Selasa, 21 Juni 2022 lalu, ada kabar dari Thamrin Dahlan. Ia minta izin memasukkan tulisan saya Rahasia Thamrin Dahlan 10 Tahun Berkarya di Kompasiana ke buku Thamrin Dahlan 70 Tahun. Adakah alasan untuk tidak mengizinkannya?
Berbagi Rahasia, Berbagi Spirit
Rahasia Thamrin Dahlan 10 Tahun Berkarya di Kompasiana itu saya posting di Kompasiana, pada Jumat, 21 Agustus 2020. Dua hari sebelumnya, pada Rabu, 19 Agustus 2020, Thamrin Dahlan memang sengaja berbagi rahasia menulis kepada beberapa Kompasianer di Coffee Toffee, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat. Kompasianer adalah sebutan untuk para penulis di Kompasiana.
Momen berbagi rahasia menulis tersebut sekaligus untuk menandai 10 Tahun Thamrin Dahlan berkarya di Kompasiana. Tulisan pertamanya Hari Jum'at Bapak-ku, ia posting di Kompasiana, pada Jumat 20 Agustus 2010. Dalam rentang 10 tahun tersebut, ia sudah memosting 2.756 content di Kompasiana. Dalam pertemuan di Coffee Toffee itu, Thamrin Dahlan juga me-launching bukunya yang ke-30 PSBB Jakarta.
Ia memang disiplin menulis. Ia juga telaten mengumpulkan berbagai tulisannya, kemudian menerbitkannya menjadi buku. Di Coffee Toffee itu, Thamrin Dahlan bukan hanya berbagi rahasia menulis, tapi juga mengajak para penulis di Kompasiana untuk menerbitkan buku. Ia bahkan sengaja mendirikan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) untuk memfasilitasi para penulis.
Selengkapnya, silakan baca YPTD Membantu Terbitkan Buku Gratis yang diposting Thamrin Dahlan di Kompasiana, pada Kamis, 13 Agustus 2020. Sampai di sini, kita paham, ia bukan hanya seorang penulis, tapi sudah menjadi bagian dari gerakan literasi.
Kemudian, Thamrin Dahlan memperluas gerakan literasi-nya. Ia mendirikan situs terbitkanbukugratis.id, untuk menebar spirit literasi. Dengan demikian, bukan hanya para penulis di Kompasiana yang ia fasilitasi secara gratis, tapi juga para penulis di luar Kompasiana.
Dari penelusuran saya, hingga kini, sudah 345 buku yang diterbitkan dengan fasilitas YPTD. Seluruhnya, dilengkapi dengan International Standard Book Number (ISBN) dan keseluruhan buku tersebut ada bukti fisiknya di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia, Jalan   Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat.
Para penulis 345 buku yang difasilitasi YPTD tersebut, berasal dari hampir seluruh pelosok tanah air. Mereka juga berasal dari sangat beragam profesi. Lintas wilayah, juga lintas profesi. Dan, dapat dipastikan, sebagian besar dari mereka, belum pernah bertemu secara tatap muka dengan Thamrin Dahlan.
Pensiunan Polri, Penggerak Literasi
Dalam konteks tersebut, Thamrin Dahlan sudah turut menggerakkan literasi di negeri ini. Harap dicatat, 345 buku yang difasilitasi YPTD tersebut, berlangsung dalam kurun waktu 2 tahun. Bagi saya, gerakan literasi Thamrin Dahlan dengan YPTD, tentu saja sangat mengesankan. Apalagi, penggeraknya seorang pensiunan dan kini sudah menjelang usia 70 tahun.
Ya, pada Kamis, 7 Juli 2022 mendatang, Thamrin Dahlan akan memasuki usia 70 tahun. Ia adalah pensiunan Polri, dengan pangkat terakhir Komisaris Besar (Kombes) Polisi. Ketika pensiun pada tahun 2010, posisi Thamrin Dahlan adalah Direktur Paska Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia.
Ia masuk ke jajaran Polri melalui sekolah perwira wajib militer (Sepawamil) tahun 1980. Artinya, Thamrin Dahlan berdinas selama 30 tahun di institusi Polri. Nah, setelah memasuki masa pensiun itulah, ia merintis jalan menjadi penulis secara otodidak. "Ini dunia baru yang sangat mengasyikkan. Â Terbebas dari melamun panjang, karena tidak ada lagi yang dikerjakan. Â Terhindar dari post power syndrome, karena kesibukan menulis pasti menyita waktu luang," ujar Thamrin Dahlan dengan riang gembira.
Jurus Thamrin Dahlan dalam mengisi masa pensiun tersebut, tentu bisa menginspirasi para pensiunan lainnya. Yang mengesankan, meski ia berasal dari generasi jadul, tapi ia tidak alergi dengan internet. Ia terus belajar dan belajar, terutama di Kompasiana, hingga memahami apa yang disebut media online, strategi digital, serta membangun komunitas.
Menjelang usia 70 tahun, Thamrin Dahlan sudah menerbitkan 46 buku, semuanya ber-ISBN. Dan, semuanya merupakan kumpulan tulisannya, yang sebagian besar sudah ditayangkan di laman Kompasiana. "Karena sudah diterbitkan menjadi buku, sudah ber-ISBN dan tersimpan di Perpustakaan Nasional, maka semua itu menjadi jejak literasi kita yang bisa diakses publik," begitu argumen Thamrin Dahlan, tiap kali mengajak para penulis untuk menerbitkan buku.
Saya secara pribadi mengenal Thamrin Dahlan, karena kami sama-sama menulis di Kompasiana. Hampir di sebagian besar acara offline Kompasiana, kami selalu hadir. Termasuk, di acara tahunan Kompasianival, yang dihadiri oleh para Kompasianer dari berbagai wilayah tanah air. Spirit ber-literasi serta kekerabatan sesama Kompasianer, masih terus terawatt dari tahun ke tahun.
Oh, ya, Thamrin Dahlan berasal dari Tempino, sebuah desa yang secara administratif merupakan Kelurahan di Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Wilayah Tempino dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatra, sekaligus menjadi pintu gerbang Jambi dari Sumatera Selatan. Tempino berjarak sekitar 28 kilometer dari pusat Kota Jambi. Thamrin Dahlan bersama keluarganya bermukim di Jakarta Timur dan cukup sering pulang kampung ke Tempino.
Jakarta, 22 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H