Ini kelanjutan dari postingan saya "Industri Pers Vs Janda Wartawan" di Kompasiana, pada Selasa (25/08/2020) 10:50 WIB. Janda yang dimaksud, adalah Wiwiek Dwiyati, istri almarhum Djoko Yuwono, wartawan senior Harian Pos Kota, Jakarta. Rumahnya di RT 015 RW 03, Kelurahan Cempaka Baru, Jakarta Pusat, tertutup oleh pembangunan sekolah. Kini, masalahnya merembet ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ada apa sebenarnya?
Tanah Warisan dari Satu Leluhur
Ada sebidang tanah di Jalan Cempaka Timur Baru 1, Kelurahan Cempaka Baru, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat. Tanah itu merupakan tanah warisan. Wiwiek Dwiyati adalah salah seorang penerima waris. Lokasi yang menjadi hak warisnya berada di bagian tengah, dari sebidang tanah tersebut.
Leluhurnya sudah mendirikan rumah di sana, yang kemudian ditempati Wiwiek Dwiyati sekeluarga. Mereka sudah tinggal bertahun-tahun di sana. Hari Cahyanto adalah juga salah seorang penerima waris, dari pemberi waris yang sama dengan Wiwiek Dwiyati. Lokasi yang menjadi hak waris Hari Cahyanto, berada di tepi Jalan Cempaka Timur Baru 1 dan lebih luas dari warisan yang diterima Wiwiek Dwiyati.
Leluhur Hari Cahyanto mendirikan SMP-SMA Perguruan Nasional 1 (Pergunas) di sana, dengan bangunan sekolah bertingkat dua. Selama bertahun-tahun, operasional sekolah dan aktivitas keluarga Wiwiek Dwiyati berlangsung baik-baik saja. Hubungan Wiwiek Dwiyati dengan Hari Cahyanto yang berasal dari leluhur yang sama, ya baik-baik saja.
Masalah mulai timbul tahun 2018. Hari Cahyanto hendak membangun gedung baru SMP-SMA Perguruan Nasional 1, untuk menambah daya tampung murid. Lokasinya persis di depan rumah Wiwiek Dwiyati. Dinding bangunan itu otomatis menutup jalan masuk ke rumah Wiwiek Dwiyati. Hari Cahyanto juga menyuruh Wiwiek Dwiyati memindahkan saluran air dari kamar mandi dan dapur ke arah lain.
Rekomendasi Pihak Kemenkeu
Tanah untuk gedung baru tersebut memang hak waris Hari Cahyanto. Pada tahun 2018 itu, pembangunan gedung baru tersebut dihentikan. Suku Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) Kecamatan Kemayoran, menyegel bangunan tersebut, lantaran tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Kemudian, pada Agustus 2020 lalu, pembangunan kembali dilanjutkan. Karena, pihak Hari Cahyanto sudah mengantongi surat IMB dari Pemprov DKI Jakarta, atas dasar rekomendasi Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu. Surat rekomendasi tersebut bernomor S-74/PB.1/2019, ditandatangani oleh RM Wiwieng Handayaningsih, selaku Sekretaris Dirjen Perbendaharaan, Kemenkeu.
Aziz, selaku Kepala Sub Bagian Aset Pengelolaan Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu, yang dihubungi melalui perangkat selular, pada Jumat (18/09/2020), mengatakan, rekomendasi diberikan kepada pihak SMP-SMA Perguruan Nasional 1, atas permintaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Aziz mengaku, Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu hanya sebatas memberikan rekomendasi, tanpa tahu persis luas lahan tersebut, juga tanpa mengetahui batas-batas tanah yang dimaksud. "Kami hanya mengeluarkan surat rekomendasi itu saja, tidak tahu detail berapa ukuran luas lahan dan sebagainya," ujar Aziz lebih lanjut.
Diduga IMB Manipulatif
Wiwiek Dwiyati menduga, IMB yang dikantongi pihak SMP-SMA Perguruan Nasional 1 tersebut adalah IMB yang sudah dimanipulasi. Kenapa? Menurut Wiwiek Dwiyati, salah satu syarat untuk mendapatkan IMB, harus ada persetujuan dari pihak-pihak yang berbatasan langsung dengan area untuk IMB yang dimaksud.
"Di IMB itu, tidak ada nama dan tanda tangan saya. Malah, tetangga yang jauhnya 18 meter dari bangunan baru sekolah tersebut, dimintai persetujuan. Ya, jelas mereka tidak terganggu, karena jaraknya berjauhan," ungkap Wiwiek Dwiyati.
Oh, ya, Wiwiek Dwiyati sesungguhnya tidak mempersoalkan pembangunan gedung baru sekolah itu. Yang ia masalahkan, akibat gedung itu, jalan masuk ke rumahnya jadi tertutup. Kini, untuk keluar-masuk rumah, ia sekeluarga harus melalui "jalan tikus" yang berliku-liku dan sempit.
"Kemarin, waktu hujan malam hari, rumah saya banjir kemasukan air curahan dari bangunan sekolah yang dikerjakan sampai malam," lanjut Wiwiek Dwiyati. Ketika Wiwiek Dwiyati menegur, pihak SMP-SMA Perguruan Nasional 1 mempersilakan Wiwiek Dwiyati melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwenang.
"Kami berharap Kemenkeu menjelaskan detail letak dan luas lahan yang dimaksud. Sebab, di surat rekomendasi pembangunan, tidak tertulis lahan mana yang diserahkan ke Pergunas," kata Wiwiek Dwiyati. Jika Kemenkeu tidak memberikan penjelasan mengenai batas luas lahan itu, Wiwiek Dwiyati menduga, sangat mungkin telah terjadi mal administrasi dalam proses penerbitan IMB itu.
Kabar terbaru, Aziz dari pihak Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu, bersedia untuk ditemui Senin (21/09/2020) besok.
Jakarta 20-09-2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H