"Mencintai seseorang bukanlah sebuah penyakit. Tetapi, bila cintamu berubah jadi racun, dia akan menciptakan penyakit dalam dirimu."Â (Sebuah dialog dalam drama Korea) Â
Bagi Amber, menikahi Wilson adalah kemenangan besarnya setelah tiga tahun menjalin hubungan tanpa kejelasan arah bersama Ben, pria yang dicintainya tanpa alasan. Pokoknya cinta saja.
Resepsi pernikahan Amber dan Wilson digelar secara sederhana, mengusung konsep garden party yang cantik di sebuah hotel pinggiran kota. Pernikahan bernuansa kuning gading terlihat mulai dari dekorasi bunga-bunga, kursi tamu, dan jalan menuju altar pernikahan, lantai altar sampai podiumnya.Â
Altarnya dinaungi kanopi yang terbuat dari rangkaian bunga mawar warna senada. Sementara background altar memanfaatkan tanaman yang ada. Benar-benar romantis alami. Meskipun sederhana namun tetap hangat serta bertabur kebahagiaan dan cinta. Pengucapan janji suci akan dilaksanakan pukul empat sore.
Ben adalah pria yang dikenal Amber empat tahun lalu. Pria yang menjadi incaran cewek-cewek kampus termasuk dirinya. Dan Amber yang biasa-biasa sajalah yang dipilih oleh Ben. Namun, merajut benang asmara bersama Ben tidak semulus yang Amber kira. LDR-an harus dijalani karena Ben diterima kerja di luar negeri setelah lulus kuliah. Bertemu setiap enam bulan sekali.Â
Kepribadian Ben yang tertutup membuat Amber sering frustasi dan tidak menjadi diri sendiri. Satu-satunya teman Ben tempat Amber bertanya pun merasa pesimis dengan hubungan mereka. Apalagi Ben sebagai tulang punggung keluarga, pengganti ayahnya yang sudah tiada, harus bertanggung jawab terhadap ibu dan ketiga adiknya. Ia pasti akan menomorsatukan karirnya. Tak peduli berapa tahun itu akan terlampaui. Cukup sudah untuk mengatakan jangan berharap gambaran lebih ke arah masa depan bernama rumah tangga. Jauh panggang dari api.
Jatuh bangun hati Amber akibat ketidakjelasan hubungan mereka mau dibawa kemana, sudah tak terhitung lagi. Di sisi lain, Amber sudah diwisuda dan siap menikah. Patah hatilah dia berkali-kali. Meskipun bukan karena wanita lain, tetap saja patah hati itu bikin suasana seperti musim bawang sepanjang waktu.Â
Amber juga tidak menemukan alasan mengapa ia tetap menunggu dan mencintai Ben. Mengakhiri kisahnya dengan Ben ternyata lebih sulit dilakukan daripada saat merebut hatinya. Tetapi, pikiran yang melelah telah tunduk pada keberanian memutuskan hubungan dengan lelaki itu. Ben tentu saja menolak meskipun dengan berat hati akhirnya ia terima. Keduanya sebenarnya berat hati, sih!Â
Namun, bulan sabit yang sudah hadir beberapa kali mengiringi terbukanya hati Amber pada Wilson. Pemuda yang tidak ribet memandang kehidupan. Karir dan rumah tangga bisa bersahabat beriringan sebagai penyempurna nilai-nilai kebaikan. Deal. Undangan pernikahan segera dirancang. Eh, tapi tunggu dulu. Itu Ben datang lagi dan ngajak nikah Amber. Nah, loh!Â
"Oh, My God! Cobaan apa lagi ini?" Amber menutupi mukanya dengan tas sepulangnya dari kerja.
Situasi ini sungguh membuat Amber galau. Ben ingin diperjuangkannya untuk kedua kali. Namun, Wilson juga tidak ingin dilepaskannya. Hanya satu yang melatarbelakangi keputusannya saat ini, memberi pelajaran pada Ben agar merasakan patah hati yang sama.Â
Balas dendam? Amber tidak peduli. Meninggalkan Ben dan melanjutkan hidup bersama Wilson adalah keputusan yang tepat. Wilson yang menerima kekurangan dan kelebihan Amber, yang membawa Amber menjadi dirinya sendiri, juga restu dari orang tua mereka adalah segalanya.
Jodoh itu bisa diibaratkan sebuah bus. Jika kita ketinggalan bus yang bagus, yang sudah lama kita tunggu-tunggu, maka jangan terlalu resah dan gelisah. Kita masih bisa menunggu bus yang lain. Bus yang lebih bagus dan lebih nyaman. Sehingga, kita bisa menikmati setiap detik perjalanannya.Â
Semudah itukah? Tidak juga. Namun, jika itu terjadi, ya harus dicoba. Hanya perlu sabar dikit!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H