Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Remy Sylado, Puisi Jerman, Yudhistira Massardi, dan Jose Rizal

5 Februari 2022   12:08 Diperbarui: 5 Februari 2022   12:11 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan: Jose Rizal Manua, Remy Sylado, Emmy Louisa Tambayong, dan Frans Ekodhanto. Foto: Isson Khairul

Spirit hidup Remy Sylado memang mengagumkan. Di usia 77 tahun dan dalam kondisi terbaring sakit lebih dari setahun, ia tetaplah seniman tulen. Bagaimana Remy Sylado merawat daya ingat?

Puisi Penyair Jerman

Pada Kamis, 3 Februari 2022, saya kembali membesuk Remy Sylado yang terbaring sakit di rumahnya, di kawasan Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur. Dibanding sebelumnya, hari itu ia nampak lebih bersemangat. Wajahnya segar, fresh. Sorot matanya tajam.

Hari itu, sembari tetap berbaring, Remy Sylado membacakan sajak I'll Walk with God karya Nikolaus Brodszky, penyair Jerman. Lebih tepatnya, menyanyikan sang sajak, setelah dimusikalisasikan oleh Paul Francis Webster, komponis Inggris. Suara Remy Sylado jelas dan tegas. Suaranya sama sekali tak mencerminkan bahwa ia sedang sakit.

Padahal, ia sudah beberapa kali dapat serangan stroke dan pekan lalu baru saja menjalani operasi hernia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Jakarta Pusat. Ekspresinya keren serta penghayatannya sangat mencerminkan bahwa Remy Sylado memang aktor teater berkarakter.

Ya, Remy Sylado adalah seniman multi talenta. Karya sastranya berupa puisi dan novel, bertaburan. Demikian pula dengan karya lukis, musik, dan naskah teater. Esei serta telaahnya tentang sosial-budaya sudah di-publish banyak media. Yang sudah dibukukan pun banyak.

Karya Remy Sylado, antara lain, Ca Bau Kan, Kembang Jepun, serta Kerudung Merah Kirmizi yang menghantarkannya menerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2002. Ada petikan Remy Sylado di Kembang Jepun yang relevan banget untuk kita cermati kini: kelak ia sadar, bahwa perasaan takut terhadap maut, berarti berani terhadap hidup.

Di kondisi sakit kini, takut kah Remy Sylado terhadap maut? Puisi karya penyair Jerman yang ia nyanyikan itu, dimulai dengan kata-kata I Walk with God. Hmm ... demikian dekatnya ia dengan Tuhan. Melangkah beriringan dengan Tuhan. Bersisian. Senantiasa bersama Tuhan.

Remy Sylado pertama kali mengenal puisi karya penyair Jerman tersebut, ketika ia berusia 15 tahun. Gurunya di sebuah gereja di Semarang, Jawa Tengah, yang memperkenalkan puisi itu kepadanya. Dalam sekejap, puisi itu menyerap ke dalam jiwa dan nadinya.

Karena itulah, ketika usianya menginjak 77 tahun kini, sang puisi tersebut meluncur deras dengan artikulasi yang sangat meyakinkan. Sesekali Remy Sylado mengerjapkan kedua matanya, seakan hendak menyerap seluruh nafas puisi tersebut: I Walk with God.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun