Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sensasi Jack Ma

30 Agustus 2017   13:50 Diperbarui: 30 Agustus 2017   20:52 3582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendiri sekaligus Executive Chairman Alibaba Group, Jack Ma, telah menerima tawaran untuk menjadi penasihat steering committee roadmap e-commerce Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, yang mendampingi Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, bertemu dengan Jack Ma di Beijing, pada Selasa (22/08/2017). Foto: kompas.com

Mengapa Jack Ma? Karena, ialah orang yang paling sukses di dunia e-commerce. Kenapa harus Jack Ma? Karena, ia agresif melakukan ekspansi bisnis. Kenapa bukan yang lain? Karena, ia sudah invest di sini, di Tokopedia sebesar US$ 1,1 miliar. Kenapa kita takut?

Ya, kenapa kita takut? Ia tidak takut gelontorkan uangnya di sini. Bisnis di era global, sudah tidak mengenal batas negara. Tanpa menjadi penasihat e-commerce Indonesia pun, Jack Ma bisa menguasai bisnis digital di negeri ini. Itu kalau ia mau. Sebaliknya, adakah pelaku e-commerce Indonesia yang menolak didanai Jack Ma? Mungkin ada, tapi saya pikir, lebih banyak yang justru bangga dapat kucuran dana dari Jack Ma.

2 Juta dari 59 Juta
Bisnis adalah berhitung. Mari kita berhitung. Menteri Koperasi dan UKM, AAGN Puspayoga, menyebut, saat ini jumlah pelaku UKM kita, kurang lebih 59 juta. Pemerintah menargetkan, 8 juta UKM diharapkan masuk pasar digital hingga tahun 2020. Itu jangka menengah. Untuk jangka pendek, diharapkan 2 juta UKM sudah masuk pasar digital hingga akhir tahun 2018. Nah, silakan hitung, butuh berapa tahun lagi, hingga ke-59 juta pelaku UKM tersebut bisa masuk ke pasar digital?

Dari penelusuran saya, belum ada rencana jangka panjang pemerintah yang menjawab, butuh berapa tahun untuk memasukkan ke-59 juta pelaku UKM tersebut ke pasar digital. Ini menunjukkan bahwa penguasaan pemerintah kita tentang e-commerce memang masih terbatas. Selain itu, ketersediaan dana untuk men-digital-kan ke-59 juta pelaku UKM tersebut, juga terbatas. Ini realitas yang tidak terelakkan: penguasaan terbatas, dana pun terbatas.

Sekarang kita balik, apakah penguasaan Jack Ma tentang e-commerce terbatas? Menurut saya, tidak. Buktinya, ialah orang yang paling sukses di dunia e-commerce saat ini. Apakah ketersediaan dana Jack Ma terbatas? Menurut saya, juga tidak. Buktinya, ekspansi bisnisnya dengan bendera Alibaba, sangat agresif. Dananya disuntikkan ke mana-mana, dengan nilai yang membuat kita geleng-geleng kepala. Dan, jangan lupa, risiko bisnis dari investasi yang agresif tersebut, boleh jadi bisa membuat jantung kita berhenti berdenyut.

Pelaku e-commerce terbesar di China, Alibaba Group, pada Selasa (12/04/2016), mengumumkan telah mengakuisisi saham mayoritas situs belanja Lazada, senilai 500 juta dollar AS. Pada Kamis (17/08/2017), pendiri dan CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, mengumumkan guyuran dana dari Alibaba USD 1,1 miliar atau setara lebih dari Rp 14 triliun. Foto: business insider-kompas.com
Pelaku e-commerce terbesar di China, Alibaba Group, pada Selasa (12/04/2016), mengumumkan telah mengakuisisi saham mayoritas situs belanja Lazada, senilai 500 juta dollar AS. Pada Kamis (17/08/2017), pendiri dan CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, mengumumkan guyuran dana dari Alibaba USD 1,1 miliar atau setara lebih dari Rp 14 triliun. Foto: business insider-kompas.com
Ketika pemerintah meminta Jack Ma menjadi penasihat e-commerce Indonesia, itu artinya pemerintah telah berbagi risiko bisnis dengan Jack Ma. Kenapa berbagi risiko? Karena, kemampuan pemerintah terbatas, untuk menanggung risiko itu sendirian. Dalam konteks bisnis: no gain, no risk. Benefit tidak bisa diraih, tanpa risiko. Ketika pemerintah memutuskan untuk berbagi risiko bisnis dengan Jack Ma, maka pada saat yang sama, pemerintah juga berbagi benefit dengan Jack Ma. Ini konsekuensi logis.

Business is Business
Dari penelusuran saya, pro-kontra penunjukan Jack Ma, masih terus menghangat. Yang pro menilai, Jack Ma bisa memajukan e-commerce kita, sekaligus mempercepat masuknya ke-59 juta pelaku UKM tersebut, ke bisnis digital. Yang kontra menilai, Jack Ma bisa merajalela, menguasai bisnis digital di negeri ini. Menurut saya, tanpa menjadi penasihat e-commerce Indonesia pun, Jack Ma bisa menguasai bisnis digital di negeri ini. Itu kalau ia mau. Dan, tidak ada mekanisme untuk menghalangi Jack Ma, apalagi pemerintah sedang gencar-gencarnya membuka pintu lebar-lebar untuk masuknya investasi asing. Ya, kan?

Maka, penunjukan Jack Ma, boleh jadi sebagai jalan, agar ilmu dan dana Jack Ma, bukan hanya tercurah kepada perusahaannya saja, tapi juga kepada lebih banyak pegiat e-commerce di Indonesia. Yang dampak lanjutannya, akan mempercepat masuknya ke-59 juta pelaku UKM tersebut, ke bisnis digital. Pola persaingan antar e-commerce di Indonesia, tentu akan berubah. Model kompetisi antar pelaku UKM, juga akan turut berubah. Pertanyaannya, apakah Jack Ma bisa netral sebagai penasihat e-commerce Indonesia? Apakah ia akan lebih condong, lebih banyak melipir ke e-commerce yang sudah ia akuisisi?

Potensi terjadinya conflict of interest, tentu saja ada. Inilah tantangan bagi para pelaku e-commerce kita. Di satu sisi, mereka butuh pencerahan dari Jack Ma. Di sisi lain, ada kecemasan, juga ketakutan, jika timbul persaingan yang tidak sehat, karena keberpihakan Jack Ma pada e-commerce yang sudah ia akuisisi. Bukan hanya itu. Sebagai penasihat e-commerce Indonesia, bukan tidak mungkin, Jack Ma akan memengaruhi regulasi yang akan diterbitkan pemerintah, terkait e-commerce. Ini tantangan bagi para penyelenggara negara.

Indonesia menjadi target pasar Alibaba Group untuk Asia Tenggara. Alibaba akan serius menggarap pasar Indonesia. Hal itu ditegaskan oleh Joe Tsai, Vice Chairman Alibaba, dalam pidato menjelang dibukanya ajang 11.11 Global Shopping Online di Shenzen, China, pada Kamis (10/11/2016). Pada Kamis (26/01/2017), perusahaan riset We Are Social mengumumkan laporan terbarunya: Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Foto: id.techinasia.com
Indonesia menjadi target pasar Alibaba Group untuk Asia Tenggara. Alibaba akan serius menggarap pasar Indonesia. Hal itu ditegaskan oleh Joe Tsai, Vice Chairman Alibaba, dalam pidato menjelang dibukanya ajang 11.11 Global Shopping Online di Shenzen, China, pada Kamis (10/11/2016). Pada Kamis (26/01/2017), perusahaan riset We Are Social mengumumkan laporan terbarunya: Indonesia adalah negara dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Foto: id.techinasia.com
Dengan kata lain, penyelenggara negara sudah seharusnya menempatkan rekomendasi Jack Ma untuk pelaku e-commerce kita secara keseluruhan. Serta, untuk kebangkitan ke-59 juta pelaku UKM tersebut di bisnis digital. Tapi, jangan lupa, Jack Ma hadir di negeri ini, karena bisnis. Hukum bisnis itu keuntungan, benefit. Ngapain juga Jack Ma jauh-jauh datang ke sini, membawa ilmu dan dana, bila tidak berharap laba. Nah, di tengah prinsip business is business itulah, penyelenggara negara harusnya clear memosisikan diri. Bukan malah larut dalam role of the game Jack Ma.

Performa Pelaku UKM
Detail cakupan otoritas Jack Ma sebagai penasihat e-commerce Indonesia, belum diungkapkan pemerintah ke media. Apakah terbatas pada pelaku e-commerce saja, atau juga masuk ke ranah pelaku UKM, agar produk yang mereka hasilkan relevan dengan kebutuhan market. Saya kemudian menelusuri, untuk mengetahui bagaimana performa pelaku UKM kita. Menurut Achmad Zaky, pendiri sekaligus CEO Bukalapak.com, ada tiga kelemahan UKM kita: struktur belum profesional, belum mempunyai strategi penjualan yang terarah, dan perang harga yang tidak terkendali, hingga pelaku UKM hanya memetik margin yang sangat tipis.

Hal itu dikemukakan Achmad Zaky, ketika memberi kuliah umum kepada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) di Kampus ITB Bandung, beberapa waktu lalu. Thomas T. Lembong, semasa menjadi Menteri Perdagangan, menilai, mutu dan konsistensi produk UKM Indonesia, sudah cukup baik. Bahkan di regional, maupun di tingkat global, produk UKM kita kompetitif dan bisa bersaing. Dibandingkan dengan negara lain, produk UKM kita benar-benar kalah promosi dan kalah dalam hal kemasan produk. Hal itu diungkapkan Thomas T. Lembong ketika membuka Pameran Pangan Nusa dan Pameran Produk Dalam Negeri di Jakarta, pada Kamis (05/11/2015).

Apa yang dikemukakan Achmad Zaky dan Thomas T. Lembong tersebut, tentu tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan pemerintah menunjuk Jack Ma sebagai penasihat e-commerce Indonesia. Karena, kemudahan bertransaksi secara online, bila tidak didukung oleh ketersediaan produk yang berkualitas di laman daring, hanya akan mengecewakan warganet. Menurut saya, sudah sepatutnya Jack Ma juga diberi ruang, demi meningkatkan performa pelaku UKM kita. Hingga, sejumlah kelemahan yang ada, bisa teratasi. Hal ini tentu akan berlanjut, dengan semakin beragamnya produk yang mereka hasilkan.

Untuk mendapatkan gambaran dinamika e-commerce di negeri kita, ini hasil riset W&S Indonesia Digital Marketing tahun 2015: Lazada menjelma sebagai toko online raksasa terpopuler di Indonesia. Anak perusahaan Lazada Group yang berkantor pusat di Singapura itu, mengungguli perusahaan e-commerce lokal. Foto: katadata.co.id
Untuk mendapatkan gambaran dinamika e-commerce di negeri kita, ini hasil riset W&S Indonesia Digital Marketing tahun 2015: Lazada menjelma sebagai toko online raksasa terpopuler di Indonesia. Anak perusahaan Lazada Group yang berkantor pusat di Singapura itu, mengungguli perusahaan e-commerce lokal. Foto: katadata.co.id
Sebagai gambaran, pada tahun 2016, jumlah pelapak di Bukalapak, ada 1,3 juta, dengan sekitar 107 produk. Sementara, penjual di Tokopedia lebih dari 1 juta, dengan 40 juta produk yang siap dibeli dengan harga terbaik dan transparan. Di tengah bergairahnya Bukalapak  dan Tokopedia, pemilik e-commerce Elevenia, justru melepas kepemilikannya ke pihak lain. Dian Siswarini, CEO XL Axiata, salah satu pemilik Elevenia, mengungkapkan, e-commerce sudah crowded dengan investasi besar dari luar. Dalam bisnis e-commerce, kata Dian Siswarini: winner takes all, yang besar yang akan menang.

Nah, akan seperti apa performa UKM kita, setelah penunjukan Jack Ma? Akan seperti apa pula peta kompetisi bisnis e-commerce di tanah air? Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita tentu akan mendapatkan jawabannya. Karena, hukum bisnis itu keuntungan, benefit: business is business.

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 30 Agustus 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun