Mohon tunggu...
Istanti Surviani
Istanti Surviani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumah tangguh yang suka menulis

Purna bakti guru SD, traveler, pejuang kanker

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meniti Jalan Kebenaran

25 Februari 2022   18:20 Diperbarui: 25 Februari 2022   18:25 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catri menjalani proses mencari kebenaran sejak usia sekolah dasar. Meskipun lingkungan sekeliling Catri masih menjalankan Islam kejawen, tidak menyurutkan semangatnya mencari kebenaran Tuhan.

Ada ritual khusus yang diadakan setiap Kamis malam Jumat. Seperangkat sesajen diletakkan di atas sound system kayu zaman dulu. Sesajen biasanya berisi segelas kopi panas, segelas air berisi kembang rampai, kue apem, kadang sepiring nasi. Ada juga acara membakar arang lalu ditaburi kemenyan. Suara kemenyan bertemu bara arang menimbulkan suara percikan api saat dikipas. Wangi kembang berpadu dengan bau kemenyan melengkapi malam Jumat yang mistik.

Catri kerap turut serta menyiapkan ritual untuk arwah leluhurnya tersebut. Terasa asyik dan ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak? Catri bisa takjub melihat isi gelas kopi yang berkurang sedikit, sekira satu strip. Konon, katanya para leluhur sudah datang ke rumah dan meminum kopi. Catri juga boleh makan kue apem atau nasi setelah ritual usai. 

Asyik, kan? Namun, asap dupa kemenyan memenuhi ruang keluarga Catri yang sempit itu. Mata bisa perih. Bisa batuk-batuk juga terkadang. Lengkap sudah penderitaan.

Ada juga acara memandikan keris dengan siraman air kembang setiap malam Jumat Legi. 

"Mengapa harus dimandikan?" tanya Catri. 

Orang dewasa menjelaskan bahwa jika keris-keris yang dianggap keramat itu tidak dimandikan, maka mereka akan protes dengan bergerak-gerak sehingga menimbulkan suara gludak-gluduk. Catri kecil tentu saja merasa takut. Namun, penjelasan itu tidak masuk ke nalarnya. 

Bagaimana bisa benda mati protes? Sementara, manusia tidak mandi berhari-hari juga santai-santai saja. Batinnya bergejolak. Ada sesuatu yang salah. Syirik. Inilah kata pertama yang terlintas dalam benaknya, sebagaimana yang pernah diterangkan oleh gurunya dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam. Syirik adalah dosa besar yang tidak diampuni Tuhan selama pelakunya tidak bertaubat.

Catri mulai enggan saat diminta menyiapkan sesajen atau mengipas dupa kemenyan. Seiring bertambahnya pengetahuan yang dipelajari di sekolah, Catri dapat memberi alasan dengan bahasanya sendiri sesuai usianya mengapa dia enggan bahkan menolak permintaan itu. 

"Air kopinya nyusut karena ada penguapan. Jadi bukan karena diminum sama Mbah. Trus, asap kemenyan bisa jadi polusi udara. Nggak bagus buat pernafasan. Ini ada di pelajaran IPA," jelas Catri yang menyukai pelajaran IPA dan Bahasa Inggris ini.

Alasan Catri yang ilmiah dan masuk akal ternyata tidak masuk di nalar orang dewasa. Mereka tetap setia dengan ritual sesajen dan dupa. Mereka melakukannya berdasarkan kebiasaan nenek moyang mereka sebelumnya tanpa pengetahuan yang mendasari tentang hal itu. 

Catri berharap dan berdoa semoga mereka meninggalkan kebiasaan tersebut serta segera menjemput hidayah-Nya. Kembali ke jalan yang benar. Wallahu a'lam bishshawabi.

#cerpen meniti jalan kebenaran

#menjemput hidayah

#jalan yang benar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun