Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ada Apa dengan Jawa Pos Surabaya dan Papua?

26 Agustus 2019   17:16 Diperbarui: 26 Agustus 2019   17:45 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar atas: pesan perdamaian dari pemain Persebaya Surabaya, Osvaldo Ardiles Haay, yang lahir di Jayapura, Papua, pada 17 Mei 1998. Gambar bawah: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat berbincang dengan Lenis Kogoya, staf khusus presiden untuk Papua. Foto: capture dari edisi cetak Jawapos edisi Rabu (21/08/2019)

Bacalah Dengan Papua Itu Bersaudara, Sejak Dulu... Prasasti Itu Tertanam di Pantai Timur. Itu content yang dilansir jawapos.com, pada Minggu (25/08/2019) pukul 19:02 WIB. Itu mengobati rasa kecewa saya, meski tetap masih ada tanda tanya. 

Papua, Surabaya, dan Mangrove 

Content yang dilansir jawapos.com tersebut, benar-benar melegakan. Persaudaraan Papua dan Surabaya, bukan hanya sebatas kata-kata. Tapi, sudah mengakar sejak lama. Hutan mangrove di sepanjang pantai timur Surabaya adalah salah satu prasasti persaudaraan tersebut. Kita masih bisa menyaksikannya hingga kini. Mangrove itu sudah bertahun-tahun melindungi Surabaya bagian timur, dari banjir rob dan abrasi.

Dan, ide menanam mangrove itu, datang dari M. Fikser. Ia adalah lelaki kelahiran Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Saat itu, M. Fikser menjadi Lurah di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur. Dari lurah, ia menjadi camat, hingga kini menjadi Kabaghumas Pemkot Surabaya. "Pak Fikser ini humas saya," ujar Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, saat berbincang dengan Lenis Kogoya, staf khusus presiden untuk Papua, pada Selasa (20/08/2019) di rumah dinas wali kota.

Sejumlah prasasti persaudaraan Papua Surabaya, diulas jawapos.com dengan lengkap. Barangkali karena eratnya persaudaraan itulah, jawapos.com sama sekali tidak melansir satu pun content, ketika Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, didatangi ratusan orang dari berbagai ormas. Tidak satu pun?

Oh, ya? Saya menelusuri 291 content yang dilansir jawapos.com pada Jumat (16/08/2019). Tidak ada satu pun tentang Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan. Padahal, ratusan orang dari berbagai ormas tersebut memadati halaman depan Asrama Mahasiswa Papua itu, dari siang hingga malam hari. Sebagai media yang berkantor pusat di Surabaya, tidak mungkin jurnalis jawapos.com, tidak mengetahui peristiwa tersebut.  

Bandingkan dengan kompas.com, media yang berkantor pusat di Jakarta. Secara jarak, Jakarta-Surabaya via tol Trans Jawa, sekitar 759 kilometer. Tentu sangat jauh, dibandingkan dengan jarak kantor pusat jawapos.com di  Jalan Ahmad Yani No.88 dengan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan. Tapi, pada Jumat (16/08/2019) itu, pada pukul 20:15 WIB, kompas.com melansir Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya Didatangi Ratusan Kelompok Ormas, Ini Dugaan Penyebabnya.

Bahkan, kompas.com mewawancarai Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya, Dorlince Iyowau. Ia mengatakan, pada pukul 15.20 WIB, saat asrama dipadati ormas, ada yang merusak pagar asrama dan ada yang mengeluarkan kata-kata rasisme. Artinya, jurnalis kompas.com bukan hanya melihat dari jauh, tapi terjun langsung ke lokasi peristiwa.

Papua, Mahasiswa, dan Berita

Saya pikir, mungkin jawapos.com masih melakukan konfirmasi ke para pemangku kepentingan, makanya belum melansir content tentang peristiwa di Asrama Mahasiswa Papua itu. Ternyata, benar-benar tidak ada. Content terakhir yang dilansir jawapos.com pada Jumat (16/08/2019) itu, Hoax Kabar Aiptu Erwin Meninggal Dunia, Polri Akan Tindak Tegas Pelaku pukul 23:55 WIB.

Sebagai pembaca, saya berpikir positif saja. Dalam hati saya berharap, jawapos.com memberitakan peristiwa itu. Pertama, karena media itu bermarkas di Surabaya, satu kota dengan Asrama Mahasiswa Papua itu. Kedua, saya berharap mendapatkan informasi yang lebih, setidaknya dari sisi sudut pandang tentang peristiwa tersebut. Ketiga, sebagai media setempat, tentulah jurnalis jawapos.com akan menuliskan lebih komprehensif.

