I Ketut Purnama. Lelaki bertubuh gempal itu, menyeka peluh di keningnya. Sembari menggenggam handuk kecil di tangan, senyumnya merekah. Beberapa meter di depannya, hamparan ladang jagung hijau subur. "Sebentar lagi panen," ujarnya singkat, dengan senyum.
Senyum Penuh Semangat
Bli Ketut, begitu saya menyapanya. Sejak bertahun lalu, ia memang sudah akrab dengan jagung. Jagung pilihan yang kemudian diolah menjadi popcorn, camilan favorit bule Amerika. Camilan itulah yang menemani kesehariannya selama lebih dari 10 tahun mengelola sejumlah art gallery di kawasan Kuta, Bali.
Ia paham butir jagung pilihan. Ia sangat paham gurihnya popcorn. Tapi, di masa 10 tahun itu, Bli Ketut tak pernah tahu di mana jagung itu ditanam dan tak tahu bagaimana berladang jagung. Kemudian, pandemi Covid-19 melanda dunia. Melanda Indonesia. Melanda Bali. Tak ada lagi bule Amerika dan bule-bule Eropa seliweran di seantero Bali.
Satu per satu hotel dan resto tiarap, kemudian tutup total. Begitu juga dengan art gallery. Bisnis pariwisata milik Bli Ketut pun demikian. Lampu dan ingar-ingar kawasan Kuta, juga kawasan lain di Bali, redup. Yang tersisa hanya sepi dan lengang. Gelap tanpa suara. Hening tanpa kata-kata.
Bli Ketut meredakan kesumpekan pikiran, dengan menyusuri jalanan. Dengan Vespa tahun 60 miliknya, ia susuri jalan demi jalan. Nyaris tanpa tujuan. Sampai akhirnya ia istirahat sejenak di sebuah desa di Purbalingga, Jawa Tengah. Di sanalah ia secara tak sengaja ngobrol dengan seseorang, yang ternyata adalah seorang peternak kambing.
Obrolan tentang peternakan kambing tersebut, dilanjutkan Bli Ketut dengan berselancar di internet tentang peternakan kambing. Selaku sosok yang sudah berkecimpung lebih dari 10 tahun di dunia bisnis, Bli Ketut paham, info dan data apa yang ia butuhkan, yang relevan dengan peternakan kambing di Bali.
Setelah merasa punya data cukup, Bli Ketut pun mulai bikin kandang kambing dengan kayu-kayu bekas. Ia kerjakan berdua dengan orang kepercayaannya semasa masih aktif di bisnis pariwisata. Itu ia lakukan di Desa Keramas, Kabupaten Gianyar, Bali. Ia memulainya dengan 10 ekor kambing betina indukan, yang ia beli secara acak di beberapa pasar ternak di Bali.
10 ekor kambing itu jenis peranakan etawa (PE) dan seekor kambing jantan jenis kambing boer. Dengan 10 indukan dan 1 pejantan itulah, Bli Ketut belajar dan latihan cepat beternak kambing. Proses belajar itu dilengkapi dengan konsultasi melalui telepon, dengan peternak kambing di Pubalingga, yang ngobrol dengannya beberapa waktu lalu.
Beberapa bulan kemudian, satu per satu indukan tersebut beranak. Dan, satu per satu anak kambing -disebut cempe- itu, mati. Bli Ketut gelagapan. Ia makin intens konsultasi dengan Purbalingga. Setelah mulai menguasai berbagai kendala, Bli Ketut pun membeli 50 ekor kambing indukan lagi. Itu ia beli dari Purbalingga, kemudian dikirim dengan pickup terbuka ke Bali.
60 Induk Kambing, 55 Cempe
Pada Jumat, 12 November 2021 kemarin, saya menemui I Ketut Purnama di kandang kambingnya di Desa Keramas, Kabupaten Gianyar, Bali. Di desa pertanian itu, sekitar 40 kilometer dari Denpasar, sudah 1,5 tahun belakangan ini Bli Ketut mengolah pikir dan rasa. Mencurahkan seluruh energinya untuk mengurus kambing.
Ia berladang jagung. Jagungnya dijual dan batang jagungnya digunakan untuk pakan kambing. Ia jadi paham tentang jagung, padahal dulu hanya tahu nikmatnya popcorn. Tak jauh dari kandangnya, ada pabrik tempe dan Bli Ketut mendapatkan kulit kedele dari sana. Kulit kedele adalah limbah pabrik tempe. Tak berapa jauh dari sana, juga ada pabrik bir. Bli Ketut mendapatkan ampas gandum dari sana. Ampas gandum adalah limbah pabrik bir. Dari petani kopi di sekitar sana, ia mendapatkan kulit kopi, yang selama ini terbuang percuma.
Batang jagung, kulit kedele, dan ampas gandum. Itulah yang diolah Bli Ketut menjadi pakan fermentasi, sebagai pakan utama kambing di peternakannya. Kini, ada 60 ekor induk kambing dan 55 ekor anak kambing (cempe) di sana. Semua ternak itu damai dan nyaman, karena diayomi oleh orang-orang yang memang sungguh-sungguh melakoni ternak.
Yang membantu Bli Ketut mengurus ternak tersebut adalah orang-orang bermental baja. Mereka adalah calon-calon petinju yang berlatih tinju di Sasana Wake Boxing Camp Gianyar, sasana tinju milik Bli Ketut, yang ia dirikan 3 tahun yang lalu. I Ketut Purnama adalah Ketua Persatuan Tinju Nasional (Pertina) Kabupaten Gianyar.
Bli Ketut bahu-membahu dengan Julio Bria mengelola sasana tinju Wake Boxing Camp tersebut. Julio Bria adalah petinju nasional peraih medali emas Sea Games dan Juara Piala Presiden. Dalam hal ini, Julio Bria yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut, bertindak sebagai pelatih. Bli Ketut menangani manajemen.
Oh, ya, untuk usaha peternakan kambing, Bli Ketut menamainya Wake Farm House. Artinya, saat ini, Wake Boxing Camp dan Wake Farm House menjadi dua aktivitas utama Bli Ketut di tengah pandemi Covid-19. Kedua hal itu menjadi saluran energi, hingga Bli Ketut tak sampai frustrasi menghadapi pandemi yang tak berkesudahan ini.
Apakah Bli Ketut akan balik badan dari usaha pariwisata? Oh, tentu saja tidak. Justru, ia akan mengolaborasikan sasana tinju dan peternakan kambing menjadi destinasi wisata kreatif. Pertandingan tinju sebagai tontonannya dan kuliner daging kambing sebagai sajiannya. Keduanya menyatu dengan destinasi wisata alam Kabupaten Gianyar.
Yang juga akan dikembangkan Bli Ketut adalah wisata edukasi peternakan kambing. Dengan demikian, Wake Farm House akan terbuka untuk publik, akan leluasa dikunjungi publik. Anak-anak sekolah akan mengenal sekaligus belajar tentang beternak kambing di sana. Ia menilai, sektor pangan dan sektor pariwisata sangat relevan bila disandingkan. Apalagi, kebutuhan daging nasional, belum mampu dipenuhi oleh peternak lokal. Masih harus ditambal oleh daging impor.
Dengan kata lain, semangat Bli Ketut untuk berupaya bangkit dari keterpurukan pandemi ini, sangat patut diapresiasi. Ia menjadi contoh nyata optimisme pelaku wisata Bali untuk keluar dari keterpurukan. Terhindar dari sikap frustrasi. Spirit hidup model Bli Ketut tersebut, patut kita sebarkan ... untuk menebar optimisme, demi kebangkitan Bali.
Jakarta 13 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H