Pendekatan budaya. Bagaimana Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menerapkannya? Apa rahasianya senantiasa berlapang jiwa?
Siasati Proses Peralihan
Berbincang dengan Iwan Henry Wardhana, serasa kuliah dua semester. Itulah yang terjadi pada Selasa, 26 April 2022 lalu. Dimulai sebelum berbuka puasa, kemudian dilanjutkan setelah shalat magrib. Suaranya pelan terjaga, tapi menggetarkan.
Iwan Henry Wardhana yang saya maksud adalah Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Ia bercerita tentang pendekatan budaya, yang telah ia lakukan terhadap warga Jakarta. Salah satu contohnya, ketika ia memindahkan 1.000 kepala keluarga dari suatu perkampungan kumuh ke rumah susun.
Oh, ya, mari kita pahami sejenak, yang dimaksud dengan Budaya di sini adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu.
Nah, budaya di perkampungan kumuh pastilah sangat berbeda dengan budaya di rumah susun. Akibatnya, terjadilah apa yang disebut "geger budaya" atau istilah kerennya culture shock. Untuk meminimalkan guncangan budaya pada warga yang dipindahkan, Iwan Henry Wardhana melakukan pendekatan budaya.
"Saya menjadikan lantai satu rumah susun tersebut, sebagai tempat aktivitas bersama. Di lantai itu, antara lain, dibuat perpustakaan, agar anak-anak bisa leluasa bermain, juga membaca dengan riang gembira," tutur Iwan Wardhana.
Artinya, suasana yang diciptakan di lantai satu tersebut, adalah bagian dari pendekatan budaya yang dilakukan Iwan Wardhana terhadap warga perkampungan kumuh, agar mereka mulai beradaptasi secara bertahap dengan budaya rumah susun.
Dengan kata lain, pengelolaan lantai satu yang demikian, adalah suatu proses masa transisi. "Tanpa proses transisi budaya yang demikian, warga akan mengalami culture shock. Akibatnya, bisa terjadi penolakan. Warga akan menolak dipindahkan," ujar Iwan Wardhana lebih lanjut.
Nyatanya, proses pemindahan 1.000 warga dari perkampungan kumuh tersebut, berlangsung mulus. Lancar dan aman. Secara bertahap, warga beradaptasi dengan budaya rumah susun. Ada area untuk kumpul bersama. Ada area privat di unit masing-masing.
Proses Revitalisasi TIM
TIM yang dimaksud di sini adalah Taman Ismail Marzuki (TIM) yang berada di Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. TIM tentulah pusat seni dan budaya. Ketika TIM hendak direvitalisasi, ada sejumlah pendekatan budaya yang dilakukan Iwan Henry Wardhana di sana, selaku Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
Salah satunya, memindahkan Gallery Buku Bengkel Deklamasi milik seniman Jose Rizal Manua, dari Graha Bhakti Budaya (GBB), karena gedung GBB tersebut akan direvitalisasi. Iwan Wardhana beberapa kali berdialog dari hati ke hati dengan Jose tentang rencana pemindahan tersebut.
"Saya berlapang jiwa, sampai ikut ngelus-ngelus kucing-kucing kesayangan Jose," tutur Iwan sambil senyum, yang langsung dibalas senyum pula oleh Jose Rizal Manua. Saling berbalas senyum, itulah yang ditunjukkan keduanya, pada Selasa, 26 April 2022 lalu, di kantor Iwan Wardhana, di lantai 15.
Bagi saya, mungkin juga bagi teman-teman yang hadir, memang demikianlah hendaknya untuk mencapai titik temu. Bukan saling memaksakan kehendak. Bukan saling mengepalkan tangan. Bukan pula saling memalingkan muka. Tapi, duduk bersama, bicara dari hati ke hati, dengan lapang jiwa.
Hasilnya, Gallery Buku itu sudah pindah tempat dua kali dalam lingkungan TIM dan Jose Rizal menjalaninya dengan enjoy. Untuk kesekian kalinya, Iwan menunjukkan bahwa pendekatan budaya menjadi salah satu pilihan untuk mencapai kesepakatan dengan para pihak.
Dalam konteks revitalisasi TIM, sebagaimana dituturkan Iwan Wardhana, masih ada sejumlah kesepakatan berikutnya yang perlu diwujudkan. Maklum, ada begitu banyak pihak yang menjadi bagian dari TIM.
Para pihak tersebut memiliki kepentingan dan agenda, tentunya. Dalam realitasnya, bukan tak mungkin berbagai kepentingan tersebut, ada yang bertentangan dan yang memiliki kesamaan. Dengan intensitas yang beragam, tentunya.
"Dalam hal perbedaan, itu wajar dan normal. Selaku Kepala Dinas Kebudayaan, saya tentu tak akan menutup mata terhadap berbagai perbedaan yang relevan dengan TIM. Dengan pendekatan budaya, tentu para pihak akan mampu mengelola berbagai perbedaan tersebut," tutur Iwan Wardhana optimis.
Kurasi untuk Tampil di TIM
Salah satu topik yang didiskusikan pada Selasa, 26 April 2022 lalu itu adalah tentang peluang untuk tampil di TIM. Lembaga apa yang akan mengkurasi, bahwa suatu content layak tampil dan tak layak ditampilkan di TIM?
Selanjutnya, siapa saja yang kompeten untuk berada dalam lembaga tersebut? Menurut Iwan Wardhana, topik tentang lembaga yang dimaksud, tentu akan menjadi bahan diskusi yang seru nantinya. Sebab, sangat banyak kepentingan yang akan bermuara di lembaga itu.
Proses kurasi, menurut Iwan Wardhana, adalah salah satu tahapan penting untuk menempatkan TIM sebagai pusat seni budaya yang kredibel secara nasional, maupun di tingkat regional dan internasional.
"Tentu tak semua karya bisa tampil di TIM. Ini patut dipahami oleh para pihak. Pada saat yang sama, lembaga yang menjadi kurator nanti, haruslah memiliki kriteria yang terukur, agar keputusannya benar-benar kompeten," ungkap Iwan Wardhana meyakinkan.
Kemudian Iwan Wardhana memberikan gambaran melalui selembar kertas. Lewat kertas tersebut, ia menunjukkan, bahwa di DKI Jakarta ada banyak pilihan venue untuk menampilkan karya, selain di TIM. Artinya, ruang berekspresi di Jakarta, terbuka luas untuk insan-insan kreatif.
Bahwa TIM menjadi venue yang memiliki value lebih tinggi dari yang lain, justru itulah kekuatan TIM yang patut ditumbuhkan serta dijaga oleh pihak-pihak yang relevan. Maksudnya, itu tantangan sekaligus peluang untuk seni budaya kita.
Oh, ya, rekan-rekan yang hadir dalam diskusi pada Selasa, 26 April 2022 tersebut, adalah para seniman yang terlibat di peringatan Satu Abad Chairil Anwar. Saya pikir, diskusi semacam ini, perlu digalakkan, terutama oleh kalangan pelaku seni yang relevan dengan TIM.
Dan, kelapangan jiwa Iwan Henry Wardhana selaku Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta untuk diskusi yang demikian, patut kita apresiasi. Bukan tidak mungkin, dari diskusi semacam itu, lahir gagasan-gagasan segar demi kemajuan TIM setelah revitalisasi.
Jakarta, 1 Mei 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H