Tengah malam, setelah berganti hari menjadi Sabtu (17/08/2019), jawapos.com melansir content pada pukul 00:15 WIB, tapi tidak terkait dengan kejadian di Asrama Mahasiswa Papua. Content tersebut Lima Negara Ramaikan Paragliding Accuracy Asian Cup di Pantai Pandawa. Saya menarik napas dalam-dalam sembari bergumam, kok bukan tentang kejadian itu, ya?

Pagi Sabtu (17/08/2019) itu, pukul 06:27 WIB, kompas.com melansir Mahasiswa Papua di Surabaya Bantah Rusak Bendera Merah Putih. Oh, artinya kompas.com meng-update berita kemarin, melansir perkembangan terbaru dari kejadian di Asrama Mahasiswa Papua itu. Sebagai pembaca, saya tentu saja senang, bisa mengikuti perkembangan kejadian itu.

Bagaimana dengan jawapos.com? Hingga hari berganti menjadi Minggu (18/08/2019), saya tidak menemukan satu pun content tentang kejadian tersebut. Dengan penuh rasa penasaran, saya susuri satu per satu 178 content yang dilansir jawapos.com pada Sabtu (17/08/2019). Sungguh, saya tidak menemukan content yang dimaksud. Sampai tahap ini, saya masih penasaran. Kok jawapos.com tidak memberitakan, ya?

Padahal, kompas.com melansir 3 content tentang kejadian di Asrama Mahasiswa Papua itu, pada Sabtu (17/08/2019). Dan, ada 10 content lainnya, yang terkait dengan Papua, dari 338 total content di kompas.com hari itu. Ini tentu saja menimbulkan pertanyaan yang rada serius, kenapa? Ada apa dengan jawapos.com?

Papua, Jurnalistik, dan Gubernur

Pada Minggu (18/08/2019), saya kembali menyusuri jawapos.com. Dari 123 content yang dilansir hari itu, saya tidak menemukan satu pun yang terkait dengan kejadian di Asrama Mahasiswa Papua. Saya mulai kecewa. Bagaimana mungkin, media sebesar jawapos.com, yang berkantor pusat di Surabaya, bisa abai pada kejadian yang terjadi di kotanya?

Saya menduga, tentu ada sesuatu. Tentu ada kebijakan tertentu, yang membuat jawapos.com tidak memberitakan kejadian tersebut. Memang hak media itu untuk memberitakan atau tidak memberitakan suatu kejadian. Namun, dalam konteks tanggung jawab media kepada publik, kebijakan jawapos.com tersebut sungguh janggal.

Baru pada Senin (19/08/2019) pukul 10:35 WIB, jawapos.com melansir berita tentang Papua Gubernur Papua: Hindari Tindakan Represif yang Menyebabkan Korban Jiwa. Berita itu didominasi oleh pernyataan Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe. Sama sekali tidak ada latar belakang tentang kejadian di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya. Dalam konteks kerja jurnalistik, itu tentulah sebuah tragedi. 

Dalam berita itu ditulis Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe mengecam insiden kekerasan yang menimpa mahasiswa Papua di Kota Surabaya, Jawa Timur, Kota Semarang dan Kota Malang, Jawa Tengah, yang terjadi bertepatan moment Hari Kemerdekaan Indonesia ke-74. Nah, insiden seperti apa? Apa yang sudah terjadi terhadap mahasiswa Papua, dari tanggal 15, 16, 17, dan 18 Agustus 2019?

Hal itu sama sekali tidak disinggung di berita tersebut. Padahal, itu adalah berita pertama jawapos.com tentang mahasiswa Papua, yang bermula dari kejadian di Malang pada Kamis (15/08/2019) dan kejadian di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya pada Jumat (16/08/2019). Sampai di sini, saya bukan lagi penasaran, tapi kecewa dengan kerja jurnalistik jawapos.com.

Kita tahu, jawapos.com adalah media milik tokoh pers nasional, Dahlan Iskan, dalam Jawa Pos Group. Jaringan medianya luas dan berpengaruh secara nasional. Sementara, kompas.com adalah media yang didirikan Jakob Oetama dalam Kompas Gramedia Group, yang pengaruhnya sangat luas. Sebagai penutup tulisan ini, saya petikkan tulisan Dahlan Iskan pada 3 Oktober 2011, yang dilansir di dahlaniskan.wordpress.com.

Tulisan berjudul Hidup Bahagia Jakob Oetama itu didedikasikan Dahlan Iskan untuk merayakan ulang tahun Jakob Oetama ke-80. Begini bunyi petikan itu: saya tidak mampu mengalahkan Pak Jakob Oetama. Kompas Group masih jauh lebih gede daripada Jawa Pos Group meski koran Jawa Pos sudah tidak kalah besar dari koran Kompas.

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 26 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun