Duduk berhadapan dengan Siskaeee. Ngobrol lebih dari satu jam. Dua gelas wedang jahe yang disajikan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menjadi pesan yang kuat. Menjadi pengingat, bahwa meski kita hidup di era cyber, bukan berarti kita membiarkan diri tercerabut dari kultur budaya yang melatari hidup. Menyesalkah Siskaeee?
Menyesal Saja, Tidak Cukup
Siskaeee yang dimaksud adalah wanita yang memamerkan alat vitalnya melalui video, yang kemudian viral di ranah maya. Video tersebut di-shoot di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Menyesalkah Siskaeee? "Bagi saya, menyesal saja, tidak cukup. Yang lebih penting adalah, bagaimana kita belajar dari hal yang kita sesali. Apa yang bisa kita pelajari dari hal yang kita sesali tersebut," ungkap Siskaeee, pada Rabu, 8 Desember 2021.
Rabu itu, ia mengenakan baju oranye, baju khusus untuk tahanan. Kedua tangannya diborgol. Sejak Senin, 6 Desember 2021, Siskaeee ditahan di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). "Sebagai content creator, saya sejak awal sudah menyadari bahwa suatu saat saya akan ketemu tembok. Kini saya sudah ketemu tembok itu. Saya ditangkap dan ditahan. Saya akan jalani proses ini, sebagai konsekuensi dari perbuatan yang saya lakukan," ujar Siskaeee dengan nada yang tegar.
Saya terkesan dengan sikap Siskaeee. Ia bahkan sama sekali tidak menyalahkan teman-teman Sekolah Dasar (SD)-nya di sebuah desa di Kecamatan Krembung, Sidoarjo, Jawa Timur, yang dengan keji mem-bully-nya tanpa henti. Siskaeee juga tak menyalahkan teman-teman Sekolah Menengah Pertama (SMP)-nya, yang terus-terusan mem-bully-nya. Termasuk, tidak menyalahkan teman-teman Madrasah Aliyah (MA)-nya, yang sangat gandrung mem-bully-nya. Madrasah Aliyah setara dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA).
Sebaliknya, apakah teman-teman SD-nya, SMP-nya, dan MA-nya menyesali tindakan bully-an mereka? Apakah mereka menyadari, bahwa bully-an mereka sangat keji? Mereka mem-bully Siskaeee, karena Siskaeee anak miskin. Karena Siskaeee sudah tidak punya ibu dan sudah tidak punya ayah sejak belia. Tentu bukan maunya Siskaeee untuk menjadi anak miskin. Juga, bukan kehendak Siskaeee, ketika ayah dan ibunya wafat lebih cepat, bahkan di rentang waktu yang relatif singkat.
Menjadi yatim piatu, menjadi anak miskin, tentulah bukan pilihan. Itu realitas hidup yang pahit, yang tidak terelakkan. Tapi, pantaskah kemiskinan dijadikan bahan bully-an? Patutkah anak yatim piatu diserang dengan bully-an? Padahal, ia tidak bikin ulah. Tidak bikin onar. Padahal, ia aktif di kegiatan Pramuka. Ia juga aktif di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).
Padahal lagi, sebagaimana dituturkan Enti Irianingsih, guru taman kanak-kanak (TK)-nya, Siskaeee cerdas dan pintar. Sejak TK, kecerdasannya sudah menonjol. Ia sangat pintar mengaji. Doa-doa pendek dengan cepat ia hapal, kemudian dengan lancar ia lafalkan. Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY menduga, trauma masa lalu itu menjadi salah satu faktor yang membuat Siskaeee tergelincir melakukan hal tak senonoh tersebut.
Trauma Masa Lalu, Perilaku Menyimpang