Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

I Ketut Purnama Bangkit dari Wisata Bali, Ini Rahasianya

13 November 2021   13:29 Diperbarui: 13 November 2021   13:34 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakan fermentasi, asupan utama untuk kebutuhan kambing. Foto: Didik Wiratno

I Ketut Purnama. Lelaki bertubuh gempal itu, menyeka peluh di keningnya. Sembari menggenggam handuk kecil di tangan, senyumnya merekah. Beberapa meter di depannya, hamparan ladang jagung hijau subur. "Sebentar lagi panen," ujarnya singkat, dengan senyum.

Senyum Penuh Semangat

Bli Ketut, begitu saya menyapanya. Sejak bertahun lalu, ia memang sudah akrab dengan jagung. Jagung pilihan yang kemudian diolah menjadi popcorn, camilan favorit bule Amerika. Camilan itulah yang menemani kesehariannya selama lebih dari 10 tahun mengelola sejumlah art gallery di kawasan Kuta, Bali.

Ia paham butir jagung pilihan. Ia sangat paham gurihnya popcorn. Tapi, di masa 10 tahun itu, Bli Ketut tak pernah tahu di mana jagung itu ditanam dan tak tahu bagaimana berladang jagung. Kemudian, pandemi Covid-19 melanda dunia. Melanda Indonesia. Melanda Bali. Tak ada lagi bule Amerika dan bule-bule Eropa seliweran di seantero Bali.

60 ekor induk kambing dan 55 ekor anak kambing dirawat secara saksama. Foto: Didik Wiratno
60 ekor induk kambing dan 55 ekor anak kambing dirawat secara saksama. Foto: Didik Wiratno

Satu per satu hotel dan resto tiarap, kemudian tutup total. Begitu juga dengan art gallery. Bisnis pariwisata milik Bli Ketut pun demikian. Lampu dan ingar-ingar kawasan Kuta, juga kawasan lain di Bali, redup. Yang tersisa hanya sepi dan lengang. Gelap tanpa suara. Hening tanpa kata-kata.

Bli Ketut meredakan kesumpekan pikiran, dengan menyusuri jalanan. Dengan Vespa tahun 60 miliknya, ia susuri jalan demi jalan. Nyaris tanpa tujuan. Sampai akhirnya ia istirahat sejenak di sebuah desa di Purbalingga, Jawa Tengah. Di sanalah ia secara tak sengaja ngobrol dengan seseorang, yang ternyata adalah seorang peternak kambing.

Obrolan tentang peternakan kambing tersebut, dilanjutkan Bli Ketut dengan berselancar di internet tentang peternakan kambing. Selaku sosok yang sudah berkecimpung lebih dari 10 tahun di dunia bisnis, Bli Ketut paham, info dan data apa yang ia butuhkan, yang relevan dengan peternakan kambing di Bali.

Satu per satu anak kambing diberi susu, tiap hari. Foto: Didik Wiratno
Satu per satu anak kambing diberi susu, tiap hari. Foto: Didik Wiratno

Setelah merasa punya data cukup, Bli Ketut pun mulai bikin kandang kambing dengan kayu-kayu bekas. Ia kerjakan berdua dengan orang kepercayaannya semasa masih aktif di bisnis pariwisata. Itu ia lakukan di Desa Keramas, Kabupaten Gianyar, Bali. Ia memulainya dengan 10 ekor kambing betina indukan, yang ia beli secara acak di beberapa pasar ternak di Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun