Aku hanya bisa membayangkan terpuruknya rasa seorang ibu atas kepergian anaknya. Di saat-saat mulai berkembangnya karir sang anak, di saat-saat kehidupan rumah tangga yang akan direncanakan sang anak dengan pujaan hatinya, semua itu tak dapat dinikmati kelanjutannya oleh sang ibu. Namun, kehidupan tetap harus berjalan. Sang ibu tak bisa lama-lama tenggelam dalam keterpurukan. Bangkit adalah kata yang tepat untuk menghargai kehidupan diri dan keluarganya di alam dunia, dan kehidupan sang anak di alam akhirat. Â Â
Rasa cinta itu ada, tetap ada, dan akan selamanya ada untuk Nugraha. Keluarganya yang berasal dari Cimahi, tinggal di Jakarta, memiliki seluas bidang tanah di daerah itu dan mewakafkan untuk pembangunan masjid. Segenap harta, waktu, dan pikiran dicurahkan untuk mewujudkan hadiah terbaik dan terindah untuk Nugraha. Tak terkecuali harta peninggalan Nugraha hasil dari bekerja selama ini. Semua keluarga besarnya ambil bagian dalam proyek akhirat tersebut. Ada yang menjadi penyandang dana, arsitek, pengawas lapangan, dan lain-lain. Kompak! Setiap kali kulihat Masjid An-Nugraha, setiap kali itu juga kurasakan semangat berjuang untuk orang-orang tercinta.
Sempat kudengar keluarganya akan meneruskan keberadaan masjid ini dengan membuat yayasan yang bergerak di bidang kesehatan dan pendidikan. Semangat yang kutangkap adalah cita-cita keluarganya untuk melipatgandakan amal jariyah. Amal yang pahalanya tak pernah putus meski pemiliknya sudah tiada. Semoga cita-cita tersebut segera terwujud. Dan semoga aku bisa ikut berkiprah di dalamnya. Menghidupkan dunia pendidikan. Dunia yang kugeluti suka dukanya selama ini. Dunia yang in syaa allooh menjadi jalan kebaikan. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H