Ibuku dan kesayangannya
Ladiesiana ...
Bu Ninik, ibuku memiliki aneka bunga dan tanaman. Tanpa pupuk tanpa vitamin, bunga dan tanaman-tanaman itu bisa tumbuh dengan subur dan sehat. Kata ibu, tanaman itu seperti wanita. Dia harus sering diperhatikan, diajak ngobrol, disayang, dibelai-belai. Aduh..duh..duh.. Kata-kata ibuku segitunya ya, terdengar lebay.
Namun, kenyatannya memang begitu. Jika dirasa tanamannya layu, ibuku segera minta maaf karena sudah abai. Jika bunganya terlihat sakit, ibuku akan jadi perawat yang siap siaga menjaga pasiennya. Jika ada daun yang dirobek, ibuku segera tahu lalu akan melakukan investigasi sampai ketemu pelakunya.
Saat anak-anakku masih kecil pernah bermain jual-jualan dengan sepupunya. Mereka merobek dan memetik daun-daun. Pura-puranya daun-daun itu dianggap sebagai sayuran. Ketahuan dong sama ibuku. Langsung mereka sembunyi. Takut dimarahi.
Saat ada tamu yang coba menerawang rumah orangtuaku dan menyarankan agar membuang tanaman sirih yang ada di dekat kolam lele, ibuku malah mengajak ngobrol Si Sirih,"Biarin saja dia mau ngomong apa, tenanglah! Aku tak akan membuangmu. Aku akan terus bersamamu, merawatmu."
Seperti ada telepati antara tanaman-tanaman itu dengan sang empunya yang telah sedemikian rupa merawat dan membesarkan mereka. Makanya tidak aneh jika dikatakan ibuku bertangan dingin. Setiap tanaman yang ditanam beliau tumbuh subur dan beranak pinak.
Aku pernah menghadiahi bibit anggrek bulan kepada ibu. Itu terjadi saat aku masih mahasiswa semester enam. Kira-kira dua puluh tujuh tahun yang lalu. Hmm ... ketahuan ya kalau aku angkatan tua.
Bibit anggrek hasil kultur jaringan dalam botol beling itu dipisah satu-satu. Tentu saja perlu waktu lama untuk sampai tahap berbunga. Ibuku merawat anggrek-anggrek itu dengan sabar.
Namun, ibuku mengancam anggrek-anggrek itu saat tidak muncul-muncul juga bunganya. "Awas, ya! Kalau kamu nggak berbunga-bunga terus, Ibu buang nanti!"Â