Apakah gunanya pendidikan
Bila hanya mendorong seseorang
Menjadi layang-layang di ibukota
Kikuk pulang ke daerahnya
Pertanyaan WS Rendra dalam petikan Sajak Seonggok Jagung itu, agaknya juga menjadi pertanyaan kita di hari-hari ini. Â Padahal, sajak itu diciptakan sang penyair tahun 1996. Bagaimana caranya agar tidak kikukketika kembali ke daerah sendiri? Ada baiknya kita belajar dari Sheila Agatha Wijaya. Ia, setelah lulus studi dari Raffles Design Institute Singapore, memilih kembali ke kampung halamannya di Kelurahan Kandanggampang, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga. Di kota kecil di Jawa Tengah itu, sekitar 5 jam perjalanan kereta api dari Jakarta, ia mengeksplorasi spiritnya.
Fashion Segmen Premium
Dari Kelurahan Kandanggampang tersebut, Sheila Agatha Wijaya menciptakan produk fashion dengan label Sean & Sheila. Ini produk fashion mewah, fashion luxury, yang target marketnya masyarakat kelas atas, segmen premium. Harganya? Wah! Produk fashion yang diciptakan serta dikerjakan di Kelurahan Kandanggampang itu, sudah menjelajah dunia. Di London, misalnya, rancangan busana Sheila Agatha Wijaya dijual di jaringan department store Fenwik. Juga, di butik kelas atas di Jepang, Singapura, Dubai, Kuwait, hingga Mesir.
Semua busana tersebut digarap oleh Sheila bersama suaminya, Sean Lohatau, mulai dari pola, potong, hingga jahit. Mereka dibantu oleh sejumlah karyawan, lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Purbalingga. Kondisi semua karyawan jahit itu, bisu-tuli. Sheila bersama suaminya mengajari mereka selama 1-2 tahun, hingga mereka mampu menjahit dengan mesin industri, serta menguasai teknik finishing untuk produk luxury. Ada yang bisa, ada yang mampu. Bersama Sheila Agatha Wijaya, mereka merintis jalan untuk menjadi mandiri. Meski, mereka difabel.
Proses transfer skill sekaligus transfer knowledge, adalah bagian penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kita tahu, kualitas SDM kita kedodoran, baik secara jumlah, maupun secara kualifikasi. Sebagai contoh saja, jumlah insinyur per satu juta penduduk Indonesia, hanya 2.671. Bandingkan dengan Malaysia yang 3.333, Vietnam 9.037, dan Korea Selatan 25.309. Dalam realitasnya, kita bisa melihat, jumlah SDM teknik tersebut berkorelasi dengan kemajuan negara yang bersangkutan.
Berbagi Ilmu, Berbagi Manfaat
Apa yang dilakukan Sheila Agatha Wijaya di kawasan Kelurahan Kandanggampang itu, menurut saya, adalah bagian dari proses transfer skill sekaligus transfer knowledge yang dimaksud. Ia berbagi ilmu, sekaligus berbagi manfaat ekonomi kepada warga sekitar. Sheila Agatha Wijaya tentulah satu contoh, dari sekian banyak contoh lain, yang juga telah melakukan hal serupa di bidang yang lain, di tempat yang lain, dengan skala serta intensitas yang berbeda-beda. Sebagai warga biasa, saya terkesan dengan apa yang telah dan sedang diperbuatnya. Â
Ia datang dari kelas menengah dan ia memilih untuk tidak bermukim di perkotaan, tapi di Kelurahan Kandanggampang, sekitar 5 jam perjalanan kereta api dari Jakarta. Dalam bahasa penyair WS Rendra, ia tidak menjadi layang-layang di ibukota. Ia berbagi ilmu, sekaligus berbagi manfaat ekonomi kepada warga desa, di kota kecil Purbalingga. Pertanyaannya, akan ada berapa persen dari 75 persen usia produktif tersebut, yang akan memilih jalan seperti Sheila Agatha Wijaya?
Ini pertanyaan saya sebagai warga biasa. Dari penelusuran saya, tahun 2016, ada sekitar 60 ribu orang Indonesia yang belajar ke luar negeri. Akankah mereka, setelah kembali ke tanah air, bermukim di perkotaan? Ada berapa persen dari mereka yang berkenan untuk bermukim di kota kecil, melakukan proses transfer skill sekaligus transfer knowledge? Menurut saya, sudah sepatutnya 60 ribu orang Indonesia yang belajar ke luar negeri itu, turut mewarnai gerakan peningkatan kualitas SDM kita.
Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, pemerintah menyadari pentingnya peran pendidikan. Dalam hal ini, meraih ilmu dari luar negeri, kemudian mengimplementasikannya di tanah air. Presiden Joko Widodo, pada Selasa (07/02/2017) sore, sengaja menggelar rapat terbatas dengan topik Optimalisasi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Rapat itu dihadiri oleh sejumlah menteri Kabinet Kerja. Dalam rapat tersebut, Presiden melansir sejumlah data, khususnya yang relevan dengan kualitas SDM di Indonesia.
Hasilnya, kualitas SDM Indonesia saat ini tidak mampu bersaing dengan SDM di Malaysia. Seperti contoh di atas, jumlah insinyur per satu juta penduduk Indonesia, hanya 2.671 orang. Di Malaysia, 3.333 orang. Kenapa tenaga terdidik di bidang teknik tersebut patut kita garisbawahi? Ini mengacu kepada pertemuan Joko Widodo dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta Convention Center, pada Kamis (09/07/2015). Silakan baca tulisan saya Nasib Industri Pengolahan Ikan di Tengah Spirit Maritim di Kompasiana, pada Jumat (17/07/2015). Â
Kita harus masuk ke hilirisasi dan industrialisasi. Itu salah satu pesan Presiden pada pertemuan tersebut. Hilirisasidan industrialisasi, tentulah membutuhkan tenaga terdidik di bidang teknik yang memadai. Baik dari sisi jumlah, maupun dari aspek kualitas. Mengingat terbatasnya tenaga terdidik di bidang teknik yang kita miliki, maka terbatas pula industri hilir di tanah air.Â
Akibatnya, hasil alam kita hanya diekspor sebagai barang mentah atau setengah jadi. Masim minim barang jadi yang kita ekspor. Salah satu jalan untuk mengejar ketertinggalan tersebut adalah melalui jalur pendidikan. Menambah serta meningkatkan kualitas SDM.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com  Â
Jakarta, 10 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H