Lembah-lembah Cappadocia begitu memesona. Gugusan bebatuan berbagai bentuk dan ukuran tersaji di depan mata. Kami sempat berhenti untuk mengambil gambar dengan latar belakang matahari terbit. Beberapa mobil ATV melewati kami.
Di kejauhan tampak sepasang calon pengantin sedang melakukan foto pre-wedding. Sang pria mengenakan setelan jas warna biru laut. Sang wanita bergaun warna senada lengkap dengan kerudungnya.
Meskipun aku memakai baju tiga lapis, hawa dinginnya masih tembus ke badan. Keinginan untuk ke toilet pun tak terhindarkan. Untung ada toilet portable di jalan yang kami lalui. Airnya dingin banget.
Emre membawa kami ke Uchisar Village. Proses terbentuknya bentang alam unik di Cappadocia terjadi sejak ribuan tahun lalu saat gunung-gunung berapi kuno, seperti Gunung Erciyes meletus dan memuntahkan lapisan demi lapisan lava yang kemudian menyelimuti kawasan ini.
Berabad-abad lamanya, angin dan hujan mengikis dan membentuk lapisan ini menjadi bebatuan yang sekarang mampu menarik wisatawan dari segala penjuru dunia untuk datang ke sini. Nama Cappadocia berasal dari bahasa Persia Katpaktukya, yang berarti Land of the Beautiful Horses (daerah tempat kuda-kuda yang bagus).
Di wilayah Anatolia Tengah ini sejauh mata memandang kita bisa melihat banyak formasi bebatuan putih krem atau kecokelatan berbentuk unik. Uchisar Castle adalah kastil yang berada di titik tertinggi di Cappadocia, berupa hamparan bebatuan yang menyerupai bentuk kastil, menjulang-julang. Karena posisinya di tempat tertinggi, Uchisar Castle ini disebut sebagai pintu menuju Cappadocia.
Tempat ini telah dibangun sejak zaman Romawi. Fungsi utamanya waktu itu sebagai benteng pertahanan. Terdapat juga ruangan lainnya seperti rumah tinggal, gudang, menara pengawas, dll. Komplek kastil ini adalah contoh terbaik bagi kita untuk memahami bagaimana manusia pada masa itu membuat bangunan dengan mengeruk dan memotong batu-batu tersebut.
Aku dan suamiku duduk di bangku bermeja kayu dengan lapisan bunga es tipis. Kami menikmati pesona Uchisar Village sambil berpegangan tangan. Bukan hanya untuk romantis-romantisan, tetapi juga untuk menghangatkan tangan yang sudah pakai sarung tangan. Udara dinginnya masih menyelinap masuk.
Dari kejauhan, bangunan-bangunan Uchisar Village berbentuk kotak atau kubus tersebar dari bagian bawah sampai ke puncaknya dengan sedikit pepohonan. Ada bangunan menjulang tinggi seperti menara masjid. Aktivitas warga belum dimulai sehingga tidak tampak orang berlalu lalang di jalanan.
Puas menikmati lukisan Tuhan atas ciptaan-Nya yang bernama Uchisar Village ini, Emre dan Mustafa menawari kami untuk berfoto di atas kap mobil jip sambil menyatukan ujung jempol dan ujung telunjuk sehingga menyerupai bentuk hati. Kaya yang di drama-drama Korea itu. Hehehe. Pose fotonya ya berdiri, ya duduk. Untung tidak terpeleset.