Jumat-Sabtu (28-29/07/2017), Banyuwangi meriah dengan busana batik. Sebanyak 70 model memeragakan kreasi batik, karya anak-anak muda setempat. Batiknya batik Banyuwangi, desainer-nya juga warga Banyuwangi. Hebat, kan?
Ya, tentu saja hebat. Yang lebih hebat lagi, peragaan batik tersebut diadakan di jalanan. Yang menjadi catwalk-nya adalah trotoar, pedestrian yang sehari-hari dilalui warga. Karpet merah tempat para model berlenggang-lenggok, benar-benar digelar di trotoar. Warga leluasa menikmati fashion show tersebut, bahkan bisa sambil ngedeprok di jalanan. Juga, sembari jeprat-jepret dengan smartphone. Inilah bagian dari upaya Banyuwangi untuk membahagiakan warganya, sekaligus bikin happy para pendatang, tentunya.Â
Batik On Pedestrian
Fashion show ini dinamai Batik On Pedestrian. Pepatah sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui, agaknya paling tepat untuk menjabarkan aktivitas kreatif tersebut. Banyuwangi sejak beberapa tahun belakangan ini, memang sangat gencar mengembangkan batik khas Banyuwangi. Kita tahu, Banyuwangi adalah kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Jawa, yang menjadi bagian dari Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini memiliki 48 motif batik yang khas, dengan warna dasar yang juga khas Banyuwangi: merah, kuning, dan hitam.
Motif batik tersebut terus diperkaya lewat lomba cipta motif batik Banyuwangi, yang diadakan secara regular. Pesertanya ya warga Banyuwangi. Bersamaan dengan itu, para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di sana mengeksekusi berbagai jenis motif tersebut menjadi kain batik. Selanjutnya, anak-anak muda Banyuwangi yang memiliki passion mendesain busana, mewujudkan kain batik itu menjadi beragam model pakaian. Nah, hasil karya warga secara berantai itulah yang diperagakan pada Jumat-Sabtu (28-29/07/2017) tersebut. Ada 15 UMKM batik yang terlibat kali ini, dari 50 UMKM Batik yang ada di Banyuwangi.
Motif Kopi Pecah
Untuk tahun ini, gelaran batik Banyuwangi mengacu kepada motif batik khas setempat, yang dikenal sebagai motif Kopi Pecah. Kita tahu, tahun 2013, yang diangkat adalah motif Gajah Uling dan tahun 2014 Kangkung Setingkes. Tahun 2015, adalah motif Paras Gempal, yang bermakna kerukunan terhadap sesama. Tahun 2016, acuannya motif Sekar Jagad Blambangan. Dari ragam motif yang dijadikan acuan dari tahun ke tahun, kita melihat, betapa proses kreatif anak-anak muda di Banyuwangi, senantiasa terkait erat dengan kearifan lokal Banyuwangi. Agaknya, ini bagian dari upaya mereka untuk merawat kearifan lokal, hingga mereka tidak tercerabut dari akar budaya yang melingkupi keseharian mereka.
Tentang motif Kopi Pecah yang menjadi acuan gelaran batik tahun ini, tentu saja tidak lepas dari kekayaan kopi Banyuwangi. Setidaknya, ada lima daerah di Banyuwangi yang sudah dikenal luas sebagai produsen kopi: Gombengsari di Kecamatan Kalipuro, Banjar di Kecamatan Licin, serta Kemiren, Kenjo, dan Kampung Anyar di Kecamatan Glagah. Kelima daerah tersebut memang sudah terkenal sebagai produsen kopi, yang secara adat kelima wilayah itu masuk dalam komunitas adat Using. Secara kreatif, anak-anak muda Banyuwangi mengolah sosok kopi menjadi motif batik, yang kemudian diaplikasikan ke dalam beragam rancangan busana batik.
Berkiprah Lebih Luas
Pesona beragam kreasi batik yang kita saksikan pada Jumat-Sabtu (28-29/07/2017) tersebut, tentulah tidak terjadi dalam sekejap. Ada proses yang cukup menyita waktu, enerji, serta dana untuk sampai pada tahap yang kita saksikan kini. Kita tahu, untuk memotivasi serta menggalang partisipasi warga, jelas tidak bisa instant. Maka, keberadaan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, adalah sosok yang tidak bisa dilepaskan dari semua ini. Ia beserta jajarannya berupaya dengan sungguh-sungguh men-support para pelaku UKM di wilayahnya.
Untuk pelaku UKM yang terkait dengan batik khususnya dan fashion umumnya, Abdullah Azwar Anas berkolaborasi dengan Indonesia Fashion Chamber (IFC). Ini adalah asosiasi perancang mode, yang menaungi lebih dari 118 perancang se-Indonesia. Ali Charisma, national chairman IFC, mencanangkan tujuan yang jelas: membawa desainer dan pelaku usaha fashion batik lokal Banyuwangi, untuk sukses di kancah nasional dan internasional. "Dukungan pemerintah daerah yang all out terhadap perkembangan fashion, membuat kami tergerak untuk hadir disini," ujar Ali Charisma, saat berdialog dengan 40 desainer muda dan pelaku industri batik Banyuwangi, di Banyuwangi, pada Sabtu (19/03/2016).
Batik, yang semula hanya identik dengan Pekalongan, Solo, dan Jogja, kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan Banyuwangi. Akses kabupaten ini dengan para pelaku industri fashion nasional, semakin leluasa dan lancar. Puteri Indonesia 2017, Bunga Jelita Ibrani, turut hadir memeriahkan Banyuwangi Batik Festival tersebut. Desainer nasional, seperti Yunita Kosasih dan Taruna Kusmayadi, terlibat sebagai tim penilai karya peserta festival. Industri pariwisata Banyuwangi, dengan sendirinya menggeliat lebih kencang. Sebagaimana saya sebutkan di atas, pepatah sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui, agaknya paling tepat untuk menjabarkan aktivitas kreatif tersebut. Â Â
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 30 Juli 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H