Indonesia adalah nikmat dari Allah. Itu diungkapkan Kiai Haji Embay Mulya Syarief, Ketua Umum Pengurus Besar Mathla'ul Anwar (PBMA) 2021-2016. "Sudah seharusnya kita mensyukurinya, dengan cara menjaga serta merawat kerukunan, demi bangsa dan negara ini," ujar KH Embay di kediamannya, di Pekarungan, Kota Serang, Provinsi Banten. Bagaimana KH Embay mengimplementasikan menjaga serta merawat kerukunan tersebut?Â
Menyambangi Pendakwah Muda
KH Embay Mulya Syarief menyadari bahwa ia sudah sepuh. Ia lahir di Pandeglang, Banten, pada 4 Maret 1952. "Kini, dunia terasa semakin kecil," tuturnya, "Apa yang terjadi di berbagai negara di dunia, bisa kita ketahui pada detik itu juga, karena hampir semua orang kini terhubung dalam jaringan internet," lanjut KH Embay, pada Kamis, 17 Maret 2022, lalu.
Kamis sore itu, hujan membasahi Kota Serang. Dari teras rumahnya yang asri, KH Embay bercerita, betapa banjir informasi terus melanda dunia. Berjuta informasi menyerbu tiap orang. Di satu sisi, para ulama, para pendakwah, diuntungkan. Karena, banyak bahan yang bisa dijadikan contoh, sebagai materi dalam berdakwah.
Di sisi lain, para ulama, para pendakwah, harus ekstra cermat untuk memilih serta memilah, mana informasi yang bermanfaat untuk umat dan mana yang tidak. Dalam konteks itulah, KH Embay kerap menyambangi ulama muda serta pendakwah muda di berbagai pengajian dan di berbagai pondok pesantren di wilayah Banten.
Tujuannya, tentulah untuk mencerahkan sekaligus menambah wawasan kalangan muda tersebut, agar benar-benar cermat mengelola materi dakwah, yang benar-benar bermanfaat untuk umat. KH Embay menyebut, "Tidak ada contoh yang paling sempurna, yang seharusnya dicontoh para pendakwah, selain dakwah Nabi Muhammad."
Materi dakwah Nabi Muhammad, senantiasa materi yang menyejukkan hati umat. Bukan materi yang memicu kebencian umat. Bukan pula materi yang membakar kemarahan umat. "Cara penyampaian dakwah Nabi Muhammad pun, sangat menyejukkan. Menyentuh. Membangkitkan spirit umat untuk bersatu, untuk sama-sama bertakwa kepada Allah," lanjut Ketua Pondok Pesantren Tahfidz Qur'an KH Embay Mulya Syarif, tersebut.
Sebagai sosok yang pernah menjadi Komandan Gerakan Anti Komunisme, KH Embay berupaya membentengi para pendakwah dari kalangan muda, khususnya yang berada di wilayah Provinsi Banten. Tujuannya, agar para pendakwah muda tersebut tidak tergelincir menjadi penganut serta menjadi penyebar paham radikal, yang berpotensi memecah-belah persatuan bangsa.
Mensyukuri Nikmat Allah
Kepada para pendakwah muda, KH Embay selalu menyampaikan, Indonesia ini adalah takdir Allah. Mari camkan. "Indonesia ini pada awalnya terdiri dari 200 lebih kerajaan, 17.000 pulau, 700 lebih bahasa, berbagai agama, dan beragam budaya, tapi kemudian sepakat untuk bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau bukan karena takdir Allah, tidak mungkin itu terwujud," ungkap KH Embay, yang pernah menjadi Ketua Panitia Persiapan Penerapan Syariat Islam Indonesia Banten (P3SIB).
Karena itulah, tutur KH Embay, para pendakwah seharusnya menjadi yang terdepan untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah. Kemudian, mengajak umat untuk bersama-sama mensyukuri nikmat Allah, atas terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Bahkan, hingga usia Indonesia lebih dari 76 tahun, kita sebagai bangsa masih tetap bersatu.
Bahwa ada pengkhianat dalam perjalanan bangsa ini, tentu tidak bisa diingkari. Bahwa ada penyebar kabar bohong untuk memecah-belah, untuk mengadu-domba anak-anak bangsa, itulah realitas yang kita hadapi. "Di zaman Nabi Muhammad masih hidup, ada nabi palsu. Musailamah Al Kazab, misalnya, menyebut serta menyebarkan kepada orang-orang, bahwa ia adalah seorang nabi," papar KH Embay.
