Sembako murah di 50 halte Transjakarta. Beras lima kilogram Rp 45.000, gula pasir satu kilogram Rp 12.500, minyak goreng Rp 11.000 per liter, dan tepung terigu satu kilogram Rp 8.500. Adakah pedagang lain yang menjual di bawah harga tersebut?
Bila ada, kita sedang beruntung. Bila pedagang menjual di atas harga tersebut, lebih baik kita membelinya di halte Transjakarta terdekat. Kita akan mendapatkan barang yang bagus dengan harga yang bagus. Program sembako murah yang digulirkan Transjakarta sejak Jumat (26/5/2017) ini, salah satu tujuannya, adalah untuk menjadikan kita sebagai konsumen cerdas. Cerdas? Iya, dengan program ini, pedagang tidak bisa lagi seenaknya serta semaunya menetapkan harga. Jika mereka menjual di atas harga acuan, kita lebih baik membeli di tempat lain.
Harga Acuan, Harga Eceran Tertinggi
Harga yang disebutkan untuk sejumlah sembako di atas adalah harga acuan. Dalam istilah perdagangan, itulah yang disebut sebagai Harga Eceran Tertinggi (HET). Yang menetapkan HET adalah pemerintah, dalam hal ini Departemen Perdagangan. HET tersebut tidak ditetapkan secara sembarangan, tapi sudah memperhitungkan berbagai faktor. Antara lain, biaya produksi, biaya logistik, keuntungan distributor, dan keuntungan pengecer.
Jadi, sembako yang dijual di halte Transjakarta tersebut, tidak bisa juga kita sebut sebagai sembako murah. Kenapa? Karena, Transjakarta menjualnya kepada kita dengan HET. “Yang dipasang harga HET loh, bukan harga murah," ujar Budi Kaliwono, Direktur Utama PT Transjakarta, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, pada Senin (29/5/2017). Artinya, Transjakarta mendapatkan keuntungan dari transaksi sembako murah tersebut.
Pedagang Akan Dirugikan?
Tentu saja tidak. Karena, kalaupun pedagang menjual dengan harga yang sama dengan harga jual di halte Transjakarta, mereka tetap dapat untung. Bahkan, kalaupun Transjakarta dan pedagang menjual barang-barang tersebut di bawah HET, mereka tetap sama-sama untung. HET kan Harga Eceran Tertinggi. Nah, kenapa Transjakarta tidak menjual di bawah HET? Bukankah ini kesempatan untuk menolong warga, mumpung sedang Ramadan? Toh, Transjakarta tetap dapat untung, meski menjual di bawah HET.
Tidak, Transjakarta tidak akan menjual sembako di bawah HET. Budi Kaliwono menuturkan, penjualan sembako di halte Transjakarta selama Ramadan dan Idul Fitri, bukan bertujuan untuk menurunkan harga di pasaran. Tapi, untuk menjaga kestabilan harga. Juga, bukan untuk mematikan usaha pedagang. Tapi, untuk mengedukasi pedagang agar tidak jor-joran menaikkan harga, yang memberatkan konsumen.
Ngabuburit ke 4 Halte
Pada Selasa (30/5/2017), saya sengaja ngabuburit ke empat halte Transjakarta yang menjual sembako murah. Saya tiba di halte Manggarai, sekitar pukul 15.00 WIB. Rak sembako ada di sana tapi belum ada petugas yang menjaga. Belum siap untuk jualan. Dari informasi yang saya peroleh, kios sembako murah di halte Transjakarta beroperasi sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB.
Kemudian, saya melanjutkan ngabuburit ke halte Transjakarta Kota. Tiba di sana sekitar pukul 15.45 WIB. Petugas yang berjaga di sana namanya Vilia. Ia nampak asyik menata sembako untuk dijual. Meski belum siap jualan, beberapa penumpang sudah mengerubungi rak. Sembako murah tersebut cukup mendapat perhatian. Selanjutnya, saya bergerak di halte Transjakarta Harmoni. Wah, di sini animo penumpang cukup tinggi. Maklum, halte Harmoni adalah halte transit yang cukup padat.
Di halte Harmoni, petugas yang berjaga juga melayani pembelian secara cash. Selanjutnya, petugas tersebut menggunakan e-money BCA miliknya agar transaksi tersebut terdata secara online. Ini adalah inisiatif petugas untuk menjembatani transaksi oleh pembeli yang saldo e-money mereka tidak cukup untuk membeli sembako. Hal yang demikian juga saya saksikan di halte Transjakarta Dukuh Atas I. Uniknya, yang membeli sembako murah tersebut bukan hanya kaum ibu, tapi juga bapak-bapak.
Kerjasama dengan BUMD DKI Jakarta
Transjakarta tentu saja tidak sendirian menjalankan program sembako murah ini. Sejak awal, program ini dirancang serta digulirkan Transjakarta bersama beberapa badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta. Sinergi sejumlah badan usaha ini tentu saja merupakan hal positif untuk bersama-sama menyejahterakan warga Jakarta. Ego sektoral, sudah seharusnya dikikis, karena kebersamaan adalah kunci penting di era kekinian.
Dari kunjungan saya ke empat halte Transjakarta tersebut, saya melihat keberadaan kios sembako murah ini memiliki peluang untuk dikembangkan lebih jauh. Penumpang yang tidak sempat ke pasar, bisa memanfaatkan kios sebagai tempat belanja. Selain itu, harga yang ditawarkan cukup kompetitif dibandingkan di pasar. Memang, perlu pembenahan di sana-sini agar keberadaan kios sembako tersebut tidak menghambat gerak penumpang dalam halte.
isson khairul –dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 31 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H