Tragedi sudah bersama Sripeni sejak awal. Jika tak ada listrik padam massal, mungkin publik tak kenal Sripeni. Padahal, karirnya moncer dan otaknya encer. Ia pun cantik mempesona. Kenapa media tak peduli pada Sripeni Inten Cahyani?
Kompas.com dan Tempo.co
Sripeni resmi menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN, pada Jumat (02/08/2019). Ia sekaligus merangkap sebagai Direktur Pengadaan Strategis I. Pada hari itu, kompas.com melansir 601 content, dan hanya 1 content tentang resminya Sripeni menjadi Plt Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN). Silakan baca Kementerian BUMN Tunjuk Sripeni Jadi Plt Dirut PLN, yang dilansir kompas.com pada pukul 18:40 WIB.
Tak ada wawancara dengan Sripeni. Foto yang dipasang di content tersebut, bukan foto Sripeni. Tapi, foto petugas PLN Unit Induk Distribusi Bali, yang tengah memantau kondisi pasokan listrik di ruang monitor. Itu pun foto lama, yang dijepret pada Rabu (26/06/2019). Itu bukan foto jurnalis kompas.com, tapi foto dari dokumentasi PLN.
Hal yang hampir serupa, juga saya temukan di tempo.co, pada Jumat (02/08/2019) itu. Pada hari tersebut, tempo.co melansir 354 content, dan hanya 1 content tentang pengangkatan Sripeni. Silakan baca RUPS Angkat Sripeni jadi Pelaksana Tugas Dirut PLN, yang dilansir tempo.co pada pukul 16:18 WIB. Juga, tidak ada wawancara dengan Sripeni.
Foto yang dipasang adalah foto Sripeni selaku Direktur Pengadaan Strategis I PLN. Itu jabatan yang diemban Sripeni, sebelum diangkat menjadi Plt Direktur Utama PLN. Itu juga foto lama, yang dijepret pada Jumat (26/07/2019), ketika Sripeni menjelaskan kepada media tentang rencana pembangunan PLTA Tanah Kuning di Kalimantan Utara, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta Pusat. Foto tersebut hasil jepretan jurnalis tempo.co.
Kita tahu, kompas.com dan tempo.co adalah media profesional, yang dikelola oleh para jurnalis profesional. Kantor Pusat kedua media tersebut, di Jakarta. Kantor Pusat BUMN, lokasi peresmian jabatan Sripeni, juga di Jakarta. Artinya, jarak bukan penghalang. Waktu juga bukan penghalang, karena hari Jumat kan hari kerja. Lalu, apa halangan jurnalis kompas.com dan tempo.co untuk menghadiri pengangkatan Sripeni?
Ketika Media Memilih  Â
Dalam konteks kerja jurnalistik, media leluasa memilih untuk menugaskan atau tidak menugaskan jurnalisnya ke suatu acara. Media juga leluasa memilih untuk memberitakan atau tidak memberitakan, suatu peristiwa.Â
Dalam hal ini, kompas.com dan tempo.co memberitakan peristiwa tersebut. Tapi, besar dugaan saya, jurnalis kedua media tersebut, tidak hadir di Kantor Pusat BUMN. Mereka melansir berita berdasarkan siaran pers semata.
Dari penelusuran saya, bukan hanya kompas.com dan tempo.co yang berperilaku demikian. Ada sejumlah media lain, yang juga berbuat serupa. Melansir berita tentang pengangkatan Sripeni, hanya berdasarkan siaran pers, pakai foto dokumentasi, dan tidak hadir di acara tersebut. Untuk contoh dalam tulisan ini, saya memilih kompas.com dan tempo.co. Menurut saya, tidak patut kedua media tersebut bersikap demikian terhadap PLN.
Bagaimanapun juga, PLN kan BUMN skala besar. Pada Kamis (01/08/2019), Presiden Joko Widodo menerbitkan aturan terkait dengan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke dalam modal saham PLN senilai Rp 6,5 triliun. Selain itu, kontribusi pajak PLN ke negara, tidaklah kecil. Pada tahun 2018, misalnya, PLN menyetor pajak ke negara sebesar Rp 27,4 triliun.
Atas dasar itu, PLN dapat penghargaan sebagai Wajib Pajak Besar Tahun 2019. Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto, pada Rabu (13/03/2019). Maksud saya, untuk korporasi sebesar PLN, tidaklah elok dua media besar seperti kompas.com dan tempo.co sekadar melansir siaran pers.
Apalagi ini menyangkut pengangkatan pucuk pimpinan tertinggi di PLN, meski levelnya Pelaksana Tugas (Plt). Kita tahu, Dirut PLN sebelumnya, Sofyan Basir, sudah dinonaktifkan Kementerian BUMN pada  Kamis (25/04/2019), karena kasus korupsi. Kemudian, Djoko Abumanan ditunjuk sebagai Plt Direktur Utama PLN pada Rabu (29/05/2019). Selanjutnya, pada Jumat (02/08/2019), Kementerian BUMN menunjuk Sripeni menjadi Plt Direktur Utama PLN, menggantikan Djoko Abumanan.
Tragedi Kerja KomunikasiÂ
Dari sisi komunikasi publik, perilaku kompas.com dan tempo.co, serta sejumlah media lain terkait pengangkatan Sripeni, adalah sebuah tragedi. Tragedi dalam kerja jurnalistik. Sebaliknya, dari sisi PLN sebagai korporasi, itu juga tragedi. Tragedi kerja tim komunikasi PLN, dalam mengelola media.
Semua itu tercermin dari tidak strategisnya koordinasi komunikasi perusahaan, ketika terjadi listrik padam pada Minggu (04/08/2019), yang berlanjut padam pada Senin (05/08/2019) lalu. Sejumlah isu negatif tentang PLN berkembang secara liar. Warga yang marah, menghujat di media sosial. Bahkan, ada yang menggulirkan isu agar Sripeni dicopot.
Seingat saya, tidak ada posko komunikasi PLN, saat krisis tersebut. Tidak ada pula juru bicara yang handal, yang mampu mengkomunikasikan, hingga publik paham apa yang sesungguhnya terjadi. Selain itu, tidak ada pula komunikasi yang bersifat update, untuk menjelaskan kepada publik tentang berbagai upaya perbaikan yang tengah dilakukan PLN.
Krisis adalah tragedi bagi sebuah korporasi. Dan, komunikasi yang strategis adalah salah satu cara untuk mengelola krisis tersebut. Di era digital kini, ada begitu banyak saluran komunikasi yang bisa digunakan. Media online, televisi, radio, serta sejumlah platform media sosial adalah beberapa di antaranya. Sayang, tim komunikasi PLN nyaris tidak menggunakan berbagai saluran tersebut secara maksimal.
Yang mencuat ke publik adalah PLN tidak tahu, apa yang sesungguhnya terjadi. Apa yang menjadi faktor utama terjadinya listrik padam massal tersebut. Dari pencermatan saya, PLN nampak sebagai korporasi yang panik, yang berperan hanya sebagai juru bantah isu. Itu pun tidak maksimal. Tidak cukup mampu menerangi emosi publik yang tengah gelap-gulita.
Dalam konteks kepemimpinan, Sripeni menurut saya relatif mampu mengendalikan diri. Sebagai sosok yang baru 2 (dua) hari di pucuk pimpinan PLN, ia praktis tidak mengeluarkan pernyataan yang bikin blunder. Perempuan kelahiran Pati, Jawa Tengah, pada 7 Oktober 1968 itu, sudah cukup terasah karena pernah mengisi sejumlah jabatan strategis di anak perusahaan PLN.
Antara lain, sebagai Direktur Keuangan Indonesia Power, Eksekutif Utama Bidang Keuangan Indonesia Power yang ditugas karyakan sebagai Senior Spesialis Keuangan Divisi Keuangan Korporat PLN, serta Kepala Divisi Pendanaan dan Asuransi Indonesia Power. Selanjutnya sebagai Direktur Utama PT Indonesia Power.
Karirnya yang moncer, didukung oleh latar belakang pendidikan Sripeni, yang mengesankan. Ia lulusan Fakultas Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Jenjang S2 ia selesaikan di Bidang Manajemen di Sekolah Tinggi Manajemen (STM) PPM Jakarta Pusat. Selanjutnya di Program Doctor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta Barat.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 08 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H