Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bertemu Turis Arab di Taman Nasional Gede Pangrango

10 Agustus 2019   16:47 Diperbarui: 6 Juli 2020   15:53 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus Blues Asianto di Taman Nasional Gede Pangrango. Dengan motor sport Cleveland, ia akan menjelejahi 11 Taman Nasional sepanjang Jawa-Bali. Ini bagian dari penyaluran hasrat berbaginya tentang alam, khususnya tentang Taman Nasional. Agus mengajak semua pihak di mana pun berada, untuk sama-sama merawat bumi Indonesia dengan penuh cinta. Foto: fajar irawan

Jumat (09/08/2019), Agus Blues Asianto bertemu dengan sejumlah turis Arab di Taman Nasional Gede-Pangrango. Ini bagian dari jelajah 11 Taman Nasional sepanjang Jawa-Bali, yang dilakukannya. Ia sendirian, menjelajah dengan motor sport Cleveland. Ya, benar-benar sendirian, untuk menempuh jarak 3.700 km Jakarta-Bali pulang-pergi.      

Gede-Pangrango Tanpa Hujan

Agus Blues Asianto adalah jurnalis senior. Ia mantan jurnalis Tabloid Nova, salah satu media dalam kelompok Kompas-Gramedia. Dan, Taman Nasional Gede-Pangrango yang berada di kawasan Puncak, Cianjur, Jawa Barat, adalah taman nasional pertama, dari 11 lainnya, yang akan ia jelajahi. Taman nasional ini merupakan destinasi favorit warga Jakarta. Selain karena jaraknya tak jauh, sekitar 85 km dari Jakarta, di sini ada Kebun Raya Cibodas, area wisata keluarga yang sungguh mengesankan.

Malam sudah agak larut, ketika Agus Blues Asianto tiba di kawasan Cibodas. Penanggalan belum berganti, masih Kamis (08/08/2019). Sebagai lelaki yang sangat akrab dengan alam, ia langsung mencium aroma debu yang membubung ke udara. Bukan aroma asap knalpot kendaraan yang selama ini menguasai jalan raya. Tapi aroma tanah, bau tanah yang mengering.

Ada apa? Ternyata, sudah lebih dari sebulan ini, hujan tak pernah turun di kawasan Cibodas, yang menjadi bagian dari Taman Nasional Gede-Pangrango. Gunung Gede dan Gunung Pangrango memang masih menjulang tinggi. Dari kejauhan, kedua gunung tersebut memang masih nampak hijau. Namun, di wilayah kaki kedua gunung itu, khususnya kawasan Cibodas, tanah-tanah sudah mulai mengering.

Agus Blues Asianto melintasi sungai kecil di Taman Nasional Gede Pangrango. Ia ditemani pepohonan rasamala yang tinggi menjulang. Rasamala adalah rajanya pohon di kawasan hutan pegunungan di Jawa dan Sumatera. Pohon ini memberikan kontribusi besar, dalam konteks reboisasi. Menjaga hijaunya kawasan hutan, menjaga agar tanah pegunungan tak mudah longsor, serta memelihara air untuk sumber penghidupan berjuta warga. Foto: fajar irawan
Agus Blues Asianto melintasi sungai kecil di Taman Nasional Gede Pangrango. Ia ditemani pepohonan rasamala yang tinggi menjulang. Rasamala adalah rajanya pohon di kawasan hutan pegunungan di Jawa dan Sumatera. Pohon ini memberikan kontribusi besar, dalam konteks reboisasi. Menjaga hijaunya kawasan hutan, menjaga agar tanah pegunungan tak mudah longsor, serta memelihara air untuk sumber penghidupan berjuta warga. Foto: fajar irawan
Saat istirahat di sebuah warung kopi di sana, Agus Blues Asianto berbincang dengan pemilik warung. Bagi warga Cibodas, rupanya kondisi seperti ini sudah termasuk musim kering. Biasanya, tiap hari pasti hujan turun. Setidaknya, dua hari sekali, bulir-bulir air dari langit pasti menyirami bumi Cibodas. Tidak seharian hujan, memang. Rerata hujan turun di Cibodas dengan durasi 2-3 jam.

Itu dalam kondisi normal. Itulah habit cuaca di Cibodas selama ini. Nah, bisa dibayangkan kini, seperti apa kondisi tanah di sana, yang sudah sebulan lebih, tak pernah tersentuh hujan. Tak pernah disirami langit. Agus Blues Asianto tercenung. Pikirannya menerawang ke para petani sayur Cibodas, yang sepanjang usia, mereka menggantungkan hidup dari bertanam sayur.

Tentu mereka harus bekerja lebih keras lagi, menghadapi musim kering ini. Secara administratif, kawasan Cibodas yang berada di kaki Gunung Gede-Pangrango tersebut, merupakan Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Sayuran merupakan tanaman utama para petani Cibodas dan para petani di Kabupaten Cianjur secara keseluruhan. Dinas Pertanian Cianjur mencatat, luas lahan sayuran di kabupaten itu mencapai 17.000 hektar.

Air Bening Mengaliri Hidup 

Umumnya, para petani Cibodas dan para petani di Kabupaten Cianjur, menanam cabai, bawang daun, wortel, tomat, buncis, kol, pepaya, dan jagung manis. Komoditas sayur segar tersebut, selain untuk memenuhi kebutuhan warga Cianjur, sebagian besar disuplai ke pasar-pasar yang ada di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) dan Bandung. Artinya, hujan sangat diharapkan para petani itu, untuk membasahi lahan pertanian mereka.

Agus Blues Asianto membekali dirinya dengan sejumlah perangkat. Ini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan, karena ia bakal menempuh rute sepanjang 3.700 km Jakarta-Bali pulang-pergi. Ia sendiri, benar-benar sendirian. Artinya, ia harus cermat dengan kondisinya, juga cermat dengan motor yang ia tunggangi. Selamat pergi, selamat pula kembali. Foto: isson khairul
Agus Blues Asianto membekali dirinya dengan sejumlah perangkat. Ini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan, karena ia bakal menempuh rute sepanjang 3.700 km Jakarta-Bali pulang-pergi. Ia sendiri, benar-benar sendirian. Artinya, ia harus cermat dengan kondisinya, juga cermat dengan motor yang ia tunggangi. Selamat pergi, selamat pula kembali. Foto: isson khairul
Pagi Jumat (09/08/2019), Agus Blues Asianto menyusuri kali kecil yang mengalir di belakang warung kopi, tempat ia beristirahat tadi malam. Arusnya lumayan deras. Airnya bening, sampai menyejukkan hati. Pemilik warung bercerita, dibandingkan dengan kondisi normal, debet air di kali kecil tersebut, agak turun sedikit. Air bening dari kali kecil itu merupakan sumber penghidupan ratusan pedagang di ratusan kios di pasar wisata Cibodas.

Matahari mulai merambat naik dari kaki langit. Agus Blues Asianto pun mulai bersiap, untuk menjelajahi Taman Nasional Gede-Pangrango, dengan motor sport Cleveland. Saat melintasi beberapa kawasan di pasar wisata, ia melihat rerumputan mulai menguning. Tak hijau lagi. Tanah-tanah mengering. Debu menguap ke udara, disapu angin pegunungan yang lumayan kencang.

Agus Blues Asianto melaju dengan motornya. Ia melintasi jalan tanah, jalan berbatu. Juga, melintasi kali kecil yang dialiri air bening. Pohon Rasamala yang tinggi dan besar, menemani perjalanannya. Tekstur kulit pohon rasamala, sungguh artistik. Ada bagian putih, ada bagian yang kecoklatan. Di mata Agus Blues Asianto, pohon-pohon rasamala yang menjulang itu, bagai kanvas lukisan alam. Menjadi daya pikat penjelajahannya.

Tinggi pepohonan rasamala yang ia lintasi, ya sekitar 60 meter, dengan diameter batang mencapai 200 sentimeter. Sejumlah literatur tentang kehutanan menyebut, pohon rasamala merupakan rajanya pohon di kawasan hutan pegunungan di Jawa dan Sumatera. Pohon ini memberikan kontribusi besar, dalam konteks reboisasi. Menjaga hijaunya kawasan hutan, menjaga agar tanah pegunungan tak mudah longsor, serta memelihara air untuk sumber penghidupan berjuta warga.

Agus Blues Asianto berangkat Kamis (08/08/2019) malam dari Kedai Ayam Gosong miliknya di Depok II Tengah. Perkumpulan Silat Gending Jagad Buana Depok mendoakan serta melepas keberangkatannya. Anak balita Agus duduk di pangkuan sang ayah, sebelum perjalanan dimulai. Ini jelajah alam yang penuh tantangan, yang diiringi dengan penuh doa oleh keluarga serta rekan-rekan. Foto: frieta ayam gosong
Agus Blues Asianto berangkat Kamis (08/08/2019) malam dari Kedai Ayam Gosong miliknya di Depok II Tengah. Perkumpulan Silat Gending Jagad Buana Depok mendoakan serta melepas keberangkatannya. Anak balita Agus duduk di pangkuan sang ayah, sebelum perjalanan dimulai. Ini jelajah alam yang penuh tantangan, yang diiringi dengan penuh doa oleh keluarga serta rekan-rekan. Foto: frieta ayam gosong
Selain takjub pada rasamala, Agus Blues Asianto pun terpesona pada nephentes, yang lebih dikenal sebagai kantong semar. Struktur tumbuhan ini sangat unik: memiliki gelembung yang mirip tabung. Tabung? Seorang pecinta alam yang berada di sana, bercerita pada Agus. Katanya, tabung itu adalah daun. Bukan bunga. Ini adalah cara tanaman itu beradaptasi dengan alam. Karena habitatnya miskin nutrisi, maka tanaman itu mengubah tubuhnya mewujud tabung, sebagai upaya untuk mencari makanan.

