Sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana yang akan disiarkan mulai 7 Juli 2017 itu, adalah seri kedua. Seri pertamanya sudah disiarkan sejak 18 Agustus 2016, sebanyak 50 episode. Drama radio tersebut berkisah tentang sepasang anak manusia yang berbeda latar belakang dan status sosial. Kisah ini mengacu ke masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokro Kusumo, pada saat terjadi bencana letusan Gunung Merapi. Pendekatan ini ditempuh untuk lebih mendekatkan pendengar dengan kisah tersebut.
Pilihan itu ternyata tepat. Willem Rampangilei menuturkan, seri pertama itu mencatat sukses, disiarkan oleh 20 stasiun radio dan didengarkan oleh 43 juta pendengar. Wow, capaian yang mengagumkan. Inilah yang membuat BNPB bersemangat untuk melanjutkan drama radio tersebut dengan menciptakan seri kedua. Jangkauannya lebih luas: 80 stasiun radio yang tersebar di 20 provinsi. Diharapkan, warga yang akan mendengarkan Asmara di Tengah Bencana seri kedua ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pendengar seri pertama.
Kesadaran Warga, Partisipasi Warga
Bencana sangat erat kaitannya dengan kesadaran warga. Menurut Sutopo Purwo Nugroho, karena kesadaran warga akan bencana masih rendah, makanya BNPB tak pernah henti menumbuhkan kesadaran tersebut. Antara lain, dengan menggerakkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang ada di berbagai wilayah di tanah air. Apa yang sudah dilakukan warga Desa Sempu, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, agaknya patut kita catat di sini.
Desa tersebut berada di sebelah barat daya Gunung Kelud dan hanya berjarak 8 kilometer dari puncaknya. Dalam peta bencana, posisi desa itu masuk radius ring 3 atau kawasan rawan bencana 1. Kita tahu, Gunung Kelud dengan ketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu merupakan gunung api yang aktif, dengan perangai eksplosif. Tahun 2014 silam, letusannya telah meluluh-lantakkan wilayah sekitarnya. Dan, bukan tidak mungkin di tahun-tahun mendatang, letusannya akan terjadi lagi.
Dengan dukungan BPBD, warga setempat secara swadaya membangun sebuah sistem pendidikan yang berorientasi pada manajemen bencana, yaitu Sekolah Siaga Bencana. Inilah yang disebut sebagai partisipasi warga. Artinya, warga secara kolektif menumbuhkan kesadaran bersama, yang secara jangka panjang akan menumbuhkan #BudayaSadarBencana. Melalui Sekolah Siaga Bencana itu, warga mendapatkan pengetahuan tentang manajemen bencana, termasuk pengurangan risiko bencana, penanganan sebelum, saat, dan setelah suatu bencana terjadi.
Kesadaran serta partisipasi warga yang seperti ini tentu saja sangat diharapkan. Dengan demikian, warga dengan segera bisa langsung bertindak, begitu ada tanda-tanda akan terjadinya bencana. Menurut Sutopo Purwo Nugroho, salah satu misi sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana ini adalah untuk menggugah kesadaran serta partisipasi warga akan bencana. Mudah-mudahan, kesadaran kolektif yang demikian, akan tumbuh lebih banyak di lebih banyak wilayah di tanah air.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com Â
Jakarta, 25 Juni 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H