Mohon tunggu...
Isu Papua
Isu Papua Mohon Tunggu... -

Memberikan informasi seputar issu Papua

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kesaksian Pendiri OPM mengenai Papua dalam Berbagai Sudut Pandang Sejarah

17 Oktober 2014   18:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:40 1833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14135193681533530706

Referendum Papuadan semacamnya, merupakan isu yang tak kunjung habis dan masih saja disuarakan oleh sebagian kecil saudara kita warga Papua, yang “MERASA” dirinya terjajah oleh Pemerintahan Indonesia sebagai pemerintahannya sendiri. Mereka para penyuara isu tersebut, menamakan diri sebagai OPM (Organisasi Papua Merdeka), sebuah organisasi yang sebetulnya merupakan organisasi ilegal, baik secara regional dalam kewilayahan Papua, terlebih secara Nasional.

Dalam sejarah pergerakannya, OPM mengklaim bahwa Papua tidak pernah menjadi bagian NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Bagi mereka, Papua merupakan wilayah tersendiri yang telah memproklamasikan dirinya sebagai negara yang berdaulat. Begitulah, hitam putih sejarah mengenai Papua sebagai kejadian yang telah lampau dalam sudut padang mereka (OPM).

Sedangkan dari sisi lain, bahkan mungkin ini yang sering kita dengar, bahwa Papua dalam sejarahnya merupakan wilayah bekas jajahan Kolonial Belanda, yang telah terintegrasikan terhadap Indonesia melalui PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat -warga Papua kala itu-)yang disahkan secara resmi melalui badan internasional UNTEA (United Nations Temporary Executive), sebagai badan pelaksana sementara PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa).

Apapun itu, sebenarnya merupakan suatu hal yang wajar dan sah-sah saja bagi mereka (OPM) untuk memiliki pandangan yang berbeda terhadap  sesuatu, terlebih terhadap sejarah sebagai masa yang telah lampau, yang bahkan mungkin sebagai masa dimana diri mereka saja belum dilahirkan.

Dalam menganalisis sejarah, kita hanya bisa menggunakan data-data yang terestafetkan oleh pelaku sejarah yang kita terima hingga kini. Namun, mungkin dalam menganalisis sejarah tersebut juga, bahkan tidak jarang semuanya dilakukan hanya dengan bermodalkan data “katanya-katanya” saja, yang kita terima dari cerita pihak-pihak yang kita percayai.

Dengan demikian, merupakan suatu hal yang wajar bagi sekelompok kecil warga Papua yang terpengaruh oleh kesalahan pemahaman OPM, mereka meyakini hal tersebut mungkin dikarenakan data “katanya” yang mereka dengar dari orang tua atau pendahulu-pendahulu mereka.

Namun demikian, tentu saja sekalipun memiliki sudut pandang sejarah yang berbeda mengenai Papua sebagai bumi asalnya merupakan hak bagi mereka (OPM), namun bagi penulis mereka hanyalah merupakan korban sejarah saja. Penulis berpendapat demikian, setidaknya karena sejarah dalam sudut pandang mereka, tidaklah berdasarkan data-data yang akurat yang mampu diterima secara logis kebenarannya. Mereka hanyalah korban kesalahan pemikiran yang mereka terima dari para pendahulu mereka. Lain halnya dengan sejarah Papua yang dipandang sebagai bagian resmi dari  NKRI yang sering kita dengar dan kita rasakan hingga hari ini, sudut pandang ini sangat logis dan jauh lebih mudah diterima karena disertai dengan bukti akurat PEPERA dan melalui pengesahan UNTEA-PBB sebagai badan resmi internasional.

Dengan demikian, keorganisasian, pergerakan dan pemahaman OPM dari dulu hingga kini, memang benar adanya bahwa mereka tidak lain hanyalah organisasi ilegal. Jumlah mereka sedikit, mereka hanyalah merupakan korban sejarah saja. Terlebih dari itu, bila kita mau telusuri lebih jauh, cikal bakal munculnya OPM ini sebetulnya bermula dari “negara boneka” yang sengaja diciptakan oleh Kolonial Belanda kala itu. Jadi, pada hakikatnya, mereka ini sebenarnya adalah korban sejarah yang dibuat oleh Belanda sebagai penjajah yang sebenarnya. Namun untuk hal ini, mungkin penulis akan muat dalam tulisan tersendiri di lain kesempatan.

Mengakhiri tulisan ini, penulis ingin menyajikan atau mungkin tepatnya mengingatkan kembali akan suatu hal yang sangat unik yang pernah terjadi, berkaitan dengan yang kita bicarakan dalam tulisan ini. Nicholas Jouwesebagai salah satu pendiri OPM para penyuara isu referendum hari ini, telah memberikan kesaksiaan bahwa senyatanya Papua memang bagian resmi dari NKRI. Lebih dari itu, dalam penyampaiannya, beliau berpendapat bahwa resminya Papua merupakan bagian NKRI, bukanlah melalui proses integrasi, namun melalui azas uti possidetis juris yang berlaku umum dalam hukum internasional. Baginya, Papua tidak bisa dikatakan sebagai bagian yang terintegrasi ke dalam NKRI, karena integrasi itu merupakan sebuah proses penyatuan dari luar ke dalam. Sedangkan dalam kenyataannya, baginya Papua ini merupakan wilayah yang telah merdeka dan merupakan bagian resmi dari NKRI sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yakni berdasarkan azaz uti possidetis juris tersebut, yaitu yang berbunyi ”negara yang merdeka mewarisi wilayah bekas negara penjajahnya”. Oleh karena itu, baginya Papua yang merupakan salah satu wilayah bekas jajahan Belanda, tentu saja merupakan bagian yang memang merdeka dan resmi sebagai bagian dari NKRI sejak proklamasi kemerdekaan tersebut. Sedangkan adanya proses PEPERA dan pengesahan melalui UNTEA-PBB kala itu, hal tersebut hanyalah sebagai pengukuhan atas kenyataan Belanda yang pada waktu itu enggan meninggalkan Papua.

Demikianlah, senyatanya Papua sebagai bagian dari NKRI merupakan harga mati. Isu Referendum yang mungkin masih disuarakan oleh sekelompok kecil dari warga Papua, merupakan hal yang tidak perlu kita hiraukan sama sekali. Lebih dari itu, sebisa mungkin kita menyadarkan mereka atas kesalahan pemahaman mereka selama ini. Mari kita ajak mereka bersama-sama melebihmajukan lagi Papua, ketimbang menjadi penghambat kemajuan. Mari tong (kita semua) dukung terus pemerintahan Indonesia dalam membangun Papua kita ini, terlebih menyambut pemerintahan baru yang akan memimpin negeri ini dalam waktu dekat. (By Baim Wanggay)

Src : http://papuacenter.blogspot.com/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun