTG (orang tanpa gejala).

Kami memilih satu sudut rumah kami untuk dijadikan musala yaitu ruang keluarga di lantai bawah. Ukurannya sekitar 3 m x 5 m. Di sana ada sofa hijau yang bisa diubah jadi tempat tidur, selembar karpet berpola lingkaran, seperangkat sound system, dan rak kayu bersusun tiga berisi buku dan foto, serta sebuah tivi layar datar. Di tembok ruangan terpasang jam dinding, beberapa foto, lukisan abstrak, kaligrafi, gitar, dan cermin kaca. Di sinilah secuil taman surga itu kami cipta dan rawatkan. Tidak mewah memang tetapi sungguh menghangatkan hati dan suasana.

Aku, Yayang Bebeb, dan gadis bungsuku beraktifitas di sini. Ibadah salat wajib dan sunnah, tadarus Alquran, berdoa, dzikir, baca buku agama, menulis, berdiskusi, mendengar atau menonton ceramah, tarawih, tidur dan iktikaf 10 hari terakhir Ramadan, serta salat Idul Fitri. Yayang Bebeb jadi imam full selama di rumah. 

Kami tetap bahagia dan semangat puasa meski tidak bukber di luar. Memang sudah niat aku tidak akan menghadiri undangan munggahan atau juga bukber.  Ingin fokus dengan keluarga. Alhamdulillaah terkabul. Kami terkadang bekerja dari rumahnya sama di ruang ini pula.

Kami juga mengaji bareng dengan gadis sulungku yang tinggal di luar kota via zoom meeting atau video call WA. Jarak dan waktu tidak menghalangi kebersamaan kami. Terlebih saat work from home total kemudian diikuti masuknya bulan suci Ramadan sebulan penuh. Salah satu hikmah covid-19 ini adalah Allah sedang mengembalikan lagi makna tersurat dan tersirat dari tarbiyah dan madrasah pertama dan utama, yaitu keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun