Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mudik di Seliweran Tongkang Batubara, Sungai Musi

12 Mei 2021   07:01 Diperbarui: 12 Mei 2021   07:15 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isson Khairul bersama Angga, yang menjadi salah satu potret kemiskinan serta realitas ketimpangan sosial di Selat Punai, Palembang. Foto: erwin hadi

Mencermati kehidupan keseharian warga Selat Punai, membandingkannya dengan seliweran tongkang batubara, sungguh suatu ironi. Ada yang bergelimang miliaran rupiah. Ada yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja, tak sanggup. Secara fisik, jarak antara yang berkelebihan dengan yang serba kekurangan itu, hanya dalam hitungan meter. Masih dalam batas pandang.

Angga hanyalah salah satu potret dari Desa Selat Punai, desa tertinggal di tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Warga desa itu sesungguhnya tiada henti berjuang untuk memperbaiki taraf kehidupan. Namun, mereka dikepung oleh beragam persoalan, yang untuk mengatasinya mereka tak cukup punya daya.

Mazmur, Ketua RW 06 Selat Punai, bercerita, Sungai Musi sudah tercemar. Sampah, limbah pabrik, serta hilir-mudiknya tongkang batubara, membuat sungai itu tidak lagi menjadi habitat yang kondusif bagi ikan-ikan untuk berkembang biak. Artinya, mengandalkan hidup sebagai nelayan ikan tangkap di perairan Sungai Musi, tidak lagi kondusif.

Untuk membuat keramba sebagai usaha perikanan budidaya, perairan Sungai Musi di sekitar Selat Punai, sudah tidak layak. Airnya kotor dan tercemar. Demikian pula dengan usaha pertanian padi di areal persawahan di sana. Penduduk setempat hanya bisa bergantung pada sistem sawah tadah hujan. Untuk menyedot air dari Sungai Musi demi mengairi persawahan, juga bukan hal mudah.

Isson Khairul bersama Angga, yang menjadi salah satu potret kemiskinan serta realitas ketimpangan sosial di Selat Punai, Palembang. Foto: erwin hadi
Isson Khairul bersama Angga, yang menjadi salah satu potret kemiskinan serta realitas ketimpangan sosial di Selat Punai, Palembang. Foto: erwin hadi
Secara teknis, mereka tidak memiliki mesin sedot air. Kalaupun air sungai disedot kemudian dialirkan ke persawahan, kualitas air sungai tersebut tidak cukup layak untuk pertanian padi. Selain air sudah tercemar, kondisi air sungai itu pun sudah bercampur dengan air laut. Mungkin dibutuhkan teknologi agar air sungai itu siap pakai, namun itu baru sebatas impian.

Berbagai kondisi di atas, membuat warga Selat Punai selama bertahun-tahun terpuruk menjadi warga miskin, menjadi desa tertinggal, sekaligus tergolong warga terisolir. Padahal, jarak tempuh dengan perahu mesin yang disebut getek, dari dermaga PT Laut menuju Selat Punai, hanya sekitar 30 menit pelayaran.

Realitas itulah yang terus diupayakan untuk diatasi oleh AKP Kusyanto, selaku Kapolsek Gandus Polrestabes Palembang, oleh Aiptu Jumani, selaku Babinkamtibmas Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Gandus, Palembang, dan oleh Mazmur, selaku Ketua RW 06 Selat Punai. Mereka tanpa henti berupaya mencarikan solusi, demi meningkatkan taraf hidup penduduk Selat Punai.

Karena, kemiskinan dan rendahnya taraf hidup, otomatis menciptakan gangguan Kamtibmas. Itu akan berdampak secara luas. Karena itulah, AKP Kusyanto dan Aiptu Jumani terus berupaya mencarikan solusi bagi warga Selat Punai, Kelurahan Pulokerto, Kecamatan Gandus, Palembang, Sumatera Selatan.

Jakarta 12-05-2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun