Aku bertemu dengan Mama Bagas dan Mama Icha di sisi kolam. Â Ngobrol-ngobrol sebentar lalu kami sepakat pergi ke wahana Go! Twist. Tangga demi tangga setinggi belasan meter itu kami tapaki. Asli, kami tidak merasa lelah karena terlalu tegang memikirkan berani atau tidak kami meluncur melintasi jalur turun berkelok-kelok nan panjang itu.
Petugas menjelaskan kepada kami dengan penuh sabar dan meyakinkan. Ada satu orang saja yang tidak berani, maka semua tidak bisa ikut. Karena, satu ban harus diisi tiga orang untuk menjaga kseimbangan. Dengan mengucap bismillaah dan berbekal solidaritas, meluncurlah kami bertiga.
Awalnya wahana bergerak melambat, makin lama makin cepat. Seperti didorong angin besar. Seolah-olah akan terlempar keluar lintasan. Lalu melambat, lalu cepat lagi. Saat kubuka sedikit mataku, ufgh ... Serem! Takut! Merem lagi. Yang bisa kami lakukan hanya berdzikir dan berteriak sampai wahana mendarat  mulus di kolam. Wuushh!!!
Hormon adrenalin terkuras semua. Lega sudah. Alhamdulillaah, ini prestasi luar biasa. Yang tersisa setelah ketegangan hebat adalah rasa lapar. Namun, sebelumnya kami para emak menjelajah setiap sudut wisata air ini untuk berfoto ria dengan berbagai pose. Emak-emak kalau untuk urusan bergaya dan berjaya di depan kamera, jangan dilawan, yah! Panjang sabar saja menunggu mereka. Hahaha. Ah, seru banget pokoknya! Akrab layaknya sahabat. Bukan sekadar relasi formal antara guru dan orang tua murid.
Siang itu sebelum balik ke Bandung, kami salat zhuhur dulu di musala. Lalu acara berlanjut dengan makan siang menjelang petang di Bakso Bakwan Malang Pak Su Kumis, Grand Wisata, Bekasi. Porsi jumbo adalah pilihanku. Hanya dengan tiga puluh ribu rupiah sudah kenyang benar. Isinya ada bakso halus, bakso urat, kekian goreng, siomay basah, siomay goreng, dan tim goreng.
"Halal, ya Bang?" tanyaku pada Abang Bakso.
"Iyalah, Bu." Abang Bakso menjawab sambil menunjuk gambar sapi di tembok sebelah barat. Gambar sapi saja. Tidak ada label halal. Makanya aku bertanya.
"Maaf ya, Bang. Kebiasaan saya suka nanya-nanya dulu. Mastiin aja! Biar makannya kenyang, pikiran pun jadi tenang."
Abang Bakso tersenyum. Aku minta kuahnya ditambah seperti yang sudah-sudah saat makan bakso. Seperti yang sudah-sudah juga, perlu waktu lama untuk menghabiskan bakso. Setiap gigitan baksonya benar-benar kunikmati bersama kuah gurihnya yang meresap. Kadang malah tidak ingin cepat-cepat menyelesaikan santapan, meskipun pedasnya sambal sungguh membara, meronta-ronta. Aneh. Beda dengan makan nasi. Hanya perlu waktu sekejap bagiku untuk membereskannya.