Ada juga Abdullah bin Salul, sosok yang dekat dengan Nabi Muhammad, tapi dengan gencar memproduksi serta menyebarkan kabar bohong serta fitnah, untuk memecah-belah umat. "Karena itulah, dakwah yang menyejukkan, dakwah yang penuh simpati serta merangkul, dakwah yang menjaga serta merawat persatuan umat, senantiasa diperlukan," lanjut KH Embay, yang pernah menjadi Sekjen Majelis Musyawarah Masyarakat Banten (M3B).
Dengan kata lain, pengkhianat dalam perjalanan bangsa dan penyebar fitnah untuk memecah-belah umat, agaknya ada di tiap zaman dan di tiap rezim, dari masa ke masa. Dalam hal ini, peran juru dakwah, tentulah sangat penting. Agar umat tidak bingung, agar persatuan umat tetap terjaga, dari penyusupan paham-paham yang berpotensi mengadu-domba anak-anak bangsa.
Sebagai sesepuh Banten, sekaligus sebagai salah seorang pendiri Provinsi Banten, KH Embay concern pada keberadaan juru dakwah muda di wilayah tersebut. Ia paham, proses yang dilalui juru dakwah masa kini, sangat berbeda dengan perjalanan juru dakwah di masa lalu. Di masa lalu, belum ada media berbasis internet, hingga membutuhkan perjalanan panjang untuk bisa tampil di mimbar dakwah, di musala dan masjid.
Sebaliknya, di era internet kini, mimbar dakwah seolah tersedia di mana-mana. Dan, teknologi media internet, memungkinkan sang juru dakwah menjangkau khalayak yang sangat luas. Bagaimana dengan kompetensi sang juru dakwah? Bagaimana mereka memilih serta memilah topik yang relevan dengan umat? KH Embay sangat concern akan hal tersebut.
Inisiatif sebagai Sesepuh
Kesungguhan KH Embay menyambangi ulama muda serta pendakwah muda di berbagai pengajian dan di berbagai pondok pesantren di wilayah Banten, tentulah patut kita apresiasi. KH Embay mengaku, hal tersebut ia lakukan, semata-mata karena ia sesepuh Banten. Karena, ia ingin menjaga agar aktivitas dakwah di Banten tetap mengacu kepada spirit menjaga serta merawat kerukunan, demi bangsa dan negara ini.
Dalam konteks menjaga serta merawat kerukunan tersebut, KH Embay menyebut, bahwa orang yang mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang berakhlak mulia. Salah satu cirinya adalah mereka yang senantiasa menyelamatkan saudara-saudaranya sesama muslim, dari perbuatan lidah dan tangannya.
Artinya, pendakwah harus terlebih dahulu menjaga perbuatan lidah dan tangannya, sebelum mengingatkan umat yang menjadi khalayaknya. Agar perilakunya menjadi teladan bagi yang lain. Dalam hal ini, KH Embay mengkritik para pendakwah yang marah-marah, yang mencaci-maki. Bahkan, ada yang sampai mengajak serta memprovokasi umat untuk mencelakakan orang lain.
Dengan tegas, KH Embay menyebut, "Membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh semua manusia. Sebaliknya, menyelamatkan nyawa seorang manusia, sama dengan menyelamatkan nyawa semua manusia." Maksudnya, tidak ada alasan apa pun bagi seorang muslim untuk mencelakakan manusia lain. Tidak.
Untuk kesekian kalinya, KH Embay mencontohkan Nabi Muhammad ketika berdakwah kepada warga Thaif, di lembah yang subur, dekat pegunungan Asir di jazirah Arab. Ketika itu Nabi Muhammad dicaci-maki, dilempari, bahkan berdarah-darah oleh warga Thaif, yang belum menerima hidayah Allah. Apakah Nabi Muhammad marah? Balas dendam?
"Tidak. Sama sekali, tidak," tukas KH Embay. Sebaliknya, Nabi Muhammad berdoa, memohon agar Allah memberikan hidayah kepada warga Thaif. Sikap yang demikianlah yang disebut KH Embay, sebagai hakekat dari pendekatan dakwah. Merangkul. Bukan memukul. Menunjukkan sikap simpati. Bukan mencaci-maki.
Menebarkan pendekatan dakwah yang merangkul itulah, yang terus disampaikan KH Embay, tiap kali menyambangi ulama muda serta pendakwah muda di berbagai pengajian dan di berbagai pondok pesantren di wilayah Banten. Dan, spirit KH Embay ini patut kita support, dalam konteks menjaga serta merawat kerukunan, demi bangsa dan negara ini.
Kota Serang, 22 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H