Dari penelusuran saya, ada sejumlah wilayah di luar Jawa, yang berencana mengembangkan peternakan sapi. Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, misalnya. Populasi sapi di wilayah ini lebih dari 50 ribu ekor. Untuk memotivasi warga memelihara sapi, lebih dari 20 ribu kepala keluarga (KK) sudah menerima bantuan sapi dari Pemkab Bone Bolango. Demikian pula halnya dengan Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Kabupaten ini mengalokasikan lahan seluas 600 hektar di Desa Sungai Gula, Kecamatan Permata Intan, sebagai area untuk pengembangan peternakan sapi terpadu.
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, juga serius mengembangkan kawasan sentra peternakan rakyat. Saat ini, di Kabupaten Pelalawan terdapat sebanyak 58 kelompok ternak, yang tersebar pada 12 kecamatan, dengan jumlah sekitar 11.000 ekor sapi. Pelalawan, Bone Bolango, dan Murung Raya hanya tiga contoh wilayah, untuk menggambarkan minat berbagai wilayah di tanah air akan peternakan sapi. Bila mengacu kepada NTB dan NTT, pengembangan peternakan rakyat, nampaknya lebih positif. Jika warga yang bergerak, tentu saja warga akan merasakan langsung manfaat ekonominya.
Dari gairah perdagangan sapi di NTB dan NTT, yang antara lain, dipicu oleh keberadaan satu kapal angkut sapi, maka bolehlah kita berharap banyak pada 6 kapal sapi pada tahun 2018. Artinya, keberadaan kapal angkut sapi, akan mengintegrasikan sejumlah wilayah yang menjadi sentra sapi, dengan wilayah yang membutuhkan. Selama ini, ketiadaan transportasi yang memadai untuk mendistribusikan sapi, telah menjadi penghalang bagi tumbuhnya sentra-sentra sapi, selain di NTB dan NTT.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 11 September 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H