Kunjungan Paus Fransiskus ke Jakarta, bisa menjadi momentum untuk introspeksi. Bukan hanya bagi Kaesang Pangarep yang bermewah-mewah dengan jet pribadi Gulfstream, tapi juga bagi pejabat dan keluarga pejabat Indonesia yang getol memamerkan kemewahan mereka.
Dugaan Gratifikasi, Perlu Klarifikasi   Â
Salah satu contoh penerapan nilai-nilai antikorupsi adalah dengan hidup sederhana. Itu diungkapkan Alexander Marwata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kompas.com pada Senin, 02 September 2024 | 06:03 WIB menampilkan itu di berita "Ketika Kaesang Ditantang Hidup Sederhana..."
Kaesang? Iya, pernyataan Alexander Marwata tersebut, konteksnya adalah dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang Pangarep, ketika ia beserta istri melancong ke Amerika Serikat menggunakan jet pribadi Gulfstream G650ER. Kita tahu, ia adalah putra bungsu Presiden Joko Widodo.
4 hari sebelumnya, Alexander Marwata menegaskan, Kaesang Pangarep tetap perlu mengklarifikasi soal penggunaan fasilitas pesawat jet, meski ia bukan berstatus sebagai penyelenggara negara. Itu dilansir Kompas.com pada Jumat, 30 Agustus 2024 | 15:55 WIB "KPK Tegaskan Kaesang Perlu Klarifikasi Dugaan Gratifikasi Jet Pribadi."
Selasa, 03 September 2024 siang ini, Pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus, tiba di Jakarta. Kompas.com pada Selasa, 03 September 2024 | 11:30 WIB menampilkan berita dengan judul "Paus Fransiskus Tiba di Indonesia, Menggunakan Pesawat Komersial."
Sehari sebelumnya, Kompas.com pada Senin, 02 September 2024 | 22:52 WIB menurunkan berita dengan judul "Tolak Mobil Mewah, Paus Fransiskus Bakal Pakai Innova Selama di Indonesia." Selasa ini, Kompas.com juga menurunkan berita "Paus Fransiskus Pakai Innova Zenix, Duduk di Kursi Depan dengan Pengawalan Ketat" pada pukul 11:57 WIB.
Pada Selasa ini, Kompas.com juga menurunkan berita dengan judul "545 Personel Berjaga di Kedubes Vatikan, Tempat Menginap Paus Fransiskus Selama di Indonesia" pada pukul 11:32 WIB. Artinya, Paus Fransiskus menggunakan pesawat komersial, menolak mobil mewah, dan menginap di kantor Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta.
Sebagai penulis, saya menilai, sejumlah narasi judul Kompas.com tentang kunjungan Paus Fransiskus di atas, adalah bagian dari cara media mengritik aksi bermewah-mewah yang ditampilkan Kaesang Pangarep. Karena, sebagai anak Presiden, seharusnya ia berempati kepada rakyat Indonesia yang tengah menghadapi tekanan ekonomi.
Pamer saat Rakyat Terpuruk
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sekitar 9,9 juta penduduk generasi muda usia 15-24 tahun di Indonesia, tidak bekerja dan tidak sedang sekolah, "not in employment, education, and training/NEET" pada 2023. Itu setara dengan 22,25 persen dari total penduduk usia muda di Indonesia.
Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Ida Fauziah, menyebut, dari Januari hingga Agustus 2024, pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mencapai 46 ribu pekerja. Kompas.com, pada 20/05/2024 lalu melansir berita "Data BPS: Sebanyak 452.713 Lulusan S1, S2, dan S3 Tidak Bekerja."
Kemudian, Kontan.co.id pada 08/07/2024 melansir berita "BI: Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Turun Drastis." Di bulan yang sama, pada 23/07/2024, Kompas.com melansir berita "Tingkat Pengangguran Indonesia Nomor 1 di ASEAN."
Selain itu, ada 9,8 juta Kelas Menengah RI turun kasta. Kondisi tersebut tentu berdampak bagi Pertumbuhan Ekonomi RI secara keseluruhan. Itu dilansir oleh tempo.co pada Sabtu, 31 Agustus 2024 | 23:35 WIB.
Dalam konteks dugaan gratifikasi, kita tahu, Skor Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia stagnan, ada di angka 34. Stagnasi itu menjadikan peringkat RI merosot lima tingkat, dari 110 menjadi 115 dari total 180 negara.
