Di hari-hari musim haji ini, rerata Taufik Sirajuddin bisa menjual lebih dari 30 keping SIM card per hari. Wow, sungguh menggiurkan. Menurut Taufik Sirajuddin, kartu perdana Zain yang dijualnya itu, dikirim langsung dari Arab Saudi kepada pihak kedua di Indonesia. Kemudian, disebarluaskan untuk dijual di beberapa daerah, melalui pihak ketiga.
Siapa pihak kedua dan siapa pula pihak ketiga? Taufik Sirajuddin tidak menjelaskannya. Pihak pertamanya jelas, Zain Telecom Saudi. Dari penelusuran saya, SIM card Zain juga dijual di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Juga, dijual di Asrama Haji Lombok, Nusa Tenggara Barat, Asrama Haji Donohudan Surakarta, dan Asrama Haji Sukolilo Surabaya.
Artinya, peredaran sekaligus penjualan SIM card Zain tersebut, relatif sudah cukup luas. Di Asrama Haji Pondok Gede, misalnya, SIM card perdana Zain bahkan sudah dijual sejak Rabu (17/07/2019). Pada Selasa (23/07/2019), Ferdinandus Setu, Pelaksana tugas Kepala Biro Humas Kemkominfo, menyebut, Kementerian Kominfo sudah mengeluarkan larangan penjualan SIM card Zain di wilayah Indonesia.
Dilarang? Kenapa? Menurut Ferdinandus Setu, pelarangan tersebut bersifat sementara, sampai jelas aspek perlindungan konsumen sebagaimana amanat UU No 8 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Pertanyaannya, sudah dilarang pada Selasa (23/07/2019), tapi kenapa pada Jumat (26/07/2019) masih dijual di konter di asrama haji Sudiang Makassar?
Pertanyaan berikutnya, SIM card Zain dijual di lingkungan asrama haji di sejumlah wilayah di Indonesia, dengan nama serta logonya terpampang jelas. Tidak ada kah sepasang mata pihak berwenang yang melihat itu? Dari sejumlah pemberitaan di media, penjualan SIM card Zain diduga tanpa izin, yang otomatis juga tidak ada komponen pungutan pajaknya.
Walah-walah, demikian mudahnya produk telekomunikasi diperdagangkan tanpa izin? Bahkan, dijual di sekitar lingkungan asrama haji, yang notabene milik pemerintah? Lebih parah lagi, setelah Kementerian Kominfo mengeluarkan larangan, sama sekali tidak ada reaksi dari pihak  Zain Telecom Arab Saudi. Baik melalui pernyataan di media, maupun melalui konferensi pers.
Sebaliknya, yang bereaksi di sini sudah dua pihak. Kemkominfo selaku regulator dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai legislator. Adalah Evita Nursatny, yang bersuara. Ia Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan, partai yang berkuasa saat ini.
Menurut Evita Nursatny, dijualnya produk Zain Telecom Saudi di sini, telah menimbulkan dampak negatif. Tidak hanya berdampak kepada industri telco dalam negeri, tetapi juga merugikan negara, karena tidak membayar pajak. Selain itu, konsumen Indonesia, dalam hal ini jamaah calon haji dan jamaah umrah yang telah membeli SIM card Zain Telecom Saudi, tidak terlindungi.
Bisnis memang tidak mengenal tanah air, karena tanah airnya adalah keuntungan. Itu yang kita lihat kini. Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, karena penambahan kuota haji Indonesia sebanyak 10.000 tahun 2019 ini, maka jumlah total jamaah calon haji tahun ini 231.000 orang. Sementara, jamaah umrah per tahun sudah mencapai 1.000.000 orang.
Bukankah itu pasar yang menggiurkan bagi industri telco Arab Saudi? Tidak mengherankan, mereka dengan penuh semangat menjemput bola ke sini, langsung menjual SIM card perdana di Indonesia, sebelum jamaah berangkat menuju Arab Saudi. Bisnis memang membutuhkan gerak cepat, untuk meraih untung lebih cepat. Ya, begitulah hakekatnya bisnis.