Itu titah Sri Sultan Hamengku Buwono X. Itu dititahkan pada Senin (21/10/2019) lalu. Kenapa? Karena, Sultan sangat amat prihatin dengan kericuhan biadab yang terjadi saat pertandingan PSIM versus Persis Solo di Stadion Mandala Krida, Jogja, pada Senin (21/10/2019) tersebut. Kini, PSSI dengan Liga 1 Indonesia, akan menambah keprihatinan Sultan?
Klaster Balbalan Jogja
Pada Senin (23/03/2020) lalu, Sultan juga prihatin. Bukan karena sepakbola, tapi karena pandemi virus corona. Dari Bangsal Kepatihan Jogja, Sultan mengingatkan, "Kita selayaknya bisa menjaga kesehatan, laku prihatin, dan juga wajib menjalankan aturan baku dari sumber resmi yang terpercaya."
Keprihatinan Sri Sultan Hamengku Buwono X, tentulah belum berakhir. Pada Jumat (25/09/2020) kemarin, Berty Murtiningsih selaku juru bicara Pemprov Jogja menyebut, total kasus positif Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebanyak 2.458 kasus.
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) nampaknya tidak peduli pada keprihatinan Sri Sultan. Buktinya, PSSI tetap menjadwalkan putaran Liga 1 Indonesia, yang rencananya mulai digelar Kamis (01/10/2020) di Jogja.
Ada tiga stadion yang akan digunakan: Sultan Agung Bantul, Mandala Krida Jogja, dan Maguwoharjo Sleman. Sepakbola tentulah akan menimbulkan kerumunan massa. Ini cabang olahraga terpopuler di Indonesia, juga sejagat raya.
Meski penonton dibatasi, meski mungkin tanpa penonton, kerumunan massa pastilah tak terhindarkan. Di dalam stadion boleh jadi, bisa dikendalikan. Di luar stadion? Di tempat-tempat nonton bareng? Balbalan pasti identik dengan kerumunan.
Di pandemi Covid-19 ini, berkerumun dilarang. Berkumpul, dilarang. Apakah PSSI buta huruf, sampai tidak tahu larangan tersebut? Atau, PSSI idiot, hingga tak paham bahwa kerumunan bisa menciptakan klaster baru Covid-19? Jangankan kerumunan karena sepakbola, ngumpul makan di angkringan pun, bisa tercipta klaster angkringan.
Untuk putaran Liga 1 Indonesia tersebut, akan datang tim Persiraja Banda Aceh, Barito Putra, Borneo FC, Bali United, PSM Makassar, Persipura Jayapura, PS Tira Persikabo, Bhayangkara FC, dan Persija Jakarta ke Jogja. Para pemain sepakbola itu saja, sudah pasti menimbulkan kerumunan. Anggaplah tiap tim terdiri dari 25 orang, maka mereka saja sudah mencapai jumlah 225 orang.
Ke-225 orang dari sejumlah tim sepakbola tersebut, tentulah akan berinteraksi dengan mereka yang berada di Jogja. Bisa dengan pelaku sepakbola, bisa juga dengan warga lain yang relevan. Interaksi pendatang dengan warga lokal Jogja, tentulah berpotensi pada penularan Covid-19.
Apalagi, disiplin warga Jogja menerapkan protokol Covid-19, belum terbilang tinggi. Pada Sabtu (06/06/2020) malam dan Minggu (07/06/2020) pagi, misalnya. Kawasan Malioboro dan sejumlah titik di Kota Jogja dipadati ribuan pesepeda. Sebagian besar dari mereka, tidak pakai masker.
Pada saat terjadi keramaian itu, Sultan sedang keluar keraton dan kebetulan lewat kawasan Malioboro. "Di Malioboro mereka kongkow, duduk tanpa memakai masker. Saya sudah telepon Pak Heroe [Wakil Wali Kota Jogja] dan Sekda untuk menertibkan mereka yang enggak pakai masker," ujar Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Senin (08/06/2020).
Kedatangan tamu 225 orang dari sejumlah tim sepakbola, kemudian berhadapan dengan perilaku warga Jogja yang demikian, sudah bisa diprediksi, bakal tercipta klaster baru Covid-19 di Jogja. Apakah kondisi yang demikian, sudah dipertimbangkan PSSI dengan Liga 1 Indonesia?
Pertanyaan berikutnya, apakah Sri Sultan Hamengku Buwono X akan membiarkan 2.458 kasus positif Covid-19 di Jogja menggelembung hingga berkali-kali lipat? Ini bukan lagi sekadar perkara sepakbola. Ini alasan kemanusiaan, menyangkut nyawa manusia.
Batalkan, Jangan Izinkan
Karena alasan kemanusiaan itulah, pada Senin (21/09/2020), saya bersama Budi Tanjung dari CNNIndonesia dan Didik Wiratno dari reportasenews.com, menemui Yosef Erwiyantoro di Jalan Daksinapati, Rawamangun, Jakarta Timur. Yosef Erwiyantoro adalah wartawan sekaligus pengamat sepakbola kawakan di Indonesia. Di media sosial Facebook, ia dikenal dengan identitas Cocomeo Cacamarica.
Dengan tegas, Yosef Erwiyantoro minta PSSI membatalkan gelaran Liga 1 Indonesia. "Pertimbangan kemanusiaan harus di atas segalanya. Jangan sampai sepakbola yang menjunjung tinggi sportivitas, menjadi pemicu timbulnya klaster baru Covid-19," tukas Cocomeo Cacamarica dengan aksen serta mimik yang serius.
Bagaimana jika PSSI tetap ngotot? Benteng terakhir adalah Polri, Polisi. "Polri itu kan lembaga pencegahan. Inilah momentum yang tepat bagi Polri untuk menunjukkan sikap sebagai lembaga pengayom masyarakat. Lindungi warga dengan tidak menerbitkan izin pertandingan tersebut," lanjut Yosef Erwiyantoro, yang menjadi panutan di kalangan wartawan sepakbola tanah air.
Selain PSSI dan Polri, Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai sosok nomor satu di Jogja, tentulah memiliki kuasa yang kuat untuk melindungi warga Jogja. Sultan bisa menolak PSSI menggelar pertandingan Liga 1 Indonesia di Jogja, dengan alasan kemanusiaan. Sejauh ini, saya belum mengetahui, apa sikap Sri Sultan atas proyek PSSI tersebut. Setidaknya, Sri Sultan belum menyatakan sikap kepada publik.
Demi alasan kemanusiaan, sudah sepatutnya Sri Sultan Hamengku Buwono X menolak PSSI menggelar pertandingan Liga 1 Indonesia di Jogja.
Jakarta 26-09-2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI