Dengan terus memandang aliran Sungai Nangaba yang jernih, saya teringat tesis Meilani Safira Indradewa, Â Potensi dan Upaya Penanggulangan Bencana Banjir Sungai Wolowona, Nangaba, dan Kaliputih di Kabupaten Ende. Tesis tersebut ia tulis pada Maret tahun 2008, Â untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister pada Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah. Â Meilani Safira Indradewa menuliskan, sungai-sungai yang mengalir ke utara dan selatan di Kabupaten Ende, sebagian merupakan sungai musiman. Artinya, pada musim penghujan sering terjadi banjir dan pada musim kemarau terjadi kekeringan.
Secara spesifik, bentuk alur sungainya berkelok-kelok atau meandering dari hulu sampai hilir. Kondisi ini sangat berpengaruh pada jenis dan karakteristik alirannya. Barangkali, karakter sungai yang demikian, tidak beda jauh dengan sungai-sungai lain di Pulau Flores pada umumnya. Dan, itulah yang terjadi di Kabupaten Nagekeo, kabupaten yang bertetangga dengan Kabupaten Ende, pada 29 April 1973. Hujan ekstrem mengguyur wilayah itu terus-menerus selama tiga hari tiga malam. Banjir bandang pun terjadi, nyaris menenggelamkan Nagekeo.
Kapasitas distribusi air dari bendungan itu 7.800 liter per detik, mampu mengairi areal persawahan seluas 6.500 hektar. Artinya, keberadaan bendungan ini tentulah sangat bermanfaat bagi para petani. Dampak positif lanjutannya adalah turut meningkatkan ketahanan pangan bagi penduduk wilayah tersebut. Produk pangan yang bernilai ekonomi, secara bertahap juga turut meningkatkan taraf perekonomian masyarakat.
Sungai untuk Kedaulatan Pangan
Ketahanan pangan yang kuat, menjadi modal bagi kedaulatan pangan. Berdaulat artinya produksi pangan kita mampu memenuhi kebutuhan warga sendiri. Tidak bergantung lagi pada impor pangan dari negara lain. Inilah yang dicita-citakan Bung Karno, yang dengan penuh semangat diungkapkan Bung Karno dalam Pidato Trisakti tahun 1963. Inti dari Pidato Trisakti itu: berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial budaya.
Kita tahu, untuk mewujudkan kedaulatan pangan, demi berdikari secara ekonomi, Presiden Joko Widodo sejak awal pemerintahannya, mencanangkan program 3 Dimensi Pembangunan. Salah satunya, Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan, yang meliputi Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Energi & Ketenagalistrikan, Kemaritiman dan Kelautan, serta Pariwisata dan Industri.
Tujuh Waduk untuk Kesejahteraan
Secara keseluruhan, ada tujuh waduk raksasa di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibangun pemerintahan Joko Widodo, yang dijadwalkan rampung dalam lima tahun ke depan. Ketujuh waduk itu: Raknamo dan Manikin di Kabupaten Kupang, Kolhua di Kota Kupang, Rotiklot di Kabupaten Belu, Napungete di Kabupaten Sikka, Lambo di Kabupaten Nagekeo, serta Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan.