Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Warisan Terbaik

27 Maret 2022   11:15 Diperbarui: 27 Maret 2022   11:19 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumen Pribadi

Istanti Surviani (Dining), anak sulung. Alhamdulillaah, selama menerima para pelayat kemarin banyak yang bersaksi bapak itu orang baik, sabar, pekerja keras, menghidupkan semangat di kelompok pengajiannya, rapi dalam hal administrasi di organisasi yang diikuti, dan mudah membantu orang lain. Aku berpikir positif saja mereka bersaksi begitu karena memang tulus bukan untuk basa basi. Makanya selama sakit sampai wafatnya, bapak banyak dapat kemudahan materi maupun non materi. Banyak yang bezuk dan mendoakan bapak. Yang menyolatkan jenazah bapak juga banyak. Kuhitung kasar ada delapan puluhan lebih jamaah pria dan wanita. Bahagia dan lega melihatnya. Semoga ini jadi tambahan amal jariyah bapak. Dan aku setuju tentang uang pemberian anaknya yang disalurkan lagi untuk orang lain. Ibu pernah cerita dengan bangga bercampur haru bahwa hasil kiriman anak-anaknya sudah berpindah tangan ke panti asuhan, ke masjid, ke tukang becak, ke teman-teman bapak ibu yang jualan di pasar, ke saudara yang membutuhkan, dan lain-lain. "Aku juga ingin pahala anak-anakku dilipatgandakan," kata ibu. Kepedulian sosial, berbagi dengan sesama, adalah warisan terbaik orang tua kami.

Devi Febriyanti, anak kedua. Bapak orangnya tidak suka mengeluh. Sesakit apapun bisa ditahan dan diterima. Karena baginya mengeluh tidak bisa menyelesaikan masalah. Lebih baik dihadapi dengan sabar, ikhlas, dan ikhtiar. Mungkin banyak orang berkarakter seperti ini dan bapak adalah salah satunya.

Hendro Triwahyudi, anak ketiga. Bapak bukan orang yang suka meributkan sesuatu. Apalagi meributkan dan merebutkan harta. Sama sekali bukan. Bapak tidak pernah mengajari kami tentang hal itu. Kami hanya ingin melipatgandakan kemanfaatan peninggalan bapak untuk keluarga, saudara dekat, fakir miskin, dan orang lain yang membutuhkan. Sehingga bernilai pahala amal jariyah yang terus mengalir ke beliau.

Yeni Wahyuningtyas, anak keempat.  Aku tidak ingat kapan bapak marah. Jika bapak merasakan ketidaknyamanan seringkali disimpan sendiri. Bapak juga bukan tipe pendendam. Sebagaimana pun orang lain berusaha menyakiti fisik dan hati bapak, tidak ada istilah untuk balas dendam.

Budi Nurcahyo, anak bungsu.  Sabar dan ikhlas. Dua hal inilah yang pernah saya pelajari secara pribadi dan secara langsung di hadapan mata. Pelajaran itu diwujudkan Tuhan melalui bapak dan ibu. Sabar itu sudah melekat di bapak. Bagi saya warisan terbesar yang dimiliki bapak yang tidak bisa diukur oleh apapun adalah kesabaran beliau. Ini sudah tertancap kuat di otak dan hati saya selama melihat beliau sakit sampai "sembuh". Kalaupun ada warisan yang dibagikan dengan dasar apapun, saya cuma minta kesabaraan bapak saja. Untuk hal-hal lain intinya bisa jadi manfaat bagi keluarga dan orang yang berhak. Saya yakin apa saja yang dibahas di atas, bapak pasti setuju karena ulasannya baik-baik semua dan karena bapak itu orang baik. Teringat cerita Mbak Yeni, uang yang pernah saya berikan ke Bapak dari hasil kerja saya ternyata sebagian diberikan lagi pada orang lain. Banyak warisan Bapak yang bisa kami jadikan ilmu.

Atika Ammar Danii, cucu tertua.  Yangkung sudah mengajari kami banyak keteladanan. Mbak Danii akan selalu kangen dengan segala kebaikan yangkung. In syaa allooh kebaikan-kebaikan beliau akan menurun kepada anak-cucunya. Semoga beliau husnul khotimah, ditempatkan di tempat terbaik-Nya. Ya Allah, sayangilah beliau sebaik-baik Engkau menyayangi umat-Mu. Berilah keluarga kami ketabahan dan keikhlasan serta ganti keadaan yang lebih baik lagi. Aamiin. 

Raisya Zhafira Azkia, cucu termuda. Yangkung orangnya baik. Suka mengajak aku bercanda.

***

Kami bangga menjadi anak-anakmu, Pak. Setiap kenanganmu adalah tentang kebaikan. Darimu kami belajar sabar, melayani, dan tuntas bertugas. Darimu kami meneladani kesetiaan, kesederhanaan, dan kepercayaan. "Urip iku sing lurus-lurus wae. Ora usah neko-neko. Ning, yo tetep kudu usoho lan dungo," nasehatmu kala itu. (Hidup itu yang lurus-lurus saja. Tidak usah aneh-aneh. Tetapi, ya tetap harus usaha dan berdoa).

Maafkan kami ya Pak, jika belum sempurna dalam membahagiakanmu. Maafkan kami ya Pak, jika ada tidak sabar, kurang ikhlas, atau pengabaian saat merawat dan mendampingimu. In syaa allooh, doa-doa kami akan memeluk dan menghangatkanmu.

Ya Allah, terimalah bapak dalam kasih sayang-Mu. Ya Allah, tempatkan beliau di surga-Mu. Ya Allah, jadikanlah setiap aktifitas kami bernilai ibadah di hadapan-Mu yang mengalirkan amal jariyah bagi beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun