Di satu sisi, kita ingin memperkenalkan transportasi publik kepada anak. Di sisi lain, kondisi transportasi publik belum cukup ramah untuk anak. Bagaimana menyiasatinya?
Bepergian dengan angkutan umum adalah bagian dari keseharian saya. Dalam perjalanan, saya kerap memperhatikan ibu dan anak. Kenapa? Karena, ibu saya sering mengajak saya bepergian dengan angkutan umum, tatkala saya masih anak-anak. "Biar kamu merasakan kehidupan yang sesungguhnya, bisa bertemu dengan orang banyak, juga bisa melihat beragam perilaku orang di jalanan," begitu cerita ibu saya pada suatu hari. Maka, ibu dan anak adalah obyek yang cukup banyak tersimpan di memori kamera smartphone saya.
Dari Airbus, Naik Bus
Salah satunya adalah foto yang saya tampilkan di atas. Foto itu saya jepret pada Sabtu (01/07/2017) lalu di landasan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Provinsi Banten. Saya bersama 440 penumpang lainnya, terbang dari Minangkabau International Airport, Sumatera Barat, dengan pesawat berbadan lebar (wide body) Airbus tipe A330-300, dari maskapai Lion Air. Turun dari pesawat, ratusan penumpang itu berebut naik bus menuju Terminal Kedatangan.
Ibu dan anak tentu saja kalah gesit dibanding penumpang lainnya. Ada ibu-anak yang turut berebut naik bus, dengan risiko terpepet-pepet penumpang lain. Bahkan, ada ibu-anak yang kesulitan melangkah ke atas bus, karena terdorong oleh penumpang lain. Entah kenapa, tidak ada petugas yang memberikan perhatian kepada ibu yang menggendong anak. Menurut saya, ibu-anak patut mendapatkan kesempatan lebih dulu masuk ke dalam bus. Bukan karena kasihan. Tapi, sudah sepatutnyalah ibu yang menggendong anak didahulukan. Â Â Â Â
Ibu-anak yang saya foto di atas, cukup bijak. Ia tidak ikut berebut. Ia lebih memilih menunggu bus berikutnya. Dengan demikian, ia terhindar dari risiko terpepet-pepet penumpang lain. Dan, itu juga berisiko pada kaki mungil anak yang masih dalam gendongan. Cara bijak ibu di atas, bisa jadi salah satu cara menyiasati kondisi yang demikian. Tak ada gunanya berebutan, toh jumlah bus disediakan sesuai jumlah penumpang pesawat. Ini mungkin bisa jadi bahan pertimbangan bagi ibu lainnya.
Foto kedua tentang ibu-anak yang saya tampilkan di atas, saya jepret pada Sabtu (01/07/2017) malam di Stasiun Kereta Pasar Senen, Jakarta Pusat. Persisnya, di pintu masuk penumpang. Dari beberapa ibu-anak yang saya cermati, mereka juga tidak mendapat perhatian dari petugas. Ibu yang menggendong anak dibiarkan saja berdesak-desakan dengan penumpang lain, meski terjadi di depan petugas. Nampaknya, petugas hanya concern pada tiket, untuk memastikan tiket dan identitas penumpang.
Menurut saya, tidak ada salahnya petugas mengingatkan penumpang lain yang berada dekat ibu yang menggendong anak. Berilah ibu-anak itu sedikit jarak, agar sang ibu leluasa melangkahkan kakinya. Apalagi ibu-anak itu naik kereta malam, saat saya jepret sekitar pukul 10 malam. Mungkin sang ibu sudah lelah, sudah agak mengantuk. Saya tidak tahu, apakah memberi sedikit perhatian kepada ibu yang menggendong anak, termasuk bagian dari standard operation petugas stasiun kereta?
Yang juga menjadi perhatian saya di Stasiun Kereta Pasar Senen malam itu adalah banyaknya ibu yang menggendong anak, juga membawa barang bawaan. Wah, menggendong anak saja sudah berat, apalagi ditambah barang bawaan. Ini tentu tidak bijak. Sebaiknya, ibu yang bepergian dengan kendaraan umum seperti itu, tak usahlah membawa barang. Dan, akan lebih bijak bila ada pendamping yang membawakan barang.