Ini kabar dari Banyuwangi. Ada 4 inovasi dari kabupaten itu, yang patut kita acungkan jempol. Keempat inovasi tersebut diunggulkan, dari 3.156 inovasi se-Indonesia. Yuk, belajar peduli dari Banyuwangi.
Keempat inovasi yang dimaksud: Rantang Kasih, Banyuwangi Festival, Banyuwangi Mall, dan Chips. Pada Sabtu (13/07/2019), Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas telah memaparkan semuanya kepada dewan juri independen, yang diketuai JB Kristiadi, Doktor Administrasi Publik lulusan Sorbonne University, Perancis.
Dan, semuanya lolos ke dalam jajaran Top 99 Inovasi Pelayanan Publik, dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Itu hasil penilaian dewan juri independen, setelah membandingkannya dengan 3.156 inovasi se-Indonesia, yang mereka cermati.
Dari keempat inovasi tersebut, saya terkesan dengan inovasi Rantang Kasih. Ini program inovasi yang menyasar warga miskin lanjut usia. Saat ini, total ada 3.017 warga lansia, yang menjadi sasaran program tersebut. Kepada mereka, tiap hari diantarkan makanan yang bergizi. Dengan rantang, dengan penuh kasih, tentunya. Langsung ke rumah mereka dan gratis.
Ya, benar-benar tiap hari. Tak mengenal hari libur. Teknisnya, Pemkab Banyuwangi bekerjasama dengan warung makan terdekat dengan rumah warga lansia. Lalu, disepakati pagu anggaran untuk sejumlah lansia yang dekat dengan warung tersebut. Termasuk, anggaran untuk ojek, yang akan mengantarkan makanan itu.
Inovasi Rantang Kasih ini mulai dieksekusi dan diumumkan kepada publik, sejak Kamis (26/10/2017). Beberapa bulan sebelumnya, sudah dilakukan uji-coba. Artinya, program inovasi ini sudah berlangsung, hampir dua tahun. Abdullah Azwar Anas menuturkan, pada tahap awal, sekitar Rp 5,5 miliar anggaran dialokasikan untuk inovasi tersebut.
Saya pikir, program peduli lansia miskin ini, patut diadopsi oleh banyak wilayah. Baik kabupaten, maupun kotamadya. Pertama, secara nasional, kita punya Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN), yang diperingati setiap 29 Mei. Kedua, dari catatan data Susenas 2016, jumlah lansia di Indonesia, mencapai 22,4 juta jiwa. Artinya, sekitar 8,69 persen dari jumlah penduduk nasional.
Sebagai warga yang sudah tidak produktif, mereka tentu membutuhkan bantuan. Memang, ada sebagian lansia, yang mendapat topangan biaya hidup dari keluarga mereka. Sebaliknya, lansia yang tinggal hidup sebatang kara, juga tak kalah banyaknya. Mereka inilah yang membutuhkan bantuan. Setidaknya, untuk makan mereka sehari-hari.
Poin tersebut yang dicermati Pemkab Banyuwangi, yang kemudian mereka wujudkan menjadi Program Pemkab. Secara ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Banyuwangi, bukanlah yang terbesar di Indonesia. PAD Banyuwangi pada tahun 2017, tercatat Rp 351,1 miliar.
Yang mengesankan, inovasi Rantang Kasih ini, memberikan manfaat ekonomi berkelanjutan. Pertama kepada pihak warung makan, kedua kepada pengojek yang mengantarkan makanan. Artinya, PAD Banyuwangi bisa dinikmati secara langsung oleh sebagian warganya, melalui program tersebut.
Hal lain yang juga menginspirasi, Rantang Kasih secara alamiah telah menumbuhkan partisipasi publik yang tinggi. Pihak warung makan, misalnya, dengan ikhlas menambahkan menu makanan yang dikirimkan, melebihi pagu anggaran Pemkab. Itu mereka lakukan dengan sukarela. Sebagian pengojek juga ikhlas tidak minta ongkos. Mereka mengantarkan makanan, dengan niat ibadah, dengan spirit tolong-menolong.
Inovasi program yang menumbuhkan partisipasi warga seperti itu, saya pikir, sungguh relevan. Di era kekinian, memang bukan hal yang mudah untuk menggugah warga, tanpa embel-embel uang. Apalagi ini program Pemkab, yang otomatis dipandang sebagai proyek. Nyatanya, warga Banyuwangi, tidak demikian.
Mereka dengan ikhlas berbuat lebih, tidak semata-mata menyikapi sebagai proyek, untuk meraih keuntungan finansial. Nah, apa yang membuat warga tergugah? Ternyata, itu tidak lepas dari sikap Abdullah Azwar Anas dalam mengayomi warganya. Menjelang Hari Raya Idul Fitri lalu, misalnya. Ia sengaja mengunjungi warga lansia, peserta program Rantang Kasih.
Salah satunya, menyambangi rumah Ibu Sehati yang sudah berusia 90 tahun, di Dusun Jajangsurat, Desa Karangbendo, Kecamatan Rogojampi. Sehati selama ini hidup sebatang kara. Suaminya telah meninggal belasan tahun silam. Begitu juga dengan ketiga anaknya, semua telah meninggal dunia. Hanya ada 3 orang cucu saja yang masih hidup.
Beruntunglah Ibu Sehati tinggal di Banyuwangi, hingga ia leluasa menjalani masa tuanya, yang ditopang oleh program Rantang Kasih. Oh, ya, untuk pengetahuan kita bersama, kebijakan terkait lansia di Indonesia, diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
UU tersebut menitikberatkan pada pemenuhan hak dasar lansia yang meliputi pelayanan keagamaan, kesehatan, kesempatan kerja, pendidikan, kemudahan fasilitas, dan pelayanan sarana dan prasarana umum serta bantuan hukum, sosial, dan perlindungan sosial. Untuk pelaksanaan UU tersebut, ada Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2004.
Yuk, sama-sama belajar peduli dari Banyuwangi.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 17 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H