Aksi pamer kemewahan Kaesang, jika dikorelasikan dengan sejumlah fakta di atas, tentulah sangat mengenaskan. Demikian juga dengan aksi pamer kemewahan yang dilakukan para pejabat serta keluarga pejabat. Apa yang mereka pamerkan, tidak sesuai dengan profil dan kekayaan yang dilaporkan di Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Media aceh.tribunnews.com sampai menurunkan berita "Deretan Istri Pejabat Pamer Kemewahan di Medsos, Imbasnya Kini Suami Dinonaktifkan" pada Senin, 20 Maret 2023 | 15:00 WIB. Kritik media terhadap aksi pamer kemewahan di kunjungan Paus Fransiskus, bukan hanya dilakukan oleh Kompas.com.
Media detik.com, misalnya, menurunkan berita "Paus Fransiskus ke RI Naik Pesawat Komersil, Bukan Jet Pribadi" pada Selasa, 03 September 2024 | Â 05:01 WIB. Sebelumnya, pada Senin, 02 September 2024 | 15:20 WIB, detik.com melansir berita "Paus Fransiskus Nginap di Kedubes-Naik Mobil Sipil Saat Kunjungi Jakarta."
Demikian juga dengan media tempo.co, yang menurunkan berita "Paus Fransiskus Pakai Pesawat Komersial dan Tak Menginap di Hotel Mewah, Muhammadiyah: Bisa Jadi Inspirasi Pemimpin Bangsa" pada Selasa, 3 September 2024 09:23 WIB.
Ide Asyik untuk Menulis
Fakta tentang Kaesang Pangarep, tentulah hal yang paradoks dengan fakta tentang Paus Fransiskus. Fakta tentang Kaesang Pangarep, juga paradoks dengan kondisi sosial ekonomi rakyat, sebagaimana paparan data di atas. Dalam konteks menulis, mempertemukan hal-hal yang paradoks, tentulah menumbuhkan ide segar.
Maksudnya, kita sebagai penulis, bisa menemukan sudut pandang yang agak lain, dibandingkan sudut pandang pada umumnya. Seperti berita Kompas.com "Tolak Mobil Mewah, Paus Fransiskus Bakal Pakai Innova Selama di Indonesia" kan langsung terasa sebagai kritik yang menohok terhadap Kaesang Pangarep, pejabat, dan keluarga pejabat.
Demikian juga dengan berita detik.com, "Paus Fransiskus ke RI Naik Pesawat Komersil, Bukan Jet Pribadi." Penekanan pada "Bukan Jet Pribadi" jelas langsung menohok ke Kaesang Pangarep. Begitu pula dengan detik.com yang melansir berita "Paus Fransiskus Nginap di Kedubes-Naik Mobil Sipil Saat Kunjungi Jakarta."
Pada intinya, dari sejumlah pemberitaan di atas, yang dibidik adalah pamer kemewahan. Dari situ kita bisa belajar, bahwa untuk mengritik seseorang atau suatu keadaan, ada cara yang kreatif sekaligus cerdas. Yaitu, dengan membenturkan fakta-fakta yang paradoks.
Konsekuensinya, kita harus menggali sejumlah fakta yang relevan, sebelum membenturkannya dalam tulisan. Jika fakta itu kita peroleh dari pemberitaan media, maka kita harus memilih dari media yang relatif memiliki kredibilitas.
Oh, ya, menggali sejumlah fakta yang relevan, ada dua tujuannya. Pertama, untuk menambah pemahaman kita tentang topik yang hendak kita tulis. Kedua, untuk menemukan fakta-fakta yang memiliki kekuatan untuk dibenturkan dengan fakta lain.
Misalnya, untuk mendukung "tekanan ekonomi" yang dihadapi rakyat, saya menampilkan fakta-fakta dari berbagai sumber, tentang PHK, ketersediaan lapangan pekerjaan, juga menurunnya kasta kelas menengah dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sementara, untuk mendukung fakta langkah Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK, mengenai dugaan gratifikasi, saya tampilkan pernyataan bahwa Kaesang Pangarep perlu memberikan klarifikasi, meski ia bukan berstatus sebagai penyelenggara negara.
Dengan sudah terkumpulnya sejumlah fakta yang relevan, kita leluasa memilih sudut pandang, arah tulisan. Di sisi lain, sebagai penulis, kita juga terhindar dari sikap mengritik seseorang atau suatu keadaan, tanpa dukungan fakta.
***
Jakarta, 3 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H