Proses Hidup dari Pohon

Lama, cukup lama Agus Blues Asianto tercenung. Sorot matanya nyaris tak pernah lepas dari sang kantong semar. Alangkah menakjubkan. Agus merasa, tanaman itu telah mengajarinya banyak hal. Pertama, tentang proses adaptasi terhadap habitat, terhadap lingkungan sekitar. Bukankah tiap orang mestinya beradaptasi dengan lingkungannya? Menjadi bagian dari lingkungan, agar tidak terjebak dalam kesendirian.

Kedua, tentang upaya mencari makan, agar tumbuh sehat untuk melanjutkan kehidupan. Agar bisa berbuat untuk orang lain yang ada di sekitar. Tanaman itu mewujud kantong semar untuk mencari makan, hingga ia tetap tumbuh, kemudian menebarkan oksigen ke penjuru bumi. Bukankah tiap orang harus bekerja keras untuk mencari makan, untuk menghidupi diri dan keluarganya? Kemudian berbagi untuk orang lain.

Berbagi dalam konteks luas, tentunya. Bukan hanya berbagi makanan dan uang, tapi juga berbagi waktu, berbagi pengalaman, serta berbagi ilmu. Agus Blues Asianto, misalnya. Ia memiliki Kedai Ayam Gosong, dengan sajian menu ayam yang enak, di Jalan  Merdeka Raya 12, Depok II Tengah, Jawa Barat. Tiap hari Jumat, ia dengan sepeda motor, membagikan makanan kepada fakir miskin yang ia temui di jalan. Ia berkeliling dengan motor, membawa makanan yang sudah ia kemas dalam kemasan.

Agus Blues Asianto dengan tunggangannya: sepeda motor sport Cleveland CycleWerks tipe Ace Deluxe, buatan Amerika Serikat. Ia berterima kasih kepada para pihak yang telah turut mendukung kampanye lingkungan hidup ini. Agus mengajak semua pihak di mana pun berada, untuk sama-sama merawat bumi Indonesia dengan penuh cinta. Foto: dokumentasi agus
Agus Blues Asianto dengan tunggangannya: sepeda motor sport Cleveland CycleWerks tipe Ace Deluxe, buatan Amerika Serikat. Ia berterima kasih kepada para pihak yang telah turut mendukung kampanye lingkungan hidup ini. Agus mengajak semua pihak di mana pun berada, untuk sama-sama merawat bumi Indonesia dengan penuh cinta. Foto: dokumentasi agus
Aktivitas berbagi ini sudah ia lakoni sejak beberapa tahun lalu. Melalui grup WhatsApp, ia juga mengajak rekan-rekannya untuk turut berbagi. Dana yang terkumpul dari rekan-rekan itu, ia belikan bahan makanan, kemudian ia masak menjadi makanan yang enak. Setelah dikemas, ia sendiri yang membagikannya, dengan sepeda motor. Itu menjadi aktivitas rutin Agus tiap Jumat.

Penjelajahan ke 11 Taman Nasional sepanjang Jawa-Bali ini, juga bagian dari penyaluran hasrat berbaginya. Agus Blues Asianto ingin berbagi kabar tentang alam, khususnya tentang Taman Nasional. Ini rute Agus Blues Asianto dari Jakarta ke Bali: TN Gede-Pangrango dan TN Ciremai di Jawa Barat, TN Merbabu dan TN Gunung Merapi di Jawa Tengah, TN Tengger dan TN Baluran di Jawa Timur, terus menyeberang ke Pulau Bali menuju TN Bali Barat.

Dan, ini Taman Nasional (TN) yang akan dijelajahi Agus Blues Asianto dari Bali ke Jakarta: TN Alas Purwo dan TN Merubetiri di Jawa Timur, melalui Kota Solo di Jawa Tengah dan Pangandaran di Jawa Barat, kemudian memasuki  TN Gunung Halimun di Jawa Barat, dan TN Ujung Kulon di Banten.

Keberadaan taman nasional bukan hanya sebagai area konservasi, tapi sekaligus sebagai destinasi wisata. Pada Kamis (26/07/2018),  Humas Kebun Raya Cibodas, Yetty Lestriani, menyebut,  kunjungan wisatawan asal Timur Tengah, terutama dari Arab Saudi, mencapai ribuan orang per minggu. Wisatawan lokal, jumlahnya lebih banyak dari itu. Ini tentu potensi wisata yang besar, yang turut memberikan daya dukung untuk Taman Nasional Gede-Pangrango.

Maka, tak mengherankan, Agus Blues Asianto kerap berpapasan dengan turis Arab Saudi, ketika menjelajah Taman Nasional Gede-Pangrango, pada Jumat (09/08/2019) lalu. Oh, ya, penjelajahan Agus ini dinamai Funtastic Tour Green Solo Ride National Park Java-Bali 2019. Ia didukung penuh oleh Maisara Production, Pengendara.com, Calon Jenazah Motorcycle Club (CJMC), Cleveland CycleWerks, Horison Hotels Group, Pondok Pundi Village Inn & Spa, OtoKafe, Drago, Respiro, KSK Insurance, RSV, dan JPX.

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 10 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun