Pajak itu mendidik. Denda juga mendidik. Dan, penghapusan denda pajak: mendidik sekaligus menuai. Dalam 8 hari penghapusan denda pajak, Samsat Jakarta Barat sudah terima pajak, lebih dari Rp 2,5 miliar. Inilah yang disebut mendidik publik secara persuasif.
Era ancam-mengancam dalam urusan pajak, sudah waktunya diakhiri. Selain tidak mendidik, ancaman tersebut justru akan semakin menjauhkan warga dari kewajiban membayar pajak. Demikian juga dengan era percaloan dalam urusan pajak, sudah saatnya dihentikan. Yang patut dikembangkan adalah mendidik publik secara persuasif, agar warga tergerak untuk membayar pajak. Agar kesadaran warga tumbuh serta kepatuhan warga membayar pajak, meningkat.
Kreatif, Persuasif
Apa yang terjadi di Samsat Jakarta Barat menunjukkan bahwa pendekatan persuasif dalam urusan pajak, langsung mendapat respon positif dari warga. Kita tahu, Samsat adalah singkatan dari Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap. Nah, di sanalah warga, antara lain, membayar pajak kendaraan bermotor. Sejak Rabu (19/07/2017) hingga Kamis (31/08/2017), Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta menghapus denda pajak kendaraan bermotor (PKB) serta bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Artinya, pemilik kendaraan bermotor yang memiliki tunggakan pajak kendaraan, bisa segera melunasinya, tanpa dikenakan denda. Ya, tanpa denda. Yang harus dibayar hanya pokok pajaknya saja. BPRD DKI Jakarta membebaskan warga dari denda, di rentang waktu istimewa tersebut. Melalui program ini, badan pajak mengajak warga ayolah bayar pajak kendaraan. Selanjutnya, meskipun sudah nunggak pajak, nggak dikenakan denda, kok.
Menurut saya, para birokrat perpajakan harus mengeksekusi cara-cara kreatif, untuk meningkatkan penerimaan pajak. Setidaknya, untuk pajak orang banyak, seperti pajak kendaraan bermotor ini. Dari 3.047 wajib pajak yang sudah melunasi tunggakan pajak kendaraan mereka di Samsat Jakarta Barat, 2.388 adalah pajak sepeda motor. Ini perlu dicari tahu lebih detail, apa yang membuat mereka nunggak pajak? Seberapa efektif sistem online mampu menekan jumlah penunggak?
Partner Kekinian
Dalam konteks kekinian, pembayar pajak adalah partner pemerintah. Karena, uang pajak adalah sumber dana untuk membiayai pembangunan. Jumlah pembayar pajak sepeda motor, tidak bisa dianggap remeh. Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat, jumlah sepeda motor pada tahun 2015, mencapai 13.989.590 unit. Pertambahan motor baru di Jakarta, mencapai 4.500 motor per hari. Maka, pajak dari sektor sepeda motor, tentulah sesuatu bagi pendapatan DKI Jakarta.
Misalnya, Samsat menjalin kerja sama dengan produsen oli atau produsen spare part sepeda motor atau bengkel motor. Katakanlah 5.000 pembayar pajak tepat waktu pertama akan mendapatkan voucher untuk membeli oli dengan diskon khusus atau membeli spare part dengan harga khusus atau potongan harga di bengkel motor tertentu. Mungkin ini nampak sepele, tapi cara kreatif seperti ini bisa menjadi bagian untuk membangun engagement antara pembayar pajak dengan pemungut pajak.
Jika saja Badan Pajak dan Retribusi Daerah sebagai pemungut pajak mencari tahu lebih detail, apa yang membuat mereka nunggak pajak dan seberapa efektif sistem online mampu menekan jumlah penunggak, maka berbagai program kreatif bisa dirancang. Pembayar pajak sepeda motor sengaja saya jadikan contoh di sini, karena mereka kan perorangan, jadi tidak terlalu ribet urusan birokrasinya. Melihat antusiasme mereka merespon program bebas denda ini, mereka sesungguhnya memiliki itikad baik untuk membayar pajak.
Jakarta memang bukan satu-satunya provinsi yang memberikan service bebas denda untuk penunggak pajak kendaraan bermotor. Provinsi Banten dan Provinsi Kalimantan Timur, sebagai contoh, juga telah melakukan hal yang sama. Provinsi Jawa Timur, misalnya, ketika menerapkan program bebas denda PKB dan BBNKB pada pertengahan tahun 2011, telah menghasilkan tambahan pendapatan Rp 304,79 miliar.
Di satu sisi, program bebas denda ini tentulah positif untuk menuai pendapatan daerah. Di sisi lain, karena dilakukan berulang, ada juga sisi negatifnya. Para pemilik kendaraan bermotor dengan enteng nunggak pajak, karena toh bakal ada lagi program bebas denda pajak. Padahal, untuk jangka panjang, yang diharapkan adalah semakin banyak pembayar pajak membayar tepat waktu. Barangkali, dengan memberikan apresiasi kepada mereka yang membayar pajak tepat waktu, bisa memotivasi warga untuk berlomba-lomba memenuhi tenggat bayar pajak.
Dalam konteks menunggak pajak, apa yang dilakukan Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2015, mungkin patut kita cermati. Pada tahun sebelumnya, Sulawesi Utara dilanda kemarau panjang. Pemda setempat mendata, banyak petani, peladang, dan pekebun yang tidak mendapatkan hasil sebagaimana mestinya. Kondisi ekonomi yang demikian berkorelasi dengan tingkat penunggak pajak kendaraan bermotor. Maklum, pendapatan masyarakat menurun dan akhirnya mereka menunda untuk membayar pajak.
Atas dasar pertimbangan itulah, Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2015 menggulirkan program bebas denda pajak kendaraan bermotor. Artinya, tujuan bebas denda itu bukan semata-mata untuk meraup pajak, tapi sebagai wujud kepedulian pemda terhadap kondisi ekonomi warganya. Sekali lagi, Badan Pajak dan Retribusi Daerah sebagai pemungut pajak, memang sudah sepatutnya mencari tahu lebih detail, apa yang membuat mereka nunggak pajak dan seberapa efektif sistem online mampu menekan jumlah penunggak. Ini bagian dari upaya untuk membangun engagement antara pembayar pajak dengan pemungut pajak.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 29 Juli 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H