Sumpah Pemuda terjadi hampir satu abad yang lalu. Ketika Sumpah Pemuda itu digelorakan pada Rabu (28/10/2020) kemarin, rasanya sangat menggetarkan. Para pemuda itu berteriak, tapi suara mereka teredam oleh face shields. Tangan mereka mengacung, tapi dibalut oleh alat pelindung diri (APD) yang serba putih. Mereka sungguh menggetarkan.
Sumpah Pelayan Pasien Covid
Pada Rabu (28/10/2020) pagi itu, jarum jam baru menunjukkan pukul 8. Belasan orang muda dengan APD lengkap, berbaris di anak tangga Tower 3 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Mereka bersiap menunaikan tugas kemanusiaan, melayani ratusan pasien Covid-19 yang tengah dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet.
Mereka adalah orang-orang muda yang tak lupa pada sejarah. Dengan semangat tinggi, mereka berbaris di anak tangga Tower 3 Wisma Atlet. Secara bergantian, mereka meneriakkan: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Sorot mata mereka lurus ke depan, ke Tower 4, 5, 6, dan 7 tempat ratusan pasien Covid-19 menjalani perawatan.
Pagi itu, mereka memang tidak mewakili Jong Java, Jong Sumatra, dan Jong lainnya, seperti pada 28 Oktober 1928, 92 tahun yang lalu. Tapi, mereka berasal dari beragam suku. Ada Betawi, Sunda, Jawa, Minang, Bugis, dan suku-suku lainnya. Mereka secara nyata telah menyatukan tekad. Bukan hanya berikrar tapi juga telah berbuat ... berbuat demi kemanusiaan.
Bagi saya, mereka adalah pahlawan ... pahlawan kemanusiaan. Karena itulah, ketika mereka meneriakkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa ... terasa sangat menggetarkan. Meski, tubuh mereka berbalut APD. Meski suara mereka teredam face shields. Daya juang mereka untuk menyelamatkan anak-anak bangsa yang terpapar Covid-19, sungguh luar biasa.
Dengan kata lain, kecintaan mereka terhadap anak-anak bangsa, tak kalah hebatnya dengan para pemuda yang menggelorakan Sumpah Pemuda, 92 tahun yang lalu. Spirit kemanusiaan telah menyatukan mereka, telah meleburkan jiwa-raga mereka menjadi Indonesia, demi membebaskan anak-anak bangsa Indonesia dari pandemi Covid-19.
Sumpah Relawan Beragam Etnis
Orang-orang muda yang menjadi pelayan pasien Covid-19 di RSDC Wisma Atlet, berasal dari beragam profesi. Mereka adalah para relawan, pejuang kemanusiaan. Ada dokter, perawat, psikolog. psikiater, ahli gizi, serta tenaga medis lainnya. Selain dari beragam profesi, mereka juga berasal dari beragam etnis. Dalam konteks peringatan Sumpah Pemuda, tentulah sangat relevan.
Pada Rabu (28/10/2020) pagi itu, kepada sejumlah relawan, Mayjen Tugas Ratmono berpesan agar semua sama-sama menyerap makna perjuangan orang-orang muda yang menggelorakan Sumpah Pemuda tahun 1928. "Spirit mereka patut kita teladani. Mereka bersatu demi tanah air, demi bangsa, dan demi bahasa tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan ras," ungkap Mayjen Tugas Ratmono.
Secara panjang lebar, Mayjen Tugas Ratmono selaku Koordinator RSDC Wisma Atlet yang juga Kepala Pusat Kesehatan Tentara Nasional Indonesia (TNI), menggarisbawahi bahwa tugas relawan kesehatan adalah tugas kemanusiaan yang bersifat universal. Artinya, memberikan pelayanan, tanpa membeda-bedakan status sosial serta status ekonomi mereka.
Apa yang digarisbawahi Mayjen Tugas Ratmono itu, sesungguhnya untuk mengingatkan para relawan, bahwa pasien Covid-19 di RSDC Wisma Atlet sangat beragam. Baik secara suku, agama, maupun ras. Baik secara sosial maupun ekonomi. Dengan demikian, keberagaman para relawan sama dan sebangun dengan keberagaman pasien Covid-19.
Sikap yang senantiasa "mengajak dan menggugah" itulah yang membuat para relawan kesehatan di RSDC Wisma Atlet leluasa mengekspresikan kepedulian mereka kepada sesama. Mereka memberikan pelayanan terbaik, karena tergugah untuk berbuat demi membebaskan negeri ini dari pandemi Covid-19.
Sumpah Tanpa Jeda
Mayjen Tugas Ratmono, lengkapnya Mayor Jenderal TNI Dr. dr. Tugas Ratmono, Sp.S., M.A.R.S., M.H. adalah dokter lulusan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta tahun 1990, yang kemudian mengambil spesialis syaraf.
Selaku Koordinator RSDC Wisma Atlet, ia didampingi Komandan Lapangan bernama Letkol Muhamad Arifin. Ia seorang dokter gigi, spesialis orto, yang secara militer berpangkat Letnan Kolonel Laut. Selaku Komandan Lapangan, Letkol Muhamad Arifin tanpa jeda terus menggelorakan semangat kepada seluruh relawan kesehatan di semua lini di RSDC Wisma Atlet.
"Kita punya contoh orang-orang muda yang bersatu demi bangsa, yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Kini, saatnya kita bersumpah, untuk berjuang bersama-sama membebaskan saudara-saudara kita dari serangan Covid-19. Jangan takut, jangan menyerah, mari kita lawan Covid-19 tanpa jeda," teriak Letkol Muhamad Arifin, yang disambut dengan penuh semangat oleh para relawan.
Selaku Komandan Lapangan, Letkol Muhamad Arifin memang tidak pernah kendor semangatnya. Di tiap kesempatan, ia tanpa jeda, memotivasi para relawan. Tanpa kenal lelah, ia mendatangi tiap kelompok tugas secara bergiliran. Dengan suara lantang yang sesekali diselingi humor, Letkol Muhamad Arifin menjadi sosok Komandan Lapangan yang tegas sekaligus luwes di RSDC Wisma Atlet.
Salah satu tagline yang ia gelorakan adalah Pantang Pulang Sebelum Corona Tumbang. Tagline tersebut menjadi penyemangat yang ampuh, yang tertanam dalam diri tiap relawan sebagai sumpah tanpa jeda. "Saya harus menjaga semangat tiap relawan agar tidak kendor. Saya pastikan, semua penuh semangat. Semua berjuang," tukas Letkol Muhamad Arifin dengan suara lantang.
Semangat Mayjen Tugas Ratmono, Letkol Muhamad Arifin, dan para relawan sudah sepatutnya menjadi teladan bagi kita untuk berjuang melawan Covid-19 dengan rajin mencuci tangan, menjaga jarak, serta menghindari kerumunan.
Jakarta 31-10-2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H